Friday, June 16, 2017

Kumpulan Puisi dalam Buku Retorika Cinta Dalam Senja Oleh Osi Krismonika


KEABADIANKU

Kerinduan di pekat matamu
Meneteskan air keteduhan tak bertepi
Meresahkan hati yang bersender tanpa tau kemana arah
Aku merindukanmu tanpa bisa merengkuh
Bagai Apollo yang membawa busur perak
Namun tidak, apa ini, kau menyerah
Kau berhenti tepat dimataku
Kau bagai Dafne yang menjadi pohon

Namun keelokanmu akan abadi
Kau adalah pohonku
Yang selalu hijau dan tak gugur
Hingga kita menjadi kisah
Pada suatu masa yang tak terlupakan


Purbalingga, 1 Oktober 2015


MATA KEKASIH


Tiga alam menyatu dimatamu
Yang matamu adalah matahati yang suci
Dua alis tebal memayung dua mata itu
Mata nan hitam pekat berkaca

Garis matanya tegas tapi santun
Kelopaknya berseri ingin di pandang
Bahkan tatapannya berbicara
Menyampaikan cerita
Terlalu hitam dan cantik

Hingga tak tega menggoresnya
Bulu matanya lentik
Menambah sempurnanya keindahan

Purbalingga, 01 Oktober 2015



LUKISAN SENJA


Untuk senja yang memohon kemarin
Saat jingga tergores malam
Ketika bunga mulai merunduk
Dapatkah alunan doa menjadi kutukan
Kepada mereka yang selalu mengeram
Meramu mimpi tanpa bayang
Lautan nafas bersahut tangis
Merintih memohon belas kasih

Para gelandang berjejer
Berbaris menjajakan duka
Sentuhan noda bagai jubah
Teriakan tak jarang menggema
Hingga suara berbaur isak
Kala mata tak sanggup menangis
Hanya mulut yang selalu berdoa

                                      Purbalingga, 03 November 2015 

DUKA AKHIR

Mimpi diam-diam pergi
Tak mau merayu lagi
Tak mau mengibaskan harapannya
Walau senja telah dilahap malam
Namun duka masih menganga
Menorehkan penyesalan tanpa henti

Hati dirundung sesak
Mata walau sayu masih berkedip
Menyusun mimpi yang telah pergi
Namun sekali lagi duka mematahkan arah
Menuntun hati dalam kepedihan
Walau tak sanggup

Namun senyum masih terbingkai
Mulut selalu bergeming menahan isak
Biarkan duka tertawa
Masih ada senyum sebagai penawar

Purbalingga, 03 November 2015
  
JIKA

Suatu saat nanti mataku akan terpejam
Namun diantara abad ini
Aku akan tetap melihatmu

Suaraku hanya tinggal tarikan nafas
Namun akan kunyanyikan lagu buatmu
Diantara baris-baris syair kita

Bahkan jemariku akan kaku
Namun aku akan tetap ada untukmu
Merajut indah jari manismu

Jika suatu saat nanti aku tinggal nama
Takkan kubiarkan orang melupakanku
Akan kusajikan karya untuk mereka
Dan akan kuberikan kisan manis buatmu

Purbalingga, 3 November 2015


YANG ADA TELAH TIADA


Tuntunlah aku wahai malam
Biar esok kuraih dengan pasti
Malam ini kubuang semua tentangnya
Sampai akhir tak berbekas

Kemarin ...
Untukmu masa laluku
Kau bawa kembali senyum manisku
Yang kuberi hanya untukmu
Dunia terasa hanya sebiji jagung
ketika kita bersama dulu

Namun derai air mata ujungnya
Dulu jiwaku ada dalam hatimu
Kini kau letakkan diluar hatimu
Apakah kini bisa aku masuk kembali
Untuk menyalakan lentera yang padam itu
Dulu kau disisiku
Aku juga disisimu
Tapi kini kita ada disisi yang berbeda

Purbalingga, 03 November 2015
PERBEDAAN

Dalam lamunan kita berjumpa
Dalam mimpi saling merajut
Hanya ini yang kumiliki
Kekekalan cinta tanpa ruang kosong
Namun bagai petir diterik siang
Bagai matahari ditengah mendung
Kita saling berlawanan
Aku denganmu...

