Thursday, April 2, 2015

REFLEKSI KISAH PERJUANGAN USMAN JANATIN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA





KTI Juara I oleh Dwi Suyoko pada Lawatan Sejarah TIngkat Provinsi yang diadakan di Pemalang pada tanggal 18-20 Maret 2015



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pembentukan negara Federasi Malaysia yang terdiri dari Malaysia, Singapura, Brunai, Serawak, dan Sabah menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Indonesia. Hal ini di tentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap bahwa pembentukan Federasi Malaysia adalah suatu bentuk neo-Kolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai. Selain Indonesia, Filipina juga menentang pembentukan Federasi Malaysia, karena secara historis dan yuridis, Sabah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi Malaysia adalah wilayah Sultan Suluyan yang disewakan kepada Inggris. Akibatnya, timbul ketegangan antara Indonesia, Filipina, dan persekutuan Tanah Melayu.
Berbagai usaha di lakukan untuk menyelesaikan ketegangan antara kedua negara tetangga ini. Pertemuan Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Tengku Abdul Rachman yang diadakan di Tokyo pada tanggal 1 Juni 1963 berhasil sedikit meredakan ketegangan untuk sementara waktu. Kemudian dilakukan pertemuan lainnya antara pejabat dari tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Pertemuan para Menteri Luar Negeri yang dilakukan di Manila pada 7-11 Juni 1963 ini, menghasilkan menghasilkan pokok-pokok pengertian mengenai masalah-masalah yang timbul antara ketiga negara itu dan disepakati adanya konferensi puncak yangyang dilakukan di Manila tanggal 31 Juli sampai 5 Agustus 1963.
Ketika suasana sudah hampir mereda pada tanggal 9 Juli 1963 Perdana Menteri Malaysia, Tengku Abdul Rachman menandatangani dokumen persetujuan dengan Pemerintah Inggris di London mengenai pembentukan Negara Federasi Malaysia yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 1963. Tindakan ini menimbulkan ketegangan baru, dimana Pemerintah Filipina dan Indonesia tidak mengakui berdirinya negara Federasi Malaysia.
Indonesia mengecam dengan tegas pembentukan Federasi Malaysia. Pernyataan resmi tentang politik konfrontasi “ Ganyang Malaysia “ dinyatakan pada rapat umum 11 Februari 1963, yang disusul dengan pengumuman resmi pada 13 Februari 1963. Untuk mendukung maksud ini, dilancarkan konfrontasi bersenjata yang dilakukan oleh sukarelawan, sebagian ABRI (Angkatan Bersanjata Republik Indonesia) dan sebagian masyarakat luas berdasarkan DWIKORA (Dwi Komando Rakyat).
Para pasukan sukarelawan dan ABRI dikirim ke wilayah-wilayah yang telah ditentukan sebelumnya. Salah seorang tentara sukarela yang dikirim bernama Usman bin Haji Muhammad Ali alias Usman Janatin. Berdasarkan surat SP. KKO No. 05/Sp/KKO/64 dan Spd KOTI No. 288/KOTI/8/64, 27 Agustus 1964, Usman Janatin ditugaskan ke wilayah basis II A KOTI. Ia berangkat menuju Pulau Sambu sebagai sub basis dengan menggunakan kapal jenis MTB ( Motor Torpedo Boat ). MTB adalah jenis Kapal berpeluncur torpedo. Kemudian Usman Janatin bergabung dengan tim Brahma I dibawah pimpinan Kapten Laut Paulus Subekti. Tim Brahma I ini adalah tim yang bertolak ke daerah tugas sub Basis X. Sub basis ini adalah bagian dari basis II A KOTI yang daerahnya meliputi Malaysia dan Singapura.
Usman Janatin bersama dua rekannya, pada 9 Maret 1965 mendapat tugas untuk melakukan penyusupan ke Singapura. Tugas tersebut menempatkan Usman Janatin bertindak sebagai pemimpin dari anggotanya Harun bin Haji Mahdar dan Gani bin Gani Aroef. Setelah berhasil menyusup dan memasuki wilayah Singapura dan melakukan pengamatan, ketiga prajurit ini sepakat untuk meledakan Hotel Mac Donald yang terletak di Singapura (Soedarmanta, 162-163).
