Wednesday, July 29, 2015

Asal Usul Nama Desa Sinduraja

Balai Desa Sinduraja (dokrpi)
arifsae.com - Desa Sinduraja merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga. Desa Sinduraja memiliki 4 wilayah yang di bagi menjadi dusun 1, 2, 3, dan 4. Desa Sinduraja sekarang dipimpin oleh kepala desa yang bernama Suwitno (2016). Sinduraja memiliki banyak tempat yang diberi nama masing-masing yang berbeda yaitu Gambiran, Kepetek, Tangkil, Lurung, Karang Randu, Patrol, Jagalan, Kesesi, Bangkong Reang, Kecepit, Sigong, Rawakele, Bintaro, Sinduraja dan lain sebagainya. Desa Sinduraja memiliki banyak keunikan dan tempat-tempat keramat lainnya seperti Kuburan Kecepit dan Kuburan Sigong adapula Sumur Bandung, Jembatan Landa, Punden Keramat.

Di Desa Sinduraja ini juga terkenal dengan keseniannya yang sudah terkenal, yaitu kesenian Kuda Kepang atau yang sering di kenal sebagai ebeg. Dalam hal ini saya sebenarnya tidak tau tentang asal usul dari Desa saya sendiri karena memang dari kecil tidak mendengar asal usul yang jelas. Akhirnya saya memutuskan untuk bertanya kepada yang lebih tua. 

Alhasil Mbah Tarno lah yang saya wawancarai dan menjadi sumber artikel. Untuk lebih jelas tentang asal usul Desa Sinduraja saya juga menanyakan nya kepada pegawai Desa Sinduraja. Saya mendapat banyak ilmu dan cerita tentang asal usul Desa Sinduraja dari Sekertaris desa yang bernama Bu Laela Nur Khasanah. Mbah Tarno dan Bu Laela Nur Khasanah sebagai sumber saya tersebut adalah mbah dan ibu saya sendiri.

Asal mula Desa Sinduraja (konon katanya) di mulai dengan kisah Raden Sindu. Raden  Sindu yaitu Patih di Kerajaan Majapahit. Raden Sindu itu patih yang sudah dipercaya oleh Raja Majapahit dan bahkan sudah menjadi tangan kanan Raja Majapahit.

Raja Majapahit mempunyai putri yang sangat cantik jelita. Banyak yang suka kepada putri raja tersebut, tetapi belum ada yang bisa menjadikan putri raja itu sebagai istrinya.

Tidak terkecuali Raden Sindu. Raden Sindu juga sangat suka kepada putri raja tersebut, tetapi Raja Majapahit tidak setuju kalau putrinya disukai oleh Raden Sindu. Raden Sindu di anggap tidak sopan dan terlalu berani  kepada Raja sehingga Raden Sindu diberhentikan dari jabatannya.

Karena tidak disetujui untuk menyukai putri raja dan karena diberhentikan dari jabatannya, Raden Sindu marah dan merasa dendam kepada Raja Majapahit. Sehingga Raden Sindu berniat untuk menculik putri raja itu dan dipaksa pergi  jauh ke hutan yang tidak ada penghuninya. Dan malamnya Raden Sindu datang ke Kerajaan Majapahit untuk melaksanakan niatnya menculik putri raja itu.

Sesudah sampai di hutan itu, Raden Sindu mengetahui bahwa Raja Majapahit sudah mengutus pasukannya untuk mencari putrinya dan juga Raden Sindu. Kemudian Raden Sindu mengganti namanya menjadi Sinduraja supaya tidak diketahui oleh pasukan Majapahit. Sayangnya Raden Sindu tidak mempunyai umur panjang, belum lama di hutan tersebut Raden Sindu meninggal dunia. Sebelum meninggal, Raden Sindu mempunyai wasiat jika dia meninggal dunia hutan tersebut diberi nama Sinduraja, dan Raden Sindu dimakamkan di Punden di hutan tersebut.

Sesudah Raden Sindu meninggal hutan tersebut diberi nama Sinduraja dan Punden itu diberi nama Punden Sinduraja sampai dengan sekarang. Dan sebagian masyarakat di desa Sinduraja percaya jika di Punden tersebut kita dapat meminta apapun yang kita inginkan.

Sumber Referensi:
Wawancara dengan Sekertaris desa yang bernama Bu Laela Nur Khasanah. Mbah Tarno dan Bu Laela Nur Khasanah.

