Thursday, December 10, 2020

Dia Bernama KH As'ad Humam Part 2 #SeriBiografiKHAssadHumam

KH Asaad Kecil

arifsae.comTulisan ini adalah rangkaian buku "Mengenal Penggagas Buku Iro". Bagian ini adalah lanjutan dari bagian Part 1 DISINI. Berikut adlah lanjutan bab berikutnya. Semoga bermanfaat.

***

Buku Iqro saat ini sudah menyebar kepelosok daerah di Indonesia, seolah menjadi metode belajar “wajib” yang digunakan oleh ustadz-ustadzah di desa-desa. Dibalik sampul buku Iqro bagian belakang, akan ada gambar seorang kakek, berpakaian jas dan berpeci. Jarang yang mengetahui sosoknya, apalagi namanya. Beliaulah yang menggagas metode Iqro, beliau bernama KH As’ad Humam.


KH As’ad Humam lahir dikampung Seloraman, Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau lahir dari pasangan H. Humam bin H. Siradj dan Hj. Dalimah binti Sumoharjo pada tahun 1933. Tanggal lahirnya tak ada yang tahu pasti, termasuk pihak keluarga.


Nama kecilnya hanya As’ad saja. Nama belakangnya diambil dari nama ayahnya. Beliau merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara. Seluruh saudaranya berprofesi sebagai wirausaha. Keluarganya dipandang cukup mapan secara ekonomi dan disegani dalam bidang agama. Salah satu buktinya seluruh  keluarganya menunaikan ibadah haji.


Ayah dari KH As’ad merupakan guru agama di SD Muhammadiyah Kleco Yogyakarta serta aktif sebagai mubaligh di wilayah Kotagede dan sekitarnya. Oleh karenanya, pendidikan SD nya juga dilakukan di tempat mengajar ayahnya di SD Muhammadiyah Kleco, Kotagede sampai tamat pada tahun 1948 masehi.


H. Humam Siradj juga aktif di organisasi Muhammadiyah, bahkan pernah menduduki Ketua Muhammadiyah cabang, serta aktif dalam PKU Muhammadiyah Kotagede. Keaktifan ayahnya inilah yang menjadi contoh bagi KH As’ad aktif dan berkecimpung di organsiasi Muhammadiyah.


Setelah tamat sekolah dasar. Beliau pindah ke Ngawi Jawa Timur, untuk mengikuti kakak iparnya, Kiai Su’aman Habib yang menjadi penghulu kota tersebut. Disanalah KH As’ad melanjutkan ke SLTP hingga lulus. Setelah lulus, ia kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan ke Sekolah Guru Agama (SGA). Tidak sampai lulus, ia menderita pengapuran tulang belakang yang harus menjalani perawatan selama satu tahun lebih di RS Bethesda Yogyakarta.


Penyakit inilah yang dikemudian hari membuatnya tidak bebas membungkukan badannya. Untuk solat juga dilakukan dengan duduk lurus, bahkan untuk menengok harus memutar seluruh tubuhnya. Pendidikan formalnya tak sesuai dengan perencanaan, karena beliau tidak bisa menyelesaikan SPG-nya.


Meski gagal dalam pendidikan formalnya, beliau justru suskses dalam proses pendidikan non-formalnya. Sejak kecil beliau dididik langsung oleh ayahnya, H. Humam. Ketika remaja, ilmu agama didapatkan dari Kiai Su’aman Habib suami dari kakak perempuannya. Kiai Su’aman Habib bisa dikatakan sebagai guru yang utama dalam bidang agama.


Selain belajar dari orang-orang berilmu secara langsung, KH As’ad juga sering menghadiri kajian-kajian agama, seperti Masjid Syuhada Yogyakarta, Masjid Besar Kauman, serta beberapa pesantren. Pada masa remajanya, beliau juga sempat menjadi santri kalong (santri yang tidak bermukim dipondok secara tetap) di Pondok Pesantren Al Munawir, Krapyak, Yogyakarta. Ilmu yang didapatkan dari pencarian ilmu dipondok ini menambah ilmu-ilmu agama terutama dalam pengajaran membaca Al Quran. Karena pondok ini memang khusus sebagai pondok pesantren Al Quran.


KH As’ad dikenal sebagai pembelajar sejati, karena kemana-mana membawa buku untuk dibaca. Dengan kuatnya membaca inilah, secara tidak langsung membentuk pengetahuan dan pola pikir serta amal saleh beliau. Sehingga dalam kesehariannya secara fungsional KH As’ad Humam telah mengaplikasikan secara konkret apa-apa yang telah dipelajarinya.


KH As’ad Humam berpostur tubuh kecil, berat badannya tak lebih dari 50 kilogram. Dalam segi pergaulannya, beliau dikenal sebagai orang yang low profile dengan kelembutan sikap dan ucapannya. Selain ucapan dan perilakunya yang lembut, kedermawananya juga diakui oleh orang-orang terdekatnya. Kedermawannya ini ditopang oleh kehidupan ekonomi yang mapan dengan menjadi pengusaha yang cukup sukses.


Kelurganya memiliki Perusahaan Padi Mas yang diturunkan kepada keluarganya sampai saat ini. Dibawah pimpinannya, perusahaaan ini menjadi lebih maju. Perusahaan Padi Mas ini merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perhiasan imitasi seprti cincin, gelang, kalung dan sebagainya. Bahkan merek Padi Mas tidak hanya merambah di Pulau Jawa saja, namun sudah menyebar keberbagai pelosok di Indonesia.


KH As’ad menikah dengan Chuzaimah tahun 1961. Ia berasal dari Desa Andongsari, Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Pernikahannya dikaruniai dua orang puteri, yaitu Khaelesa dan Espeerde Mandaati. Namun pernikahan ini hanya berlangsung 3 tahun, karena pada tahun 1964 beliau menikah lagi dengan Iskilah binti Hasan Mursyid dari Karangsemut, Trimulya Jetis, Bantul.


Pernikahaanya yang kedua ini dikarunia empat anak, yaitu Erweesbe Maimanati, Sri Repsa Khanifati, Ahmad Syahadatan, dan Ana Markhamah. Istri yang kedua inilah yang menemani KH Asad Humam hingga akhir hayatnya. Putra-putri dari istri kedua inilah yang hingga saat ini meneruskan usaha perekonomian serta mengembangkan dakwah pengajaran Al Quran. 


Bersambung...Part 3 DISINI.