Ku genggam tasbih
Kau genggam salibmu
Kupangku al Qur’an
Kau sandingkan injilmu
Kubernaung di masjid
Kau berdoa di gereja
Kita dihalang ketika ingin bersatu
Kita dipisahkan tembok besar nan kokoh
Dapatkah kita bersatu ketika keyakinan tak sejalan
Ajari aku Tuhan
Untuk memilih dia atau dirimu

Purbalingga, 04 November 2015
RINDU INI


Detik jarum jam menimang lamunan
Hanya lolongan rindu yang terdengar
Bagaikan sesak diujung buih
Dapatkah senja menghadirkanmu
Aku ingin dekat denganmu
Walau pasti tak mungkin
Bukan jarak
Bukan pula waktu

Hanya saja kita tak tau
Semua terasa sumbang
Biarkan arah yang menuntun
Biarkan kusimpan rindu ini
Akan kubenahi dihatiku
Sampai nanti
Hingga cinta tak bertuan


Purbalingga, 04 November 2015


TAHUN KEABADIAN


Untuk hari yang bersyair kemarin
Jadikan keelokan bergumam sendu
Ketika maaf tak sesuci dulu
Hanya lautan nafas yang saling bersahutan
Bukan senyuman bulan yang indah
Hanya saja nyanyian hujan yang sumbang
Berusaha sembunyikan rintik keraguan

Waktu seakan jauh terlampaui
Tertinggal oleh langkah kaki kepedihan
Bukan seribu kata yang manis
Namun hanya satu kata kepastian
Semua itu membuatku berlari
Ingin menggapai langit-langit surga
Menari diatas pelangi-pelangi yang pudar
Semua abadi bersamamu
Bersama kata yang kau janjikan dulu
Hingga saat ini
Aku masih berlari hanya kearahmu

Purbalingga, 05 November 2015

SECERAH ESOK


Memohon dan harus tunduk
Kepada mereka yang bersandang
Tak goyah tetap berjuang
Walau terketuk kantuk
Namun semangat takkan padam
Derita bergilir datang
Bagai piala cambuk kematian 
Siang disengat terik
Malam ditusuk dingin
Tak berujung pedihnya

Namun hati tetap bertekad
Walau luka masih menganga
Dibawanya berlari hingga tak terasa
Sungguh kejam pisau itu
Bagai tumpul keatas

Namun tajam jika dibalik
Alangkah pilunya hingga lidah terasa kelu
Bahkan hati bergeming miris
Hingga mata teteskan airnya
Namun ini milik mereka
Yang berjuang untuk esok yang cerah

Purbalingga, 06 November 2015


ABAD SURAM

Bukan mimpi hanya angan
Mungkin lamunan kosong
Bukan apa - apa
Hanya tertinggallah sepucuk surat lusuh
Diluarnya berhias lumpur
Didalamnya meramu duka
Bukan syair atau bait

Hanya kata patah harap
Bukan sendu bukan pula isak
Hanya geming yang bersorak
Lembaran abad berlalu
Tak ada pandang baginya

Hanya lumuran kisah lama
Yang tertumpuk ribuan kenangan
Semua bukan derita
Hanya duka masa lalu
Yang terngiang sepanjang masa
Mungkin dapat berlalu atau tinggal

Purbalingga, 10 November 2015
ALAM YANG MENGADU


Dalam diam kupandangi bunga itu
Dihinggapinya lebah ratu
Lalu kulempar pandang kelaut lepas
Kucoba mendekat kesana
Langkahku meninggalkan jejak di pasir
Saat buih menyambar jemari kaki
Kurasakan alam mengadu
Kuterka kapal yang mendekat
Para nelayan sejak petang bergelut
Dengan laut yang bisu

