Monday, March 28, 2016

Sejarah Masjid Sayid Kuning


Dalam naskah Babad Onje nama Sayyid Kuning tidak disebut, yang disebut adalah sebuah nama Ngabdulah Syarif yang berasal dari Timur Tengah dia bertemu dengan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) di Cirebon dan ditugaskan untuk melakukan Islamisasi di Purwokerto tepatnya di desa Karangluas bersamaan dengan Syekh Madum Wali dan Syekh Madum Umar. Syekh Madum wali mempunyai Pondok Pesantren dan Ngabdulah Syarif diperbantukan untuk mengajar di pesantren tersebut. Karena di tanah Onje belum ada yang mendalami ilmu agama, sewaktu Adipati Onje II yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Syekh Madum Umar yang merupakan mertua dari Adipati Onje II yang mempunyai istri Keling Wati dan merupakan anak dari Syekh Madum Umar, setelah mengetahui ada pemuda mengajar mengaji di pondok tersebut maka diambilah ia sebagai Imam sekaligus dinikahkan dengan anak wanitanya yang bernama Kuning Wati dan Ngabdulah Syarif menetap di Onje setelah Ngabdulah Syarif menjadi penghulu ia akrab dipanggil Raden Sayyid Kuning.
Untuk membandingkan sejarah yang sebenarnya berdirinya Masjid Sayyid Kuning, perlu dikemukakan tentang legenda masjid Raden Sayyid Kuning. Legenda yang berkenaan dengan masjid Raden Sayyid Kuning merupakan suatu keunikan tersendiri bagi setiap bangunan yang bersifat sakral. Legenda-legenda tersebut kecuali mengandung nilai filosofis yang tinggi, juga dapat dicari nilai-nilai sejarah yang ada di dalamnya. Legenda tentang masjid Raden Sayyid Kuning, meskipun semua tidak berkenaan dengan sunan, namun dalam hal ini sunan menduduki tempat yang penting.
Sejarah Masjid Raden Sayyid Kuning diambil dari kisah Babad Onje yang merupakan cikal bakal kabupaten Purbalingga. Menurut para sesepuh desa Onje, keberadaan masjid Onje sebenarnya jauh sebelum adanya desa onje. Diceritakan bahwa sebelum datangnya seorang tokoh ke tempat, yang kemudian bernama desa Onje sudah ada masjid di desa tersebut. Tokoh tersebut bernama Ki Tepus Rumput. Diceritakan oleh tokoh sesepuh desa Onje bahwa masjid tersebut yang mendirikan adalah para Wali Sanga. Meskipun dikisahkan bahwa tidak semua ikut mendirikan. Disebut yang ikut mendirikan masjid adalah  Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga. Kelima sunan tersebut di atas sebelum masuk ke Onje, terlebih dahulu mendirikan masjid di Desa Keramat Kabupaten Tegal. Kemudian, di desa Gunung Jimat Kabupaten Pemalang. Di tempat itulah bertemu dengan Syekh Maulana Mahribi yang mempunyai nama lain Ki Tepus Rumput.
Syekh Maulana Mahribi di tempat tersebut sedang mengejar Syekh Jambu Karang yang lari ke Gunung Jim Belik. Kemudian Syekh Maulana Mahribi menyuruh kelima sunan tersebut untuk pergi ke arah selatan (desa Onje, Purbalingga). Kalau kelima sunan itu tidak pergi ke selatan (Onje) maka Syekh Jambu Karang tidak akan keluar dari Gunung Jimat. Kelima sunan seperti diatas adalah Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