Penulisan tentang Konfrontasi Indonesia Malaysia memang sudah banyak ditulis sebelumnya. Namun pada penulisan-penulisan sebelumnya lebih banyak mengenai peristiwa Konfrontasi Indonesia Malaysia secara umum saja. Penulisan ini terfokus pada kisah perjuangan tokoh yang bernama Usman Janatin ketika menjalankan tugas rahasia yang diberikan pada saat terjadinya konfrontasi Indonesia Malaysia.
Kurangnya pemahaman generasi muda terhadap tokoh Pahlawan Indonesia membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. Sehubungan dengan itu penulis mengambil judul “Refleksi Kisah Perjuanngan Usman Janatin dalam Pembentukan Karakter Bangsa“.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan Karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana Biografi singkat Usman Janatin?
2.    Bagaimana Masa Perjuangan Usman Janatin?
3.    Bagaimana pengaruh Usman Janatin dalam Pembentukan karakter Generasi Muda?
C.   Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1.    Tujuan secara umum
a.     Dapat menerapkan atau mempraktekkan teori metodologi sejarah, khususnya yang berkaitan dengan sejarah kemerdekaan;
b.    Menyusun karya sejarah yang mengandung unsur objektivitas tinggi, sehingga menuliskan suatu peristiwa atau keadaan yang sebenarnya tanpa memihak siapapun.
2.    Tujuan khusus
a.    Untuk mengkaji biografi singkat Usman Janatin;
b.    Untuk mengkaji masa perjuangan Usman Janatin;
c.    Untuk mengetahui pengaruh Usman Janatin dalam menjalankan tugas dari negara.
D.   Manfaat Penelitian
Berdasarkan dari Tujuan penelitian di atas manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah  sebagai berikut:
1.    Generasi muda dapat mengetahui biografi Usman Janatin.
2.    Dapat mengetahui perjuangan Usman Janatin dalam membela bangsa dan negaranya.
3.    Dapat membangkitkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme pada Generasi Muda.



BAB II
PEMBAHASAN
A.   Biografi Singkat Pahlawan Usman Janatin
Usman Janatin  adalah salah satu dari dua anggota KKO (Korps Komando Operasi, kini disebut Marinir) Indonesia yang ditangkap di Singapura pada saat terjadinya Konfrontasi dengan Malaysia.
Sersan Dua KKO Anumerta Usman Janatin bin H. Ali Hasan dihukum gantung bersama dengan Harun Said oleh pemerintah Singapura pada Oktober 1968 dengan tuduhan meletakkan bom di wilayah pusat kota Singapura yang padat pada 10 Maret 1965. Atas jasa-jasa beliau Pemerintah Kabupaten Purbalingga mendirikan Taman Usman Janatin, ini salah satu taman yang dibuat sebagai tanda kehormatan bagi Pahlawan Usman Janatin. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta (http://www.pahlawanindonesia.com/biografi-pahlawan-usman-janatin/).
Berikut ini riwayat hidup Usman Janatin yang penulis dapatkan dari musium Usman Janatin:
Nama                         : Djanatin alias Oesman bin H. Moch. Ali
Pangkat                     : SERSAN KKO. Anumerta Nrp. 23352
Bangsa/Agama            : Indonesia/Islam
Tempat/tgl. Lahir        : Purbalingga/Banjumas, tgl. 18-3-1943
Putra dari                   : H. Moch. Ali
Kawin/Nama istri         : Belum kawin

Pendidikan umum        :
1.    S.R Tamat
2.    SMP Tamat
Karier dalam angkatan laut:
1.    Kepangkatan
a.    Tgl. 1-6-1962, Prako III
b.    Tgl. 1-3-1963, Prako II
c.    Tgl. 1-4-1965, Prako I
d.    Tgl. 1-3-1968, Kopko
e.    Tgl. 1-10-1968, Srd. KKO
f.     Tgl. 17-10-1968, Sra. KKO. Anumerta
2.    Jabatan-jabatan
a.    Tgl. 1-6-1962 Jon III KKO. AL.
b.    Ops. “A”/G-I/KOTI. Team Brahma I berdasarkan :
1)   SP.KKO. No. 05/SP/PMS/KKO/64. tgl. 27-8-1964.
