Wednesday, January 16, 2013

Perdagangan Kuno di Asia Tenggara

Peta Asia Tenggara Kuno (Sumber Gambar)

PENDAHULUAN
Manusia adalah mahluk sosial (zoon politicon). Hidup dan berinteraksi merupakan hal alamiah manusia karena dengan berinteraksilah manusia berinovasi dan membangun peradabannya. Salah satu interaksi manusia yang telah berlangsung sepanjang peradaban dibangun adalah upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan saling menukar barang atau barter. Barter kemudian merupakan aktivitas perdagangan paling kuno sebelum manusia mengenal alat tukar seperti uang. Pemenuhan ekonomi atau kebutuhan dengan cara barter dipandang telah memberikan kontribusi positif dalam perkembangan sejarah manusia karena barter menjadi mediasi untuk membentuk sosialitas masyarakat dan pada titik inilah intensitas interaksi manusia terbangun.Perdagangan ala-barter dalam perkembangannya telah mempertemukan manusia dari segala penjuru belahan dunia, menyambungkan utara-selatan timur-barat dengan latarbelakang kebudayaan yang berbeda. Dalam historiografi modern, kita mengenal beberapa jalur perdagangan yang dapat menghubungkan Timur, Arab, Asia dan Barat salah satunya adalah jalur sutra.
Jalur Sutra merupakan jalan penghubung yang mempertemukan timur jauh (gujarat, India, Arab) dengan pedagang dari Asia (China) negara-negara bawah anggin (Malaka, Nusantara) dan juga pedagang dari Eropa. Inilah awal interaksi perdagangan (ekonomi) paling intens yang sekaligus menjadi pertemuan antar budaya-budaya berbeda, suatu model perdagangan Internasional konvensional. Kemunculan uang menjadikan manusia semakain mudah dalam menjalankan aktivitas perdagangan (ekonomi) dan barter perlahan mulai ditinggalkan meski demikian di beberapa tempat barter masih digunakan dalam perdagangan. Setelah terbukanya jalur-jalur baru seperti Asia tenggara dan Amerika Latin membuat manusia berlomba-lomba untuk dapat menguasai jalur tersebut. Salah satu jalur yang menjadi primadona terutama dalam kurun waktu sekitar abad ke-13 s/d 16 adalah Asia tenggara terutama kepulauan Nusantara (sekarang Indonesia).

PEMBAHASAN

A.  LETAK GEOGRAFIS INDONESIA
Kepulauan Indonesia terletak antara 5° 54' LU dan 11° LS, serta 95° 01’ BT dan 141° 02’ BT,  dimana wilayah lautan diketahui lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratannya. Hal tersebut menunjukkan tentang letak geografis Indonesia yang terletak di kawasan Asia Tenggara, dengan posisi antara benua Asia dan Australia dan sering diumpamakan sebagai sebuah jembatan penghubung diantara kedua benua tersebut. Selain menjadi jembatan antara daratan Asia dan benua Australia, kepulauan Indonesia juga terletak dalam jalur perdagangan antara antara dua pusat perdagangan jaman kuno, yaitu India dan Cina. Sehingga letak Indonesia pada jalur perdagangan ini pada akhirnya mempengaruhi perkembangan sejarahnya.

Asia Tenggara memainkan peranan sangat penting  pada  periode luar biasa antara abad ke -15 dan ke-17. Perluasan perniagaan global  sangat mempengaruhinya sebagai sumber rempah-rempah yang dibutuhkan oleh dunia internasional dan sebagai kawasan maritim yang melintang di sepanjang rute perdagangan. Sumber rempah-rempah serta lada yang mendorong orang Spanyol berangkat ke Amerika dan akhirnya ke Philipina serta orang Portugal yang berlayar ke India sampai Asia Tenggara. Percepatan niaga, pertumbuhan kota, akumulasi modal merupakan bagian dari transisi menuju kapitalis tidak dapat dipungkiri juga terjadi di Asia Tenggara. Disisi lain, tidak ada kawasan di Asia yang menderita secepat dan sedalam Asia Tenggara akibat campur tangan orang Eropa.