Hanya membisingkan ombak
Terdengar gemercik sunyi
Yang zaman ke zaman
Terus bersentuhan dengan alam
Yang terkadang tersenyum
Namun tak jarang kesal


Purbalingga, 12 November 2015

PARA PENGAIS DERITA

Tercekik aku dipangkuan sampah
Terdiam menahan kacau disini
Melihat para anak berlari diantara sampah
Melihat para lansia makan dari sisa sampah

Terbelalak dua mataku
Hingga hampir menetes air mata
Bagaimana bisa tidur diantara sampah
Masak dan mandi disini
Dikubangan penyakit
Mereka para pemuda tak ada gairah
Hanya luluh pada hidup
Tanpa perjuangan dan semangat
Hanya bisa menerka diantara sampah-sampah

Ribuan pasang pata menangis
Jadilah lautan derita
Yang dierami sepanjang masa
Malulah pada arwah sejarah
Pada mereka para pahlawan negeri
Walau hidup terkunci kemiskinan
Jangan tunduk pada takdir
Tapi cobalah bangkit
Cobalah mengubahnya
Jangan hanya menerka dianrtara sampah

Purbalingga, 15 November 2015


HATI WANITA

Aku bukanlah serdadu raja
Yang mengayunkan kipas dipelataran
Aku bukanlah selirnya
Yang membelai tanpa makna
Aku hanya wanita tak sejajar

Hanya perlu dianggap
Bukan dinomor satukan
Hanya ingin dilihat
Bukan dijajakan

Jika penat menerpa
Aku ingin sejenak bersandar
Bila tak ada bahu untuk sejenak
Masih ada lantai untuk bersujud

Purbalingga, 1 Desember 2015


INTI SENJA

Aku terdiam berhenti disini
Terjerat dalam relung hati
Ternyata aku tak mengerti
Tak kutemukan sebuah inti

Mengapa harus kutemukan
Mengapa kuberlari disetiap celah
Hanya untuk mencarinya
Mengapa aku mencarinya

Kalau lah aku inti itu
Jadikanku api ditengah senja
Dan aku menjadi senja diantara jingga
Karena aku sore yang menelan mentari

Purbalingga, 4 Desember 2015



PILU

Ketika mata teduhmu menatap
Terlihat bayangan putih bersemi
Ketika kau terpejam
Tertoreh ribuan duka tersembunyi
Ketika lukamu masih menganga
Tertuang nanah kepedihan
Tak dapat kuraih hatimu yang pilu
Saat aku ingin obati lukamu
Kau enggan dan berpaling
Aku tak dapat memeluk dukamu
Hanya dapat menyelimutimu dengan doa

Purbalingga, 6 Desember 2015



           
BISIKAN KALBU


Aku dilebur kerinduan
Hati dielus bara
Pada setiap genggam jarak semakin ada
Pada setiap tatap cinta kian mengikis
Apakah ketulusan sebagai pemisah
Setelah kepercayaan hilang direnggut nafsu
Jadikan cahaya kuning temaram
Semakin temaram hingga tatapan tak dapat menerka
Jadikan malam teramat sunyi
Sangat sunyi dan gelap
Hingga tak dapat mendengar bisikan kalbu

Purbalingga, 7 Desember 2015

  

RINDU MERINDUMU

Saat mata ingin selalu ditatap
Tangan ingin selalu digenggam
Raga ingin selalalu direngkuh
Namun hati tak lagi menyatu
Tiada lagi tawa yang membaur
Dalam gema indahnya dunia
Darahku membeku sendu
Ingin didekap hangatnya mentari
Namun matamu nanar memandangku
Terselip kerinduan dimatamu
Aku rindu merindumu