2)   SPD KOTI No. 288/KOTI/64. Tgl 27-8-1964.
3.    Tanda-tanda jasa yang dimiliki
a.    Satya Lantjana Trikora
b.    Satya Lantjana Dwikora
c.    Satya Lantjana Bhakti

B.   Masa Perjuangan Usman Janatin
Sejarah Pahlawan Serda KKO Usman bin H. Ali tidak bisa dipisahkan dengan diumumkannya Dwi Komando Rakyat atau DWIKORA Pada tanggal 3 Mei 1964. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 95 tahun 1964 tentang pengerahan para Sukarelawan Indonesia dalam rangka pengganyangan dan penghancuran proyek neo – Kolonialisme “Malaysia“, pada masa itu banyak para sukarelawan yang diberangkatkan ke Daerah Persiapan di Kepulauan Riau dan Kalimantan.
TNI Angkatan Laut selain mengirimkan Brigade Pendarat Korps Komando juga mengirimkan sukarelawan terdiri dari anggota militer maupun pegawai negeri dan karyawan sipil. Diantara para sukarelawan terdapat KKO yakni Kopral KKO Usman bin Haji Mochamad Ali yang diberangkatkan dan bertugas di Daerah Kepulauan Riau sebagai Pejuang prajurit. Dengan menggunakan kapal Meriam ( gunboat ) Kopral KKO Usman dan kawan-kawan langsung menuju ke Pulau Sambu untuk mengabungkan diri dengan Sukarelawan lainnya dalam Tim Brahma I dibawah pimpinan Kapten KKO Paulus Subekti. Di Pulau Sambu Usman alias janatin bin H. Moch. Ali berjumpa dengan Harun alias Tohir bin Said dan seorang sukarelawan lainnya bernama Gani bin Aroeb yang untuk selanjutnya di tempatkan di Pulau Layang guna menyiapkan diri melaksanakan tugas. Pada tanggal 9 Maret 1965 mereka mendapat tugas menyusup di Singapura untuk melaksanakan sabotase terhadap instalasi pemerintah.
Pada pertengahan malam disaat kota Singapura mulai berangsur-angsur sepi mereka bertiga sesuai dengan rencana pada sore harinya mulai menyusuri Orchard Road, dimana terletak Hotel Mac Donald yang diantara penghuninya terdapat Perwira, swasta Inggris maupun warga asing lainnya. Untuk beberapa saat lamanya Usman dan rekannya belum berhasil melaksanakan tugas, sebab situasi sekitar Hotel Mac Donald belum memungkinkan karena masih ramai, namun demikian akhirnya Usman dan dua anggota KKO lainnya berhasil juga meletakkan bom di gedung tersebut. Hasil gemilang Usman dan dua sukarelawan Indonesia tersebut, hanya dengan bahan peledak 12,5 kg telah berhasil menghancurkan apartemen (flat) Hotel Mac Donald di Orchard Road. Ledakan bom menimbulkan kerusakan berat pada dua puluh buah toko disekitar hotel tersebut, menghancurkan dua puluh empat buah kendaraan / mobil, disamping enam orang meninggal dan tiga puluh lima orang mengalami luka berat dan ringan.
Dengan hasil yang gemilang ini, Usman kembali ke suatu tempat yang ditentukan sebelumnya dan pada hari yang cerah tanggal 11 Maret 1965, Usman beragabung kembali bersama dua rekannya dengan diawali jabat tangan yang mesra sebagai tanda rasa puas hasil gemilang. Mereka merundingkan kembali upaya melaksanakan tugas berikutnya menghancurkan suatu apartemen yang letaknya tidak jauh dari hotel tersebut. Mengingat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, akhirnya Usman dan dua rekannya sepakat untuk kembali ke induk pasukan di Pulau Sambu, tetapi ternyata semua jalan sudah dijaga ketat oleh alat keamanan Singapura, demikian pula perairan selat Singapura yang terletak anatara Pulau Sambu dan  Singapura (Singapura Naval Police).