Sebelum kedatangan bangsa barat, sistim perdagangan Asia Tenggara telah dibangun atas dua jalur perdagangan. Yaitu jalur sutera yang merupakan jalur darat yang berawal dari Cina melintas Asia Tenggara dan berakhir dilaut tengah, dan jalur perdagangan dengan menggunakan kapal yang mengandalkan angin sebagai penggeraknya. Dalam memenuhi permintaan internasional, produk Asia Tenggara harus diangkut dari hutan atau perkebunan. Mengangkut barang di pedalaman jauh lebih sulit daripada melewati laut. Kendala yang dirasakan dalam menggunakan  jalur darat adalah bea masuk di banyak tempat, perampokan yang lebih berbahaya dibandingkan dengan di laut, peperangan dan persaingan politik yang terkadang menyebabkan tertutupnya jalur dagang.Jalur laut  menggunakan kapal yang berdasarkan angin musim. Dari April sampai Agustus angin musim dapat dipastikan bertiup ke utara menuju daratan Asia; dari Desember sampai Maret angin bertiup ke selatan , dari daratan Asia ke Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan. Arah angin inilah yang menentukan pola perdagangan maritim di Asia. (Anthony Reid 2011: 78).

B.   HUBUNGAN DAGANG ANTARA INDIA DAN INDONESIA
Akibat dari jalur laut ini munculah kota-kota dagang penting (emporium) seperti Aden, Bandar Abas, Kalikut, Malaka, Kanton dan sebagainya. Malaka merupakan pelabuhan besar yang penting di Asia Tenggara yang diperkirakan sudah berdiri sekitar tahun 1400 dan merupakan bandar dagang yang memiliki gudang-gudang besar. Komoditi yang diperdagangkan terutama adalah rempah-rempah dari Maluku, lada dari Sumatera, beras dari Jawa. Selain itu terdapat pula pelabuhan penting lainnya seperti Banten, Tuban, Gresik, Surabaya. Para ahli berpendapat akibat fluktuasi yang meningkat sejak tahun 1400 dari frekuensi dan volume perdagangan, telah dicapai puncaknya pada tahun 1630. Setelah itu menurun. Periode ini menurut Anthony Reid disebut sebagai “ Age of Commerce”.

Puncak aktivitas perniagaan di Asia Tenggara pada awal abad ke-17 semakin jelas. Inggris dan Belanda bersama Cina, Jepang,Spanyol, Portugal dan India berlomba untuk membeli produk kawasan tersebut seperti lada, cengkeh, pala, kayu manis, kayu cendana, dan sutra. Harga-harga membumbung tinggi dengan masuknya mata uang asing dari Jepang dan Eropa. Berbagai kain dari India diimpor ke kawasan ini untuk ditukarkan dengan barang ekspor, sedangkan dari Cina adalah barang-barang dari logam dan sutra.Tetapi kondisi ini tidak berlagsung lama, karena Orang Portugis kehilangan kekuasaan atas malaka yang jatuh ke tangan Belanda pada 1641. Maskapai dagang Belanda(VOC) menerapkan monopoli pada 1621, sehingga di sisi tertentu persaingan memperebutkan produk-produk lain masih tetap berlangsung, tetapi kemampuan VOC mendominasi pasokan hasil bumi Asia Tenggara membuat barang-arang ekspor ini kurang begitu menarik lagi di pasar Internasional.

