Wednesday, September 25, 2013

Sejarah Singkat Purbalingga

Sebelumnya telah dibahas masalah asal nama Purbalingga, kali ini sejarah pendiri Purbalingga, dimulai dari sebuah nama, Kiai Arsantaka. Kiai Arsantaka adalah tokoh yang dipercaya sebagai bapak  yang menurunkan Bupati Purbalingga. Sumber sejarah yang jadi rujukan adalah Babad, Babad masuk dalam genre sastra sejarah yang berkembang di Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Sumatera, Kalimantan dan Malaysia disebut dengan istilah hikayat, dan silsilah. Atau Tambo di Padang dan Lontara di Sulawesi Selatan.
Sejarah Purbalingga terdokumentasi dalam 4 (empat) babad berbeda, yaitu: (1) Babad Onje milik S Warnoto, dulu menjabat Carik atau Sekdes Onje, Kecamatan Mrebet-Purbalingga. (2), Babad Purbalingga, koleksi perpustakaan Museum Sonobudaya Yogyakarta. (3), Babad Jambukarang yang diterbitkan Soemodidjojo Mahadewa Yogyakarta tahun 1953. dan (4), adalah Babad Banyumas yang tersimpan di Museum Sonobudaya Yogyakarta. 
Menurut sejarahnya, Purbalingga ternyata pernah menduduki peranan penting pada masa kejayaan kerajaan tempo dulu. Nama Purbalingga erat dengan kisah kejayaan Kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram. Kelima kerajaan itu secara bergantian pernah menguasai Purbalingga sebagai wilayah dudukan.
Berdasarkan bukti babad itulah kemudian sejarah Kabupaten Purbalingga direkontruksi. Kiai Arsantaka yang pada masa mudanya bernama Kiai Arsakusuma adalah putra dari Bupati Onje II. Sesudah dewasa diceritakan bahwa kiai Arsakusuma meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kiai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kiai Ageng Giring dari Mataram. 
Pada tahun 1740–1760, Kiai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I. 
Banyak riwayat yang menceritakan tentang heroisme dari Kiai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda. Dalam perang jenar ini, Kiai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono II.
Dikarenakan jasa dari Kiai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kiai Arsantaka yang bernama Kiai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kiai Arsantaka yakni Kiai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III. Masa masa pemerintahan Kiai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kiai Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan dipindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun.
Hal ini dibuktikan dengan kentalnya pengaruh kebudayaan pada masa itu terhadap sistem kebudayaan masyarakat Purbalingga. Pengaruh tersebut masih dapat dijumpai hingga sekarang. Ada yang berwujud peninggalan benda purbakala (artefak), berupa seni tradisi, sistem religi (upacara adat), dan sebagainya. Hari jadi Kabupaten Purbalingga telah ditetapkan melalui Peraturan daerah (Perda) No. 15 tahun 1996, tanggal 19 November 1996 yang jatuh pada tanggal 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.