Oleh karena situasi yang sulit dan tidak memungkinkan untuk keluar bersama, Usman sepakat untuk mencari jalan sendiri-sendiri dan salah seorang yang terlebih dahulu sampai di Pulau Sambu dan berhasil menghadap Komandan, harus segera melaporkan hasil yang telah dicapai di Singapura. Salah seorang anggota KKO yang bernama Gani setuju dan langsung memisahkan diri tetapi Janatin selaku Komandan tidak mau berpisah dengan Tohir, karena Janatin sendiri belum begitu hafal akan seluk beluk Singapura, sedangkan bagi Tohir pelosok Singapura boleh dikatakan sudah seperti kampung halamannya sendiri.
Pada hari itu juga Usman bersama Tohir dan Gani memisahkan diri. Tetapi dalam perjalanan Janatin dan Tohir berjalan berjauhan untuk menghindari kecurigaan petugas keamanan Singapura, sedangkan Gani sudah hilang entah kemana. Setelah usaha menerobos daerah pantai di mana mereka dulu mendarat tidak berhasil, maka Janatin mencari jalan melalui Pelabuhan Singapura, tetapi ternyata jalan inipun tidak semudah yang diperkirakan. Pemeriksaan tetap dilakukan dengan ketat, setiap orang yang keluar masuk di periksa dengan teliti, Usman dan Tohir yang sudah mendapatkan latihan dibidang intelejen dan berkat pengalamannya berhasil masuk kedalam pelabuhan dengan menunjukkan kartu anggota PRM Singapura dan menyamar sebagai anak kapal dagang yang kebetulan sedang singgah di Pelabuhan Singapura.
Akhirnya Usman berhasil naik ke kapal dagang “Begama“ yang merencanakan akan berlayar menuju Bangkok, dengan menyamar sebagai pelayan dapur. Sampai 12 Maret 1965 malam Usman dan Tohir dengan aman bersembunyi dalam kapal tersebut, akan tetapi pada malam itu pemilik kapal “Begama“ bernama Kie Hok mengusir Janatin dan Tohir keluar kapal, padahal ia tahu bahwa kedua orang pemuda Indonesia itu adalah anggota KKO AL. Dengan alasan takut diketahui oleh petugas Singapura yang dapat mengakibatkan kapalnya ditahan, ia tetap berkeras hati mengusir Usman dan rekannya. Akhirnya pada pagi hari Usman dan rekannya keluar dari persembunyian dan mereka berusaha mencari tempat lain tetapi tidak berhasil.
Ketika sedang mencari-cari tempat persembunyian, tiba-tiba terlihat perahu bermotor yang dikemudikan oleh seorang Cina dan dengan keberanian yang luar biasa Usman berhasil merebut perahu bermotor tersebut dan menggunakannya untuk menyebrang menuju ke Pulau Sambu. Dalam pelayaran yang penuh ketegangan Usman dan rekannya bernasib malang karena sebelum berhasil menyebrangi perairan perbatasan Indonesia – Singapura, mesin perahu motor itu mengalami gangguan dan mogok. Akhirnya pada jam 09.00 pagi tanggal 13 Maret 1965 mereka tertangkap oleh Polisi Peronda Laut Perairan Singapura dan dibawa langsung ke Singapura.
Usman yang telah berhasil melaksanakan tugas dengan baik dalam mengabdikan diri kepada Negara akhirnya ditahan di Penjara Changi. Usman diajukan ke Pengadilan dan melalui proses yang dimulai tanggal 4 Oktober 1965 sampai dengan 20 Oktober 1965, Usman dijatuhi hukuman pidana mati oleh High Court Singapura atas dasar Section 302 Penal Code Chapter XVI. Di dalam proses peradilan itu Pemerintah Indonesia telah menyediakan empat orang pembela yaitu Mr. Braga dari Singapura, Noel Benjamin dari Malaysia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, SH dari Indonesia dan Letkol Laut (KH) Gani Djemat, SH Atasan Angkatan Laut R.I. di Singapura.