Penulis Titan Galih 

UNTUK MEMBELI BUKU ASAL USUL 80 NAMA DESA PURBALINGGA DISINI

Tuesday, July 28, 2015

Asal Nama Desa Patemon

Tugu Desa Patemon
arifsae.com - Desa Patemon adalah desa yang berada di Kecamatan Bojongsari dan merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kaupaten Purbalingga. Bojongsari merupakan hasil pemecahan administrasi dari kecamatan Kutasari yang bedasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992, secara geografis merupakan daerah daratan dan pegunungan dengan ketinggian +105 dpl.

Mempunyai batas wilayah sebelah Selatan dengan Kecamatan Purbalingga, sebelah Utara dengan Kecamatan Mrebet, sebelah Timur dengan Desa Slinga, Kecamatan Kaligondang, dan sebelah Barat dengan Kecamatan Kutasari. Desa Patemon sendiri merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Bojongsari. Terletak di Utara dari pusat Kabupaten Purbalingga, kurang lebihnya 5 km.

Desa Patemon adalah desa yang terletak di Timur setelah Kecamatan Bojongsari. Letak Kecamatan Bojongsari tersebut adalah persis di depan lapangan Bojongsari  dimana lapangannya terletak persis di sebelahnya adalah pasar bojongsari atau yang disebut Pasar Kutabaru. Bojongsari sendiri juga memiliki Obyek Wisata Bojongsari atau biasa disebut dengan OWABONG dan memiliki rumah makan yang disebut dengan Bale Apoeng. Maka dari itu Desa Patemon juga dekat dengan tempat wisata tersebut. Desa Patemona inilah yang akan kita ulas tentang asal usul namanya.

Patemon adalah berasal dari kata “TEMON” yang artinya pertemuan. Maka dari itu Desa Patemon adalah desa pertemuan, yang konon katanya dahulu Desa Patemon adalah sebagai desa pertemuan antara orang-orang Belanda dengan orang-orang atau prajurit dari Indonesia. Desa Patemon adalah desa yang memiliki banyak dusun dan desa-desa kecil diantaranya adalah Karangpule, Rawabadak, Menganti, Dukuhlor (Utara), Dusun Karangpakel, dan Dukuhkidul.

Dusun-dusun itu mempunyai cerita sejarah sendiri, dimulai dari Karangpule, adalah suatu dusun yang pertama kali kita masuki saat kita bekunjung ke Desa Patemon. Dusun Karangpule juga merupakan dusun yang terdekat dengan pusat Kecamatan Bojongsari. Kemudian dusun Rawabadak, adalah dusun yang berada setelah Dusun Karangpule. Rawabadak berasal dari kata “Rawa” dan “Badak” yang artinya genangan yang terdapat banyak badak. Dahulu desa kecil itu banyak di huni badak-badak yang kemudian dari tahun ke tahun di rubah menjadi desa.

Keumudian Dusun Menganti, adalah merupakan dusun yang bersebrangan dengan Dusun Rawabadak. Menganti ada atau berdiri karena dahulu kala berasal dari nama Kiai yaitu Kiai Menganti yang dahulunya bertempat tinggal di desa kecil itu. Namun setelah beliau wafat, maka Desa kecil itu disebut Desa Menganti. DukuLor, artinya dusun disebelah lor (utara). Letak Dukulor memang berada di Utara Desa Patemon dan terletak di sebrang sugai. Dusun ini adalah dusun yang sangat kecil yang kebanyakan berasal dari satu keluarga yang mendiaminya.

Karangpakel, adalah dusun yang berada sebelum Dusun Dukuhkidul. Dusun Karangpakel adalah dusun yang paling kecil dan di sini banyak terdapat tanah liat. Terakhir adalah Dukukidul, merupakan kebalikan dari Dukulor. Dukukidul adalah dusun yang berada di sebelah kidul. Dusun Dukuhkidul ini dusun yang paling terakhir. Terletak juga sebelum Desa Banjaran.