Letak Indonesia dalam jalur perdagangan memberikan dampak terbentuknya kontak dagang Indonesia India dan Indonesia Cina. J.C Van Leur berpendapat bahwa hubungan dagang antara India dan Indonesia lebih dulu berkembang daripada hubungan dagang antara Indonesia dan Cina. (1955: 90). Kemungkinan ini terjadi karena diketahuinya angin musim yang baik untuk berlayar menyeberangi samudera India ke timur dan sebaliknya pada abad I M.Informasi tentang keadaan awal hubungan antara Indonesia dengan India sulit didapatkan karena tidak terdapatnya sumber-sumber yang memberikan keterangan dengan jelas. Sumber-sumber tertulis dari jaman itu yang berasal dari Indonesia tidak ada karena menurut hasil penelitian para ahli dikatakan bahwa informasi tertulis yang ada di Indonesia justru berasal dari tulisan India. Sementara di India tidak terdapat suatu kebiasaan untuk membuat catatan-catatan resmi mengenai kejadian-kejadian penting dalam suatu kurun-waktu. Sumber India yang dapat digunakan adalah sumber sastra yang tidak bertujuan untuk memberikan fakta-fakta yang lugas mengenai keadaan pada masa awal terjadinya hubungan antara Indonesia dan India.

Salah satu kitab yang banyak dijadikan sumber adalah kitab Ramayana, yang didalamnya menyebutkan nama-nama Yamadwipa dan Suwarnadwipa. Dalam bahasa Sansekerta, Yawa adalah jelai (beras) dan dwipa artinya pulau. Sehingga Yamadwipa mengandung arti pulau beras yang diidentikan dengan pulau Jawa. Sedangkan Suwarnadwipa berasal dari kata Swarna berarti emas dan dwipa yang berarti pulau, sehingga berarti pulau emas yang diidentikan dengan pulau Sumatera. Para ahli kemudian menggunakan kitab tersebut untuk mengungkapkan masa awal kedatangan pengaruh India di Indonesia.

Bukti yang ditemukan bahwa hubungan India dan Indonesia sudah terjadi pada abad II M adalah ditemukannya arca Budha di Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha.

Menurut Van Leur barang-barang yang diperdagangkan dalam pasaran internasional adalah barang-barang yang bernilai tinggi. Misalnya logam mulia, perhiasan, berbagai jenis tenunan, barang-barang pecah belah di samping bahan-bahan baku yang diperlukan untuk berbagai kerajinan. (1955: 63). Kayu Cendana, cengkih, kapur barus juga menjadi komoditas yang laku dalam perdagangan tersebut. Selain itu juga bahan-bahan ramuan untuk wangi-wangian dan obat. Jelas bahwa barang-barang tersebut diperlukan oleh masyarakat dengan taraf perkembangan tertentu sebagai konsumen.

C.  HUBUNGAN DAGANG ANTARA INDONESIA DAN CINA
Pada awalnya Asia Tenggara dianggap oleh Cina sebagai daerah yang belum beradab yang terletak jauh dari pusat peradaban Cina di Cina bagian utara. Perdagangan dengan negeri asing yang telah dilakukan oleh Cina sejak berabad-abad sebelum Masehi adalah perdagangan dengan Asia Barat. Jalur perdagangan itu melalui Asia Tengah yang sepenuhnya dilaksanakan melalui jalur-jalur perdagangan di daratan Asia. Pada abad IV M kemudian berkembanglah perdagangan maritim di Asia Barat ke Cina Selatan melalui kepulauan Indonesia. Secara tidak langsung hal ini berdampak pada meningkatnya peran Indonesia dalam perdagangan maritim antara Asia Barat dan Cina.

Adanya hubungan dagang antara Asia Barat dan Cina menunjukan bahwa komoditas perdagangan dari Asia Barat bernilai tinggi bagi Cina, maka pedagang-pedagang Indonesia harus dapat menyediakan barang dagangan yang dapat menyamai kedudukan barang-barang Asia Barat dalam penilaian orang Cina. Ternyata kekayaan bumi Indonesia dapat menyediakan barang-barang tersebut. Bahan wangi-wangian dari Asia Barat dapat disaingi dengan bahan yang dihasilkan Indonesia, misalnya kemenyan, kayu cendana, kapur barus. Disusul dengan perdagangan rempah-rempah serta berbagai hasil kerajinan dan binatang yang hanya terdapat di Indonesia.Keberhasilan bangsa Indonesia untuk memasuki pasaran perdagangan luar negeri dengan Cina adalah suatu tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Hal itu merupakan suatu tahap nyata yang menyebabkan orang Indonesia sampai ke Cina dan sebaliknya orang Cina sampai ke Indonesia. 