Usman dan rekannya sebagai terpidana, terhadap putusan Hakim tersebut mengajukan permintaan banding kepada Federal Court Of Malaysia Kuala Lumpur dan pada tanggal 5 Oktober 1966 Federal Court tersebut mengeluarkan putusan  sebagai berikut :
1.  Menolak permintaan banding Usman dan rekannya
2.  Menguatkan putusan dan hukuman yang telah dijatuhkan oleh High Court Singapura.
Atas putusan Federal Court terpidana tersebut mengajukan permohonan kasasi kepada Privy Cauncil di London dan Badan Pengadilan pada tanggal 21 Mei 1968 mengeluarkan putusan menolak permohonan kasasi itu. Pada tanggal 22 Mei 1968 Menteri Luar Negeri Adam Malik mengajukan surat kepada Menteri Luar Negeri Singapura S. Rajaratnam untuk memohon Klemensi bagi Usman dan rekannya yang menjadi terpidana tersebut. Demikian pula pada tanggal 1 Oktober 1968, Presiden Soeharto mengutus Brigjen TNI Tjokro Pranolo, Sekretaris Militer menyampaikan surat kepada Presiden Singapura Yusuf bin Ishak dan Perdana Menteri Lee Kuan Yew dengan maksud sama. Pada tanggal 9 Oktober 1968 permintaan Bapak Menteri Luar Negari demikian pula dengan permintaan Bapak Presiden itu ditolak.
Setelah Usman mengetahui semua usaha tidak berhasil, Usman meminta agar jenazahnya dibawa kembali dan di makamkan di Tanah air. Permohonannya yang disetujui oleh Presiden dan Panglima Tertinggi ABRI disampaikan kepada Usman dan rekannya oleh utusan Presiden Brigjen TNI Tjokro Pranolo disertai Atasan Pertahanan Letkol Laut KH. Gani Djemat, SH. Pada pertemuan tersebut sehari sebelum hukuman dilaksanakan Usman dan rekannya telah mencukur rambutnya pendek dan meminta untuk disampaikan ucapan “Terima kasih kepada Presiden dan Panglima Tertinggi ABRI atas perhatian dan usaha yang telah dilakukannya“, mereka telah siap mati demi Kejayaan Bangsa, Negara, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Korps Komando khususnya.
Pada tanggal 17 Oktober 1968 pagi hari menjelang waktu yang ditetapkan Usman sebagai anggota KKO AL dengan sikap seorang prajurit pejuang dan pejuang prajurit sejati, berjalan dengan langkah tegap menuju ke tiang gantung tanpa mau ditutup kedua matanya guna melaksanakan hukumannya, dengan disaksikan dokter dan petugas pelaksana penjara Changi. Pada pukul 06.00 waktu setempat Usman dan rekannya anggota KKO AL, telah gugur ditiang gantungan Penjara Changi dan beberapa saat kemudian setelah diberitahu bahwa hukuman telah dilaksanakan, Atasan Pertahanan Letkol Laut KH. Gani Djemat, SH datang kepenjara Changi untuk menyaksikan dan menerima jenazah Usman dan rekannya yang telah menjadi Pahlwan bangsa.
Pada hari itu juga jenazah Usman anggota KKO AL dijemput oleh tim penjemput ABRI diantaranya Kapten KKO Subiyantoro untuk dibawa kembali ke Tanah air dengan pesawat C-130 TNI-AU. Setibanya di lapangan udara Kemayoran diadakanlah penerimaan jenazah pahlawan dengan Inspektur Upacara Menteri Panglima AL Laksamana TNI Moeljadi, untuk disemayamkan di Aula Departemen Hankam Markas Besar ABRI, untuk selanjutnya keesokan harinya di makamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata dengan upacara kebesaran. Berbagai pernyataan keras dan ucapan simpati atas peristiwa penggantungan Usman sebagai anggota KKO AL terus mengalir dan Pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 050/TK/1968 tertanggal 17 Oktober 1968 telah memberikan kenaikan pangkat satu tingkat atau mengangkat Serda KKO (Anm) Usman dan Kopral KKO (Anm) Harun sebagai Pahlawan Nasional (Yayasan Sosial “Usman Harun” ).