Penduduk desa patemon sebagian besar beragama Islam. Di Desa Patemon sendiri tidak ada kebudayaan yang menjadi ciri khas. Desa patemon juga tidak memiliki larangan apapun dalam segala hal baik dari kebudayaan ataupun yang lainnya. Mata pencaharian masyarakat Desa Patemon adalah mayoritas petani maka dari itu hasil alam yang di hasilkan dari Desa Patemon adalah Padi, Jagung, Singkong yang kebanyakan merupakan bahan makanan pokok, namun ada juga mata pencaharianya menjadi karyawan PT, pegawai negeri, guru, dokter dan lain sebagainya.

Sumber Referensi:
Wawancara dengan Mbah Siras, pada tanggal 10 Oktober 2016.
http://kejobongkec.blogspot.co.id/2011/12/profil-kecamatan-bojongsari.html., diakses tanggal 15 Oktober 2016.
Penulis Azza Ulfah R



Friday, July 24, 2015

Sejarah Nama Kaligondang dan Sekitarnya

Balai Desa Kaligondang

arifsae.com - Kaligondang merupakan sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan Kaligondang mencakup beberapa desa yaitu, Desa Tejasari, Desa Cilapar, Desa Penolih, Desa Sinduraja, Desa Selanegara, Desa Kaligondang, Desa Brecek, Desa Sempor Lor, Desa Kembaran Wetan, Desa Selakambang, Desa Penaruban, Desa Kalikajar, Desa Slinga, Desa Arenan, Desa Sidanegara, Desa Pagerandong, Desa Lamongan dan Desa Sidareja. Desa Kaligondang berbatasan dengan Desa Cilapar, Desa Selanegara, Desa Brecek  dan Desa Kembaran.

Desa Kaligondang memiliki wilayah yang luas dengan jumlah kepala keluarga yang cukup banyak. Dan untuk menunjang kehidupan masyarakat Desa Kaligondang, dibangunlah prasarana sekolah-sekolah yang terdiri atas SD Negeri 1 Kaligondang, SD Negeri 2 Kaligondang, MIM (Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah) Kaligondang, SMP Muhammadiyah 06 Kaligondang, SMP Negeri 1 Kaligondang, SMP Negeri 2 Kaligondang, dan SMK Negeri 1 Kaligondang. Selain sekolah-sekolah juga terdapat Puskesmas, Polsek, Pasar  Kaligondang, SPBU, serta Poliklinik Kesehatan Desa.

Kebanyakan agama yang dianut semua warga Desa Kaligondang adalah agama Islam yang  beraliran Muhammadiyah. Sehingga, berbeda dengan desa sebelah yang menganut agama Islam beraliran NU (Nadiyatul’ Ulama), tetapi itu semua tidak menimbulkan masalah bagi warga masyarakat Desa Kaligondang, karena semua hubungan kekerabatan tetap berjalan harmonis. Warga masyarakat Desa Kaligondang banyak yang bermata pencaharian sebagai petani, karena Desa Kaligondang memiliki wilayah persawahan yang cukup luas serta kebun-kebun luas yang masih cukup rimbun.

Berkaitan dengan asal mula nama Kaligondang terbagi menjadi 2 versi, tetapi versi itu masih saling berkaitan. Versi pertama yaitu Perang Diponegoro (Perang Jawa/Perang Terbesar) yang sangat luas pengaruhnya di Jawa Tengah,termasuk pula daerah Purbalingga. Perang melawan koloni Belanda di Kaligondang dipimpin oleh Adipati Sulanjari yang terjadi sekitar pada tahun 1826. Perang yang dilakukan oleh Adipati Sulanjari menggunakan strategi perang gerilya yang dilengkapi dengan senjata tradisional. Perang yang dipimpin oleh Adipati Sulanjari menjadi terdesak karena ketidaknyamanan Belanda akibat tentara pribumi menyebabkan tentara pribumi yang tertangkap kemanapun larinya akan dikejar.

Perang yang sengit melawan Belanda di desa Kaligondang yang dipimpin oleh Adipati Sulanjari banyak memakan korban di pihaknya. Saat tentara Adipati Sulanjari dikejar oleh Belanda yang berlari ke arah selatan dan banyak tentara Adipati Sulanjari yang terjatuh kedalam sungai kecil (Jawa=Kali) dan dapat ditangkap oleh Belanda. Seorang tentara Adipati Suanjari tertangkap dan mati terbunuh oleh Belanda karena ditusuk leher bagian depan (Jawa=Gondang)  yang dimana peristiwa itu membawa sejarah Kaligondang . Tempat terjadinya peristiwa tersebut diabadikan oleh masyarakat menjadi Kaligondang yang didalamnya terdapat makna tersirat tentara Adipati Sulanjari yang banyak terjatuh kesungai kecil dan terbunuh oleh Belanda dengan ditusuk leher bagian depan hingga meninggal, sehingga menjadi satu kesimpulan yaitu ‘Kaligondang’.

