Friday, May 8, 2015

DUALISME TOKOH TRUNOJOYO: PAHLAWAN ATAU PEMBERONTAK?



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Agama-agama besar di dunia hampir memiliki sosok tokoh suci sebagai panutan pengikutnya, begitu juga sebuah negara sebagai institusi. Sebuah Negara membutuhkan pahlawan nasional untuk menjadi panutan bagi segenap rakyatnya. Sebagai apresiasi terhadap kepahlawanan seseorang, pembuatan patung dan monumen dilakukan, baik tingkat daerah maupun nasional. Seperti di kota Purbalingga, nama pahlawan Usman Janatin di jadikan sebuah taman kota dan museum, ironisnya banyak warga Purbalingga yang belum mengetahui riwayat dan segenap nilai inspirasi dari Usman Janatin (1843-1968).
Berkali-kali ucapan Bung Karno dipakai untuk melegitimasi konsep pahlawan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni: “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. Representasi “bangsa yang besar” secara resmi adalah Republik Indonesia, sedangkan kata “menghargai” dalam konteks tersebut adalah bentuk sikap aktif untuk menghargai nilai-nilai perjuangan tokoh-tokoh terhadap usahanya menentang penjajahan dan kezaliman. Tokoh pahlawan disuatu daerah (negara), mungkin bukan pahlawan didaerah lain. Salah satu contohnya, Usman Janatin merupakan pahlawan bagi bangsa Indonesia, tetapi “teroris” bagi Singapura (Suyoko, 2015: 11-12).
Kompas (12/11/2011) menyebutkan bahwa di Indonesia sampai akhir tahun 2011 sudah mempunyai pahlawan nasional berjumlah 156 orang (144 laki-laki dan 12 perempuan). Dari 156 pahlawan nasional, ada beberapa tokoh “kontroversi” yang masih diperdebatkan layak dan tidak layaknya menjadi pahlawan sampai sekarang. Salah satu contoh, Tan Malaka (1897-1949), sosok misterius yang diangkat sebagai pahlawan nasional oleh Soekarno pada tahun 1963, hampir “tenggelam” namanya pada masa Orde Baru karena faktor “kekiri-kirian”. Masih banyak tokoh kontroversi dan sudah dijadikan sebagai pahlawan nasional, meski demikian masih banyak, tokoh yang (menurut penulis) pantas dijadikan sebagai pahlawan nasional tapi sampai sekarang belum dijadikan pahlawan nasional oleh pemerintah, yaitu Pangeran Trunojoyo.
Pangeran Trunojoyo adalah seorang bangsawan Madura yang pernah melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Amangkurat I dari kerajaan Mataram Islam. Pangeran Trunojoyo pernah menyerang dan berhasil merebut keraton Mataram tahun 1677, yang mengakibatkan Amangkurat I melarikan diri dan meninggal dalam pelariannya. Sampai sekarang, belum ada kejelasan pengangkatan Pangeran Trunojoyo sebagai pahlawan nasional, karena perjuangannya yang masih menimbulkan polemik, antara melawan pemerintah pada waktu itu (Mataram) atau melawan penjajah (VOC), persoalan muncul ketika Pangeran Trunojoyo melakukan perlawanan kepada raja Mataram, yang kebetulan dekat dengan VOC. Polemik yang sampai sekarang masih jadi pertanyaan yang mengganjal bagi masyarakat Indonesia, Pangeran Trunojoyo sebagai pahlawan atau pemberontak?
Dari latar belakang yang sudah penulis sampaikan diatas, tokoh Pangeran Trunojoyo merupakan tokoh yang menimbulkan dualisme persepsi di tengah masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penulis mengangkat Pangeran Trunojoyo sebagai sebuah karya tulis dengan judul “Dualisme Tokoh Trunojoyo: Pahlawan atau Pembrontak?”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah hidup singkat Pangeran Trunojoyo?
2.      Sosok Pangeran Trunojoyo: Pahlawan atau Pemberontak?
3.      Bagaimana pengaruh perjuangan Pangeran Trunojoyo untuk generasi penerus bangsa Indonesia saat ini?

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengkaji sejarah hidup singkat Pangeran Trunojoyo;
2.      Untuk mengetahui alasan Pangeran Trunojoyo disebut sebagai Pahlawan atau Pemberontak;
3.      Untuk mengetahui perjuangan Pangeran Trunojoyo bagi generasi penerus bangsa Indonesia saat ini.

D.    Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penulisan diatas, manfaat yang diharapkan dari penulisan karya tulis ini adalah  sebagai berikut:
1.      Generasi muda dapat mengetahui perjuangan Pangeran Trunojoyo secara singkat;
2.      Dapat mengetahui alasan Pangeran Trunojoyo disebut sebagai pahlawan atau pemberontak;
3.      Dapat membangkitkan semangat patriotisme dan heroisme pada generasi penerus bangsa dengan meneladani spirit Pangeran Trunojoyo dalam melawan kelaliman VOC.