C.   Pengaruh Usman Janatin Dalam Pembentukan Karakter Bangsa
Setap bangsa pasti membutuhkan sosok pahlawan (Adam, 2008: xxiv). Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai perjuangan para pahlawan bangsa. Kata ini dilontarkan untuk mengajak bangsa kita menghormati jasa pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Namun apa daya virus- virus perusak kedaulatan, kemandirian serta kepribadian bangsa dan negara mewabah di negeri kita. Kebudayaan dan tradisi bangsa diklaim bangsa lain, lapisan masyarakat yang tinggi hingga kebawah pun telah merasakan kenikmatan korupsi, kemiskinan menjamur di beberapa daerah, generasi muda yang tidak tahu arah menuju bangsa yang makmur. Padahal para pejuang bangsa telah mengorbankan jiwa raga untuk memuliakan bangsa ini.
Jika kita memahami perjuangan para pahlawan itu memiliki semangat dan keberanian yang tinggi. Mereka mau mengambil segala resiko untuk mendapatkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. Tetapi pada era sekarang ini banyak sekali generasi muda kita yang sudah merusak bangsa ini. Banyak sekali dari mereka yang terjerumus dalam bingar-bingar kehidupan era modern saat ini. Para generasi muda adalah aspek penting dalam pembangunan bangsa, karena masa depan bangsa ada pada diri generasi muda. Merekalah yang akan menjadi penerus dari para Pahlwan terdahulunya. Dalam diri Pahlawan Serda KKO Usman Janatin mengalir rasa Nasionalisme dan Patriotisme yang tinggi. Usman Jantin harus kehilangan nyawanya diusia muda demi membela bangsa ini. Hal ini seharusnya dapat di jadikan pelecut semangat bagi generasi muda kita saat ini.
Para generasi muda saat ini harus mencontoh seorang pemuda yang mau mati demi kejayaan bangsa dan negaranya. Serda KKO Usman Janatin berjuang untuk bangsa ini dengan bermodalkan rasa Nasionalisme dan Patriotisme yang membumbung tinggi. Maka dari itu rasa Nasionalisme dan Patriotisme adalah sebagai dasar bagi para generasi muda saat ini untuk membawa bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik. Ketika di dalam hati mereka sudah tertanam rasa Nasionalisme dan Patriotisme yang kuat maka bangsa tersebut akan lebih maju dari bangsa lain. Karena rasa Nasonalisme dan Patriotisme pada zaman sekarang dapat dijadikan sebagai modal untuk mempertahankan kedaulatan negaranya selain itu juga dapat di jadikan sebagai pemersatu bangsa ini.
 
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A.   Simpulan
Kisah Usman Janatin menjadikan generasi muda bias berfikir bahwa, untuk membela bangsa dan negara apapun rela dikorbankan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.    Usman Janatin adalah salah satu anggota KKO AL yang menjadi Pahlawan bagi bangsa ini.
2.    Perjuangan dan pengorbanan Usman Janatin dalam Konfrontasi Indonesia – Malaysia telah membangkitkan semangat rakya Indonesia.
3.    Rasa Nasionalisme dan Patriotisme dalam diri Usman Janatin dapat di jadikan pedoman dalam membentuk karakter bangsa.
B.   Saran
Dari simpulan diatas, maka peneliti memberikan saran yaitu:
1.    Pemerintah seharusnya lebih memikirkan kualitas Nasionalisme dan Patriotisme dalam generasi penerus bangsa.
2.    Pengetahuan tentang perjuangan bangsa seharusnya lebih ditingkatkan supaya cerita zaman dahulu itu tidak luntur di telan zaman.
3.    Perkembangan globalisasi harusnya tidak menyeret kita untuk meninggalkan identitas dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
4.    Generasi muda seharusnya mempunyai landasan rasa Nasionalisme dan Patriotisme untuk membentuk karakter yang sesuai perkembangan zaman.