Tentara Adipati Sulanjari  yang telah ditusuk setengah sekarat itu berlari tunnggang langgang ke arah barat dengan darah bercucuran  /bercak-bercak yang melewati sebuah dusun sehingga dusun tersebut dinanakan ‘Brecek’. Dan terus berlari ke arah barat dan sampai di suatu pedukuhan dengan darah yang sudah mengalir deras (Jawa=Mlopor-mlopor) lalu daerah tersebut dibamakan ‘Sempor’ dan akhirnya tentara itu lari ke sungai Klawing dan gugur.

Versi yang kedua yaitu menurut mbah Tareja. Perang Biting yang terjadi di desa Kaligondang, Selanegara, Selakambang dan Cilapar yang masih berhubungan dengan Perang Diponegoro melawan koloni Belanda. Perang terjadi semasa Raden Tumenggung Bratasudira menjabat sebagai bupati Purbalingga ke 3.
Kabupaten Purbalingga pada masa itu berada di bawah pemerintahan Surakarta. Dalam perang melawan koloni Belanda itu, seluruh kabupaten Purbalingga dipimpin oleh Raden Tarumakusuma (adik Raden Tumenggung Bratasudira) dan dibantu oleh Adipati Sulanjari/Adipati Lanjar, Adipati Cakranegara, Adipati Panolih, Adipati Alang-Alang Bundel, Adipati Karanglewas, Orang Cina (Tho A Tjan dam Gan Tiong Sun/Gentong Lontong).

Sungai Lebak menjadi garis batas, pihak Belanda disebelah Barat dan lawannya disebelah Timur. Perang melawan Koloni Belanda ini terjadi secara semrawut dan mati-matian. Dan dalam perang gerilya disebuah pertigaan kedua belah pihak berperang secara membabi buta tak kenal lawan dan kawan. Tempat dimana pertempuran itu terjadi dinamakan dengan ‘Gembrungan’.

Adipati Lanjar melarikan diri karena Belanda yang semakin menekan pasukannya. Ikat pinggang (Jawa=Sabuk) yang dipakai Adipati Lanjar terjatuh disuatu tempat yang menanjak/tanjakandan Adipati Lanjar jatuh tersungkur ke sebuah sungai hingga meninggal. Dan tempat dimana Adipati Lanjar  hilang dinamakan ‘Sabuk’ serta sungai dimana Adipati Lanjar jatuh dan meninggal disebut ‘Kali Sumpet’

Perang masih terjadi. Pasukan koloni Belanda makin menggencet keberadaan Pasukan Adipati Lanjar setelah kematiannya. Mereka akan menangkap siapapun pasukan Adipati Lanjar dan akan dikejar sampai kemanapun larinya. Dan pada suatu ketika ada seorang  pasukan Adipati Lanjar yag tertangkap oleh Koloni Belanda. Mereka mengejar seorang pasukan Adipati Lanjar itu hingga disuatu tempat ia tertangkap dan dibunuh karena memberontak dengan cara ditusuk leher bagian depannya (Jawa=Gondang) menggunakan pisau dan kemudian kemudian Belanda mengabaikannya karena menganggap sudah mati. Tetapi, ia kemudian lari tuggang langgang dalam keadaanya setengah sekarat untuk memberitahukan kepada Bupati dan akhirnya ia jatuh dan meninggal disebuah sungai (Jawa=Kali). Sehingga peristiwa itu membuat suatu kesimpulan ‘Kaligondang’ yang menjadi sejarah nama desa Kaligondang.

Sumber :
Wawancara dengan mbah Tareja (82th) , tanggal 02 Oktober 2016
http://tyo-27.blogspot.co.id/2010/12/sejarah-desa-kaligondang.html?m=1   diakses pada tanggal 17 September 2016.