Para sunan tersebut sebelum mendirikan masjid Onje bermusyawarah terlebih dahulu di tepi sungai Tempuran Tiga atau yang lebih dikenal Kedung Pertelu. Diceritakan bahwa, sehabis bermusyawarah para sunan pergi naik menuju tempat untuk mencari kiblat, tempat inilah yang sekarang menjadi perempatan tempat di depan masjid sekarang. Ternyata dari kelima sunan tersebut ada seseorang sunan yang tidak ikut naik dan masih berada di sungai, yaitu Sunan Gunung Jati. Yang ternyata sedang mengiringi batu dari tepi sungai. Batu-batu itulah yang digunakan untuk benteng masjid sebelah selatan dan sampai sekarang benteng tersebut masih berdiri meskipun masih dipermanen.
Sunan Kalijaga juga telah member isyarat kepada sunan lainnya untuk mencari arah kiblat. Maka, Sunan Kali Jaga menghadap ke utara, timur, selatan, barat dan beliau mengajungkan jari kearah barat batu kiblat. Kemudian para sunan lainnya menuju kearah barat. Hanya sunan Gunung Jatilah yang tidak ikut dikarenakan sedang memasang batu di sebelah selatan.
Menurut para sesepuh desa Onje yang memahami sejarah, masjid didirikan jam satu malam sesudah shalat tahajud. Sesudah menegakan tiang empat yang terbuat dari tatal, kemudian memasang selorok dan kemudian memasang atap yang terbuat dari ijuk abyad. Setelah selesai mendirikan tiang atau saka empat dan atapnya, diteruskan membuat mimbar bedug, satu batu dipasang disebelah timur tepatnya di bawah atap tetesan air (tritisan/titikan). Para sunan belum sempat membuat pagar mereka meneruskan perjalanan/pindah ke Demak.
Diceritakan bahwa pada masa Kadipaten Onje, masjid yang sudah berdiri tersebut diteruskan pengelolaannya oleh Ki Tepus Rumput dan putra angkatnya, yaitu Adipati Onje II yang bernma Nyokropati. Pada masa inilah datang seorang penyebar agama Islam ke Kadipaten Onje, yaitu Raden Sayyid Kuning yang mempunyai nama asli Ngabdulah Syarif Raden Sayyid Kuning beliau meneruskan dalam mengelola masjid bahkan menjadi Imam masjid pertama. Ngabdulah Syarif Sayyid Kuning sebelum datang ke Kadipaten Onje, beliau mengajar/mengaji kepada Sunan Drajad. Kemudian menyebarkan agama Islam ke Karang Lewas, Purwokerto. Di tempat inilah beliau bertemu dengan Kiai Arsayuda menantu Arsantaka dan bersama-sama menyebarkan agama Islam bersama dengan Syekh Mahdum Wali dan Syekh Mahdum Umar. Namun Sayyid Kuning meneruskan ke Kadipaten Onje (Kabupaten Purbalingga sekarang) dan dijadikan menantu Adipati Onje.
Raden Sayyid Kuning membuat dari Kayu Sidaduri. Namun bedug tersebut diberikan kepada murid/santrinya yang berasal dari Purbasari. Kemudian Raden Sayyid Kuning membuat bedug lagi yang terbuat dari kayu Duren Siklambi. Konon kayu tersebut adalah pohon yang sering digunakan oleh Adipati Onje II untuk menggantungkan baju sewaktu dia mandi di Sungai Paingen, maka pohon tersebut dinamai Pohon Duren Siklambi. Ada yang pernah mengatakan bahwa bedug masjid Onje berbunyi sendiri. Pada suatu ketika memang ada orang yang mendengar bedug berbunyi sendiri tanpa ada yang memukulnya. Ada pula yang pernah mengalami kejadian aneh yaitu seorang peziarah yang sedang melakukan mujahadah  ritual di masjid menceritakan bahwa mendengar adannya suara kletek-kletek. Kemudian, dicari oleh orang tersebut ternyata tidak ada apa-apa. Disamping itu, ada juga orang yang mengalami kejadian aneh lainnya yaitu suara seperti motor distarter dari arah bedug, kemudian orang tersebut mendekati bedug dan disenteri, ternyata welulang bedug bergerak keluar masuk. Dan orang tersebut keluar dari masjid dengan lari ketakutan.