Purbalingga, 9 Desember 2015



BENCI MEMBENCIMU

Aku bukan bagian nafasmu
Aku bukan bagian rindumu
Aku bukan bagian mimpimu
Aku hanya sebagian masa lalumu
Aku, mengapa aku selalu merindumu
Kau jadikan hitamu perisai hidupku
Kau beri aku seduhan cinta
Namun sukar tuk dinyatakan
Harummu mewangikan sampai ke mimpiku
Senyummu menuntaskan sedihku
Mengapa, entahlah
Aku benci membencimu

Purbalingga, 10 Desember 2015

  

IBU

Ibu, cintaku mendarah daging padamu
Sayangku mendalam buatmu
Dalam jiwaku hanya ingin memelukmu
Kau perisai hidupku
Kau penerang langkahku
Kau bunga harumku
Kau air kesejukan
Ibu tak ada pengorbanan yang bisa kubalas
Nyawaku pun tak berarti jika itu untukmu
Aku enggan membencimu
Aku enggan menjauh
Kau nafasku ibu
Setiap tarikan nafasku adalah berkatmu


Purbalingga, 12 Desember 2015



HARUM RINDU

Dulu kita pernah sedekat nadi
Dulu kita pernah seindah senja
Dulu kita pernah semerdu hujan
Tapi mengapa kini
Kita sejauh ini
Kau payungkan duka dijiwa ini
Kau taburkan malam dimataku
Hanya ada harapan dalam setiap doa
Namun mengapa, mengapa aku rindu
Aku sangat rindu merindumu



Purbalingga, 14 Desember 2015
  

MERDU SENJA

Pekatnya malam tak sepekat matamu
Cerahnya esok tak secerah wajahmu
Merdunya Hujan tak semerdu suaramu
Mekarnya senja tak semekar bibirmu
Kau hantu yang kejam
Kemanapun aku selalu kau hantui
Kau perasa yang baik
Sepandainya aku menyembunyikan
Kau tetap bisa membacanya
Iya kau lah wanita
Dan indahnya kau wanitaku

Purbalingga, 15 Desember 2015




SENIMAN HIDUP

Bukan aku bukan kita
Bukan kami juga bukan mereka
Tapi seluruh lapisan semesta
Semua merayap dalam gemerlap
Tertawa dalam dilema
Beribu yang taat, tapi
berjuta yang khilaf
Semua menyatu di sini
Di alam dalam sandiwara

Purbalingga, 16 Desember 2015


WANITA

Wanita lekat dari matanya
Dalam satu masa ke masa
Kehangatan selalu ada darinya
Wanita oh wanita
Wajahnya memberi tatap
Keindahan dalam kemesraan
Bibirnya santun berucap
Tangannya halus membelai
Jadilah ketenangan dalam gejolak
Jadila keteduhan dalam semilir
Wanita bukan tak berarti
Dialah ibu dalam kemesraan

Purbalingga, 17 Desember 2015

  
PURNAMA MALAM

Lihatlah purnama itu
Mengantarkan tatap dalam setiap pandang
Mendekap rindu dalam jarak
Aku mematung memandangnya
Melihat perhiasan alam dari Nya
Aku tak bisa terlelap dibawah sinarnya
Yang menyilaukan dan penuh kehangatan

Purbalingga, 18 Desember 2015



LAUT RINDU

Ku menepi dari kerinduan
Bermalas diatas kasur pasir
Diselimuti hangatnya senja
Ombak tak jemu merayu
Melumat habis jemari kaki
Bersama riak yang mengayun
Ilalang memandang kesendirianku
Buih tak urung tersenyum
Melihat bayangku yang tertunduk
Seperti hal nya cinta
Yang selalu mengutuk tuannya

Purbalingga, 18 Desember 2015



KARAM RINDU

Tak ada cinta dalam karam hati ini
Hanya ada seberkas rindu yang sulit
Karena aku benci merindumu
Padahal kau telah mati terpatri
Bukan dimana kau mati
Kau telah beku dihatiku, dan
Matamu telah berbercak wajahku
Batinku tabu dan kelam
Bagai hamparan kasih yang terikat
Pada setangkai bunga manis berpita