D. PENDAPAT TENTANG PROSES MASUKNYA BUDAYA INDIA DI INDONESIA           
Hubungan dagang dengan India dan Cina telah menempatkan Indonesia di gelanggang perdagangan internasional jaman kuno. Tetapi pengaruh India dan Cina pada perkembangan sejarah Indonesia di jaman kuno berbeda. Hubungan dagang dengan India telah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam bentuk tatanan di sebagian daerah Indonesia. Selain itu telah terjadi pula perubahan dalam tata dan susunan masyarakat sebagai akibat penyebaran agama Budha dan Hindu. Pengaruh hubungan dengan Cina jauh lebih kecil.

Masuknya pengaruh budaya India dalam budaya Indonesia melalui hubungan dagang oleh para ahli dikelompokan dalam dua pendapat. Pendapat pertama bertolak dari anggapan bahwa bangsa Indonesia berlaku pasif dalam proses tersebut. Pendapat kedua yang tumbuh lebih akhir memberikan peranan aktif kepada bangsa Indonesia.

a. HIPOTESA KSATRIA
Teori ini beranggapan bahwa telah terjadi kolonisasi oleh orang-orang India. Koloni-koloni orang India ini menjadi pusat penyebaran budaya India. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kolonisasi tersebut disertai pula oleh penaklukan. Hingga timbul gambaran orang-orang India sebagai golongan yang menguasai orang Indonesia. Dalam proses masuknya budaya India menurut gambaran di atas peranan utama dipegang oleh golongan prajurit, yaitu kasta Ksatria. Oleh karena itu F.D.K. Bosch menyebutnya sebagai hipotesa ksatria. 
b. HIPOTESA WAISYA
Menurut N.J. Krom, golongan pedagang dari kasta Waisya merupakan golongan terbesar yang datang ke Indonesia. Mereka menetap di Indonesia dan kemudian memegang peran penting dalam proses penyebaran kebudayaan India melalui hubungan mereka dengan penguasa-penguasa Indonesia. Krom menyampaikan kemungkinan adanya perkawinan antara pedagagng-pedagang tersebut dengan wanita Indonesia. Perkawinan dengan demikian merupakan saluran penyebaran pengaruh yang penting.Krom menyatakan tidak sependapat dengan hipotesa ksatria. Berdasarkan pengamatan berbagai aspek budaya Indonesia dan Hindu, dikatakan bahwa unsur budaya Indonesia dalam budaya tersebut masih sangat jelas. Ia berkesimpulan bahwa peranan budaya Indonesia dalam proses pembentukan budaya Indonesia-Hindu sangat penting. Hal tersebut tidak mungkin dapat terjadi jika bangsa Indonesia hidup dibawah tekanan seperti yang tergambarkan oleh hipotesa ksatria.
c.  HIPOTESA BRAHMANA
Van Leur mengajukan keberatan baik terhadap hipotesa ksatria maupun hipotesa waisya. Keberatan pertama adalah mengenai kolonisasi. Suatu kolonisasi yang melibatkan penaklukan oleh golongan ksatria tentunya akan dicatat sebagai suatu kemenangan. Catatan demikian tidak ditemukan dalam sumber-sumber tertulis di India maupun tanda peringatan apa pun yang dibangun di Indonesia, yang disebut jayastamba. (Prof.Dr.M.Habib Mustopo dkk.2007; Hal.3). Selain itu, suatu kolonisasi selalu disertai oleh pemindahan segala unsur masyarakat dari tanah asal. Misalnya sistem kasta, kerajinan, bentuk rumah, tatakota, bahasa pergaulan dan sebagainya. Dalam kenyataannya apa yang terdapat di Indonesia berbeda dengan yang terdapat di India. Kalaupun ada pedagang-pedagang India yang menetap, mereka bertempat tinggal di perkampungan-perkampungan khusus yang sering disebut dengan Kampung Keling. Kedudukan mereka di tempat itu hanyalah sebagai rakyat biasa dan hubungan dengan penguasa hanyalah dalam bidang perdagangan.Dengan melihat unsur-unsur budaya India yang berpengaruh ke Indonesia, J.C. van Leur mengutarakan bahwa kaum brahmana sangat berperan dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia. Mereka datang atas undangan para penguasa Indonesia. Kaum Brahmana diundang ke Indonesia untuk melakukan upacara khusus menjadikan seseorang menjadi pemeluk Hindu yang disebut vratyastoma (Prof.Dr.M.Habib Mustopo dkk. 2007: 3).
d.  HIPOTESA SUDRA
Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kasta sudra. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan mengubah kehidupan karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja kasar dan budak.
e.  HIPOTESA ARUS BALIK
Peran aktif bangsa Indonesia dalam penyebaran pengaruh budaya Hindu di Indonesia dapat terlihat dari keinginan memperdalam ilmu pengetahuan tentang budaya Hindu tersebut ke tempat asalnya yaitu India setelah mengenalnya di Indonesia. Pada saat bekal pengetahuan budaya Hindu sudah cukup mereka kembali ke Indonesia untuk menyebarluaskan ke Indonesia.Hipotesa arus balik ini menjelaskan juga tentang penyuburan (istilah yang lain menyebut dengan fecundation) agama Budha yang pada awalnya telah dilakukan oleh pendeta agama Budha.Pendeta Budha dari India tersebut menemui penguasa-penguasa istana dan mengajarkan agama mereka. Kemudian dibentuklah sanggha (perkumpulan belajar tentang agama Budha) dengan biksu-biksunya. Kedatangan biksu-biksu India di berbagai negeri ternyata mengundang arus biksu dari Indonesia ke India, yang pada akhirnya kembali ke Indonesia dengan membawa kitab suci, pengetahuan dan kesan-kesan.Melalui informasi dalam hipotesa-hipotesa proses masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia memberikan gambaran tersebarnya budaya India di Indonesia yang tentu saja akan memberikan pengaruh-pengaruh dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