Diambil dari Berbagai sumber


Thursday, March 24, 2016

Asal Nama Desa Karangbanjar

Kantor Kepala Desa Karangbanjar (dokpri)

arifsae.com - Desa Karangbanjar termasuk di dalam Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah. Desa Karangbanjar terletak 9 km dari Pusat kota Purbalingga, dan juga Desa Karangbanjar berada di 2 km dari Kecamatan Bojongsari. Bersebelahan dengan Kecamatan Kutasari, Desa Beji, Desa Munjul, dan Desa Kajongan. Rata-rata mata pencaharian masyarakat Desa Karangbanjar adalah petani, berdagang dan buruh.


Desa Karangbanjar juga pernah memasuki beberapa stasiun televisi contohnya adalah Trans 7 pada program On The Spot dan terdapat di  dalam kategori Desa Terunik di Dunia, karena Desa Karangbanjar menggeluti pekerjaan yang hampir seluruh warga Desa Karangbanjar adalah pengrajin rambut, adapun rambut Palsu ini terbuat dari bahan sintetis dan rambut asli manusia yang diambil dari pengumpul rambut dari salon. Hasil dari pengrajin rambut sudah sampai ke luar Jawa bahkan ke Luar Indonesia contohnya Nigeria, Swedia dan bahkan sampai negara-negara Eropa.


Selain warganya sebagai pengrajin rambut di Desa Karangbanjar, banyak juga pengrajin sapu di daerah Desa Karangbanjar dan ada juga yang membuat kemoceng dari rambut palsu yang didistribusikan ke luar Purbalingga atau sebagai cendramata dari Purbalingga apabila ada wisatawan yang berkunjung.


Tempat wisata yang berada di sekitar Desa Karangbanjar yang pertama adalah Bumi Perkemahan (BUPER) Munjuluhur yang berfungsi untuk tempat berkemah biasanya digunakan untuk kegiatan Pramuka, kedua adalah Owabong yang berfungsi sebagai tempat rekreasi air yang berisi kolam kolam dan waterboom serta kolam ombak terbesar di Jawa Tengah yang dibuka untuk umum dan harga tiket sekitar 18.000 sampai 25.000.


Ketiga adalah Sanggaluri Park yang berisi keanekaragaman hewan hewan reptil dan didalam sanggaluri terdapat museum uang yang isinya berbagai uang logam dan kertas dari berbagai dunia dan tiketnya masuknya termasuk terjangkau, terakhir adalah Tirto Asri, sama halnya dengan Owabong, isinya berbagai kolam renang yang dibuka oleh umum namun Tirto Asri versi kecilnya dari Owabong dan harga tiket masuknya pun sangat terjangkau.


Menurut dari beberapa sumber Asal usul nama Karangbanjar sendiri yaitu Karangbanjar terdiri dari 2 kata yaitu karang yang artinya tempat atau wadah dan banjar yang artinya air, Jadi, Karangbanjar diartikan sebagai tempat atau wadah sumber mata air contohnya di Munjuluhur. Ada juga yang berpendapat bahwa Desa Karangbanjar yang berarti karang adalah batu, dan banjar adalah air jadi arti Karangbanjar adalah tempat dimana ada batuan dan air yang melimpah.


Dan Desa karangbanjar juga diberikan tambahan nama yaitu Desa Wisata Karangbanjar. Nama Desa Wisata Karangbanjar diberikan karena di Desa Karangbanjar terdapat banyak Home indutry, memiliki gedung pertemuan sendiri, terdapat Bumi Perkemahan dan banyak juga home stay yang berada di sekitar Desa karangbanjar

Sumber rerefernsi:
Wawancara dengan Pak Seno pada hari Minggu tanggal 30 Agustus 2016 di Desa Bobotsari (dahulu bertempat tinggal di Desa karangbanjar) dan bu Atingah di pada hari sabtu tanggal 5 november 2016 di Desa karangbanjar kecamatan Bojongsari ( mantan Kepala desa periode 2006-2011).
https://coretanpetualang.wordpress.com/petualangan-budaya/desa-wisata/desa-wisata-jawa-tengah-desa-karangbanjar-purbalingga-the-fifth-of-six-papers/ yang dilihat pada tanggal 30 Agustus 2016.