Purbalingga, 20 Desember 2015
  


HARUM RINDU

Alangkah manisnya jas berkilaumu
Sepatu pertanda bunyi kemewahan
Bingkai matamu hitam berkaca sinar
Yang memandangmu berdecak
Yang mendalam katamu bukan hatimu
Kau penggerak rakyat kecil
Mereka boneka kehidupanmu
Sebatas apa pemberian dan jasamu
Hanya melumat hak tanpa kewajiban
Tak pandai mereka bersua
Tak lantang dirimu bergumam

Purbalingga, 21 Desember 2015
  

MUTIARA ASA

Kupetik asa yang membelenggu
Kuraba embun yang menelisik
Pagi tak gentar dingin menjelang
Kesunyian belum enggan pergi
Belum terketuk kantuk malam
Burung pun tak kepakkan sayap
Tengah mengerami mutiara masa
Jangankan jemari bergeliat
Bernafas dalam dingin terasa sesak
Bukan enggan kujalani, namun
perasaan masih enggan bergeming

Purbalingga, 22 Desember 2015

WARNA SENJA

Rayap rayap senja tengah mengintip
Garis garis jingga menusuk langit redup
Burung burung menari riang dalam lukisan
Terjejer lapisan awan bergerumun
Tatkala ikut diwarnai senja
Tampakkan keelokan warna merah membara
Jika masa hanyalah masa tanpa pengharapan
Maka doa bukan lagi hiasan tasbih
Hanya lagu alam yang terabai
Saat luka atau tawa
Lengkapilah senja dan doa dengan cinta

Purbalingga, 23 Desember 2015


SAYUP RINDU

Malam ini terasa kelu
Sayupnya tak terdengar
Rindu ini terasa pilu
Janjinya tak bertuan
Kalau lah hati boleh memilih
Tak kuijinkan mata ini bertatap
Pada sedemikian wajahmu itu
Kalau lah boleh aku bersua
Tak kuijinkan tangan ini bertamu
Pada jiwamu yang kelabu

Purbalingga, 24 Desember 2015

BAKTI HIDUP

Lintasan arwah bergeming sendu
Jawaban diri tak ada hirau kata
Beban hidup tak ada redupnya
Bukan mimpi yang berambang
Hanya kelam dalam bisikan dunia
Atau petuah dalam tuntunan abadi
Jadikan senyap semua kebenaran
Lautan bukan lagi lautan
Dia adalah lautan kesakitan
Yang dierami sepanjang masa
Oleh tuntutan bakti hidup

Purbalingga, 25 Desember 2015

SENJA MALAM

Telah sekian masa kulalui
Ditengah seluruh peristiwa
Aku terduduk menyendiri
Pada sebuah bukit senja
Kusentuh guratan guratan sinar
Semua terhenti ketika malam menoleh
Menjejali kebahagiaan dengan duka
Akankah purnama datang sebagai pelipur
Akankah dia hantarkan kajian cinta
Yang selama ini ada namun entah

Purbalingga, 26 Desember 2015


NASIONALISME MERDEKA

Ketika hati berperisai rindu
Pada kejujuran jaman yang berpaling
Yang merindukan irama persatuan
Yang menginginkan riak riak cinta
Menyatu pada kata nasionalisme
Aku berdiri menyaksikan air mata
Menoleh pada genangan perjuangan
Yang didalamnya terkandung janji
Pada bangsa yang hidup dan merdeka
Bebas dari cekaman cekaman albino
Yang mendarah daging tanpa ampun

Purbalingga, 27 Desember 2015


UNTUK NEGARA

Lepas kami untuk negara
Hati kami untuk berjasa
Kami lahir pada keberagaman
Kami besar untuk mandiri
Bukan negara bukan alamnya
Bukan uangnya bukan statusnya
Tapi kami, kami yang akan bangkit
Untuk memajukan keemasan bangsa
Dan mengharumkan namamu
Wahai bangsa tercinta