Thursday, July 16, 2015

Asal Nama Desa Penaruban

Balai Desa Penaruban

arifsae.com - Desa Penaruban terletak di Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah. Zaman dahulu menurut cerita nama Penaruban berasal dari kebiasaan masyarakat desa membunyikan musik Taruban atau lebih dikenal dengan gamelan,  karena dulunya Penaruban merupakan sebuah kerajaan yang mementingkan kebudayaan. Dan mungkin nama Penaruban diambil dari kebiasaan masyarakat yang memainkan musik taruban.

Pendapat lain tentang asal nama Desa Penaruban menurut orang jaman dulu yaitu ada 3 orang yang asalnya dari sebuah kerjaan di Purworejo Bagelan yang bernama Indrawati,Indra Wijaya Kesuma,dan Dronansari yang memiliki sebuah pusaka berbentuk seperti Gong.Ketiga orang itu senang senang sekali tarian Nayuban yang diiringi suara gong. Semakin lama tarian Nayuban semakin terkenal dan banyak yang menari tarian tersebut dan juga benyak orang-orang yang datang dari daerah lain untuk melihat tarian tersebut. Saking pesatnya perkembangan tarian Nayuban dan gong tersebut,maka sering dipentaskan dan diperebutkan. Tapi dengan adu kekuatan dan kesaktian antara peserta tari.Ternyata 3 orang tersebut sangat kuat sehingga 3 orang tersebut sering jadi pemenang di tari Nayuban dan Ujungan.

Suatu hari ketika mereka sedang bertarung,tiba-tiba kerajaan mereka diserang oleh kerajaan lain yang sedang melakukan perluasan wilayah dan karena berita kesaktian gong. Mereka menginginkan kerajaan tersebut sekaligus pusaka andalannya.Ketika kerajaan tersebut diserang, raja memberi perintah kepada salah satu prajurit supaya membawa pusaka gong tersebut untuk dibawa keluar kerajaan agar tidak direbut oleh kerajaan yang dipimpin oleh Raja yang jahat,serakah dan durjana yang menginginkannya. Prajurit utusan tersebut keluar dari kerajaan dengan bersembunyi  agar tidak tertangkap oleh prajurit musuh. Setelah berhasil keluar dari kerajaan,prajurit tersebut pergi ke sebuah tempat yang tertutup pepohonan atau dalam Bahasa Jawa disebut rungkub katarub.Setelah dirasa aman dan cukup untuk ditinggali,prajurit utusan raja tersebut menetap untuk sementara waktu di gubuk tersebut.

Selang beberapa hari tinggal di gubuk itu,prajurit tersebut ingin mengetahui kondisi terahir dari kerajaannya,untuk menjaga agar pusaka gong itu tetap aman dia sengaja meninggalkannya di gubuk tempat tinggalnya,dia yakin pusaka itu akan tetap aman meskipun ia tinggalkan,karena kesaktian yang dimilkipusaka gong andalan kerajaan tersebut. Ia meninggalkannya di sebuah lubang rahasia di bawah tanah yang ia buat sendiri. Setelah yakin pusakanya aman,pajurit tersebut meninggalkan hutan unuk menuju kembali ke kerajaannya. Selang beberapa jam perjalanan, ia sampai di kerajaannya seperti yang ia duga keadaan kerajaannya. Lalu setelah melihat kondisi kerajaannya, ia lalu menamakan sebagai Kerajaan Penaruban. Begitulah cerita dari sumber penulis.

Desa Penaruban dibagi menjadi 3 Dusun yaitu, Dusun Penaruban, Dusun Merden dan Dusun Bongok, 3 Dusun tersebut memiliki sejarah masing masing, namun Dusun Penaruban memiliki sejarah yang sama dengan terbentuknya nama Desa Penaruban. Dusun Merden, dulunya merupakan termasuk kedalam kerajaan, yang merupakan tempat para raja/raden. Dulunya terkenal dengan Gamelan yang sampai sekarang masih sering terdengar namun bukan manusia yang memaikannya, Gamelan itu sering berbunyi pada tengah malam. Nama Merden, karena dulunya sebagai tempat para raden/raja mendengarkan alat musik Gamelan. Dusun Bongok, dulunya pada era diplomasi masyarakat Desa Penaruban secara diam diam / longok-longok dalam bahasa Jawa, karena dulunya belum diperbolehkan untuk mendengarkan rundingan diplomasi.

Sumber Referensi:
Wawancara Ibu Mutirah dan Ibu Hadmini, pada tanggal 20 Oktober 2016.