Tuesday, September 17, 2013

Teori Evolusi: Teori Basi yang tak Terbukti (?)


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Pusat Bahasa (1988), arti dari kata teori yaitu suatu pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Jadi, sebuah teori secara implisit bertujuan menyajikan sebuah hipotesis sementara, teori akan menjadi sebuah fakta bila terbukti kebenaranya, tanpa pembuktian dan kebenaran, hipotesis dari teori yang diajukan akan terbantahkan atau tertolak.
Salah satu contoh dari kasus teori yang masih eksis sampai sekarang, yaitu Teori Evolusi. Dalam kasus Teori Evolusi, perlu dikaji ke-valid-an dari teori tersebut, apakah sudah terbukti kebenarannya? Atau hanya sebuah teori yang tanpa bukti, yang tak bisa bertahan dengan temuan ilmiah masa kini?
Korelasi Evolusionisme dan Marxisme
Pada pertengahan abad ke 19, dua filsuf asal Jerman yang hidup di Inggris, Karl Marx (1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895) menuangkan gagasannya dalam buku “Manifesto Komunis”, mereka meyakini filsafat Materialsme, yang menyatakan tidak ada keberadaan apapun selain materi. Selain mendukung filsafat Materialisme, mereka juga memunculkan gagasan Dialektika, yaitu perseteruan atau konflik adalah hukum alam, oleh karena itu, teori mereka dikenal dengan teori “Materialisme Dialektika”. Marx dan Engels berkeyakinan bahwa berkembangan yang ada di alam diakibatkan oleh konflik (seleksi alam). Agama tidak mendapatkan tempat dalam teori ini, mereka merupakan kaum Atheis.
Kesulitan yang ditemui oleh Marx dan Engels adalah pertanyaan, bagaimana menjelaskan sejarah kehidupan di dunia ini dengan kaca mata Materialisme Dialektika? Jawaban atas pertanyaan Marx dan Engels di berikan oleh ideolog lain, yang juga tinggal di Inggris, yaitu Charles Robert Darwin (1809-1882). Dia mencoba menjawab pertanyaan, dari mana makhluk hidup itu berasal.
Darwin menulis gagasanya dalam buku The Origin of Species yang terbit tahun 1859, dia menganggap makhluk hidup menjadi ada melalui serangkaian peristiwa kebetulan dan konflik (seleksi alam). Setelah buku Darwin terbit, para ilmuan tidak menanggapi secara serius, karena gagasan Darwin tidak memiliki landasan ilmiah, kecuali tanggapan oleh dua orang yang sangat tertarik dengan gagasannya tersebut, yaitu Marx dan Engels. Setelah itu, para pengikut Marxisme menjadikan teori Evolusi menjadi dasar berpijak ilmiah mereka. Mereka menolak penciptaan alam semesta, tatanan alam semesta ada karena tidak sengaja, dan tanpa tujuan apa pun.
Fakta atau Bualan Belaka?
Teori Evolusi yang dikemukakan Darwin menyatakan bahwa semua spesies berasal dari nenek moyang yang sama, melalui perubahan kumulatif sedikit demi sedikit dalam waktu yang sangat lama. Meskipun demikian, nampaknya Darwin sendiri mempunyai beberapa keraguan dalam pengungkapan teorinya tersebut.  
Hal ini terungkap dalam salah satu bab yang dituangkannya dalam buku tersebut, yang diberi judul Difficulties of the Theory. Kesulitan ini terutama pada catatan fosil dan organ-organ rumit makhluk hidup (misalnya mata) yang tidak mungkin dijelaskan dengan konsep kebetulan, dan naluri makhluk hidup. Darwin berharap kesulitan-kesulitan ini akan teratasi oleh penemuan-penemuan baru.
Anggapan Darwin ternyata salah, penemuan-penemuan ilmiah modern ternyata menggurkan teorinya sendiri. Salah satu tokoh modern asal Turki, Adnan Oktar (Harun Yahya) dalam vidionya berjudul “Keruntuhan Teori Evolusi” mengatakan bahwa konsep teori evolusi sudah terpatahkan sesuai dengan perkembangan jaman modern, salah satu contoh, dalam teori Evolusi ada missing link (mata rantai yang hilang) yang sampai sekarang tidak dapat ditemukan, misalkan ada fosil setengah kadal dan setengah burung yang seharusnya berlimpah jumlahnya.
Harun Yahya mengatakan bahwa teori evolusi merupakan lelucon dalam ilmu ilmiah, contoh kasus fosil Austrolopitechus yang diklaim sebagai manusia mirip kera, tapi setelah dibandingakan dengan fosil sipanse tidak jauh berbeda. Lebih mencengangkan lagi karena bagi evolusionis, pengelompokan manusia purba, misalnya, Homo Erectus, Homo Ergaster dan Homo Sapiens ternyata berasal dari ras yang berbeda-beda, bila diamati semua struktural fosil merupakan hal yang sama dengan manusia modern, yang menjadi perbedaan hanya pada tengkorak kepala.
Fakta rekaan yang terus diperbuat untuk menghadapi keruntuhan teori evolusi adalah propaganda, propaganda tersebut berupa gambar-gambar dan film-film yang menyangkut sejarah dari kera sampai manusia atau setengah kera dan setengah manusia dibuat dan disebarkan keseluruh tingkatan akademik di dunia. Selain itu, juga membuat fosil-fosil palsu untuk mendukung teorinya, yang paling terkenal dari pemalsuan fosil adalah kasus fosil Piltdown tahun 1912 di Inggris oleh seorang evolusionis bernama Charles Dawson, dan sudah dipertontonkan pada museum selama 30 tahun lebih, kemudian diperiksa oleh ahli pada tahun 1949 yang ternyata telah dibuat dari rahang orang utan yang ditempelkan ke tengkorak manusia, dan masih banyak contoh kebohongan yang lain.
Bila dilihat dari kasus diatas, mindset yang ada saat ini dalam mata pelajaran sejarah, seharusnya sudah harus diubah. Image yang menganggap bahwa pelajaran sejarah identik dengan manusia purba (teori evolusi) sudah gugur dalam dunia ilmiah modern saat ini, teori evolusi akan tetap menjadi sebuah teori, tidak akan pernah menjadi sebuah fakta. Kita percaya bahwa makhluk hidup diciptakan dari tidak ada menjadi ada, bukan hanya kebetulan belaka. Seyogyanya kita selalu mengasah nalar dan nurani pada ilahi dari sejarah masa lalu dan masa kini, semoga..


Arif Saefudin
Guru Sejarah SMA Negeri 2 Purbalingga
Mahasiswa Program Pascasarjana UNS Solo