Purbalingga, 28 Desember 2015


KEYAKINAN BERSEMI

Ketika kata bersemi dalam tatap
Mata tak mampu lepas memandang
Ketika sentuhan bersemi dalam senyum
Tak ada ragu selain keyakinan
Barisan kata selalu berebut
Memperjuangkan diri untuk diucap
Namun lidah selalu kelu
Tak mampu hadirkan nyanyian
Bukan aku bukan kamu
Untuk saling mencinta
Namun tatapan kita
Yang saling berpagut

Purbalingga, 29 Desember 2015


BUKAN LAGI

Saat hati tak bersemi lagi
Membubuhkan rasa dengan penyesalan
Hanya ada derap rindu dan rindu
Bukan suara lantang lagi
Yang menjemput jiwa dalam kekosongan
Namun kesunyian abadi yang tertera
Bukan dalam keadaan seketika
Namun dalam perisai hati yang kering

Purbalingga, 30 Desember 2015



UJUNG TERANG

Satu lagi bahasa kalbu berkata
Ingin seberkas hati diterangi
Bukan kerinduan bukan kesepian
Namun pengharapan yang suram
Ingin diraih cita cita setinggi ilalang
Namun keyakinan ini bersua
Setelah berkelok dalam gelap
Pasti akan ada ujung terang menanti

Purbalingga, 31 Desember 2015



MEMILIH HATI

Hati hati hatimu berlabuh
Bubuhkan rasa dan cinta pada airnya
Agar duka beriring pergi dan hilang
Kau jadikan bunga sebagai perisai
Hatimu yang rapuh dan parau
Buka dua matamu saat bertemu
Tutup satu ketika menjalin
Tersenyumlah bila hatimu bahagia
Berkatalah bila hatimu terluka
Jangan diam dan mematung, karena
hatimu tak sehebat jiwamu

Purbalingga, 1 Januari 2016


PERISAI IBU

Lembut kasihmu berlebur cinta
Tatapanmu mengais duka lara
Kau genggam ketika aku akan hancur
Kau sandarkan semangat untukku
Nyaman bahumu tak ada tandingan
Kau benih kasih yang menggema
Kau wangi bunga yang bersemi

Dalam semua kisah tentang diri
Kau bukan dewa bukan juga Tuhan
Kau bukan bidadari atau apapun
Kau adalah kau yang sama, iya
kau ibu yang berdiri sampai nanti
ketika aku tak bisa menghirup wangimu lagi

Purbalingga, 2 Januari 2016



PENTAS RINDU

Nostalgia malam membendung kantuk
Terketuk kenangan harum masa
Aroma rindu menggema sendu
Disetiap sudut kekosongan

Kali ini tangis jejali sepi
Airnya jadikan telaga sunyi
Yang memecah lembah dingin
Yang memeluk sepi hati

Diujung malam pergelaran
Tercekik abu sisa derita
Doa memoles hati terluka
Yang menganga bias


Purbalingga, 22 Januari 2016


TANGGA MIMPI

Esok menarik mimpiku
Persembahkan dingin mengusik
Hampar permai anganku
Menitih pasti tangga mimpi

Halangan yang berbaris
Bukan penghenti tekad
Terus berpadu dengan tangis
Namun terobati indah doa

Purbalingga, 23 Januari 2016
  
RINDU SENJA

Hati sepi menggeliat riyuh
Matahati bertatap rindu
Ingin bersua bersama hidup
Merayu anak senja disore itu
Aku berjalan dibah jarum jingga
Yang menampak senyum memerah

Memudarkan biru jadi temaram
Kuning semu hangatkan jiwa
Aku berteriak serak
Bagai riak laut yang menepi
Buih menghantam karang
Nafasku menghantam rindu

Purbalingga, 24 Januari 2016