E.   PENGARUH MASUKNYA BUDAYA INDIA KE INDONESIA
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa hubungan dagang antara Indonesia dan India merupakan faktor penting dalam proses masuknya pengaruh budaya India. Tetapi proses masuknya pengaruh budaya India itu sendiri adalah sesuatu yang terpisah dari proses perdagangan. Akibat dari proses tersebut, misalnya perubahan dalam birokrasi pemerintahan, agama dan kepercayaan, seni sastra, seni rupa, seni bangunan suci, tata upacara di kraton, organisasi ketatanegaraan, dan kelembagaan masyarakat.

Yang menarik dalam pertemuan budaya Indonesia dan budaya India ini adalah unsur budaya Indonesia masih nampak dominan sekali dalam semua lapisan masyarakat. Sebagai contoh adalah tentang kasta di Bali sekarang, tidak menggambarkan keadaan seperti di India. Sehingga dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia melaksanakan teori tentang kasta tetapi tidak memindahkan ujudnya yang telah tercipta dalam perkembangan di India. Demikian pula dalam seni bangunan candi di Indonesia, candi adalah bangunan yang mengandung unsur budaya India tetapi dalam pembangunannya para seniman Indonesia hanya menggunakan dasar-dasar teoritis yang tercantumdalam Silpasastra (kitab petujuk pembuatan arca dan bangunan) sebagai dasar untuk konsep pelaksanaannya. Bangsa Indonesia hanya mengambil unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya, hasilnya adalah sesuatu yang bercorak Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Anthony Reid. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 20112. Leur, J.C. van. Indonesian Trade and Society. The Hague/ Bandung: W. Van Hoeve, 19553. Prof.Dr. M. Habib Mustopa dkk. Sejarah SMA Kelas XI IPA. Yudhistira, 2007