E.     Metode Penelitian
Tulisan ini menggunakan metode penelitian historis melalui telaah pustaka, baik dalam bentuk buku maupun produk kebijakan berupa koran nasional. Fokus penulisan diarahkan untuk menganalisis secara kritis sejarah perjuangan Pangeran Trunojoyo dalam melawan kezaliman Amangkurat I dan VOC.
Sebagai penulisan sejarah maka didalamnya ada empat pokok langkah, langkah pertama yaitu heuristik, dengan cara mengumpulkan berbagai sumber-sumber pustaka, seperti buku dan surat kabar yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kedua, kritik sumber dengan cara melakukan verifikasi data atau menyeleksi data-data yang sudah dikumpulkan. Ketiga, melakukan interpretasi, dengan cara menafsirkan fakta-fakta sejarah yang diperoleh untuk mendapatkan sebuah keterkaitan yang saling berhubungan antara fakta satu dengan fakta yang lain. Keempat, historiografi, dalam historiografi inilah penulis melakukan penyusunan fakta-fakta sejarah dalam bentuk tulisan ilmiah yang siap disajikan sebagai pertanggung jawaban atas fakta-fakta sejarah yang telah disusun (Kuntowijoyo, 1995: 89-105).


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Hidup Singkat Pangeran Trunojoyo
Pangeran Trunojoyo merupakan keturunan penguasa Madura, ayahnya adalah Raden Demang Malaya (Malayakusuma), seorang putra dari Cakraningrat I dari Madura. Pangeran Trunojoyo dididik dan dibesarkan di lingkungan Kraton Mataram yang waktu itu pimpinan kerajaan sudah beralih kepada putra Sultan Agung, yaitu: Amangkurat I (Kartodirdjo, 1999: 172).
Tahun 1648, terjadi peristiwa menyedihkan di Kraton Mataram perselisihan keluarga yang menyebabkan jatuh korban anggota keluarga kerajaan Mataram, yaitu: (1) Pangeran Cakraningrat I (Raden Praseno) sehingga disebut Pangeran Siding Magiri (Sidho Hing Magiri), (2) Raden Ario Atmojonegoro putra pertama Pangeran Cakraningrat I, (3) Pangeran Ario atau Pangeran Alit, adik Susuhunan Amangkurat I dan Raden Demang Malayakusuma, ayah Pangeran Trunojoyo.
Setelah peristiwa itu, terjadi perubahan kekuasan di Madura, Raden Undakan putra ke-2 Pangeran Cakraningrat I dinaikkan tahta kerajaan dengan gelar Pangeran Cakraningrat II (1648–1707). Pangeran Cakraningrat II dalam melaksanakan pemerintah kerajaannya ternyata tidak sebijaksana ayahandanya, Pangeran Cakraningrat I. Kekuasaan pemerintahan Madura pada waktu itu hanya diserahkan kepada bawahan-bawahannya yang ternyata hanya melakukan penekanan-penekanan kepada rakyat yang dipimpinnya, sementara Raja Cakraningrat II, terlalu sering berada di Kraton Mataram.

Pangeran Trunojoyo tumbuh sebagai seorang pemuda yang taat kepada agamanya (Islam) dan tidak suka melihat ketidakadilan yang terjadi baik di Madura ataupun di Jawa. Pangeran Trunojoyo segera kembali ke Madura dimana pengaruh kekuasaan Pangeran Cakraningrat II (pamannya) semakin tidak mendapat simpati dari rakyat seluruh Madura. Rakyat Madura mengakui kepemimpinan Pangeran Trunojoyo dari Bangkalan sampai dengan Sumenep dan bergelar Panembahan Madura. Dengan didampingi Macan Wulung menantu dari Panembahan Sumenep, Pangeran Trunojoyo mulai menyusun siasat perlawanan untuk melawan Mataram dan VOC (Kasdi, 2003: 146).
Pasukan Pangeran Trunojoyo bergabung dengan pelaut-pelaut Makassar dibawah pimpinan Karaèng Galesung (yang pada akhirnya menjadi menantu Pangeran Trunojoyo) dan Penembahan Giri. Bantuan dari Panembahan Giri merupakan satu kekuatan yang sangat ditakuti oleh VOC. Tanggal 13 Oktober 1676, terjadi pertempuran sengit di Gegodok antara pasukan Pangeran Trunojoyo dan pasukan Mataram yang dipimpin oleh Adipati Anom. Dalam perang dahsyat ini telah gugur pimpinan pasukan Mataram, yaitu Pangeran Purboyo.
Satu demi satu daerah kekuasaan kerajaan Mataram berhasil ditaklukkan pasukan Pangeran Trunojoyo. Sementara itu Amangkurat I sangat bersedih atas kekalahan itu, pasukan Mataram yang dipimpin calon Putra Mahkota Kerajaan Mataram tak berdaya menghadapi pasukan Pangeran Trunojoyo. VOC mulai turun tangan mencampuri urusan, karena kalau kerajaan Mataram ditaklukkan Pangeran Trunojoyo, berarti VOC tidak akan punya pengaruh lagi di tanah Jawa, sehingga VOC meminta bantuan dari Batavia dibawah pimpinan Cornelis Speelman.
Cornelis Speelman, pada tanggal 29 Desember 1676 berangkat dari Batavia dengan 5 kapal perang dan 1.900 orang pasukan gabungan dari Jepara menyerbu Surabaya. Perang terjadi antara pasukan Pangeran Trunojoyo dan pasukan VOC, walaupun akhirnya Pangeran Trunojoyo harus mundur ke Kediri. Sementara pasukan VOC terus mendesak ke Madura ke pusat cadangan pasukan Pangeran Trunojoyo, VOC berhasil menaklukkan pasukan cadangan Pangeran Trunojoyo di Madura, tapi pada lain pihak pasukan Pangeran Trunojoyo berhasil menduduki Kraton Kartasura, ibu kota Mataram. Jatuhnya ibu kota Mataram, karena tidak ada dukungan sama sekali kepada Amangkurat I, bahkan dari para Pangeran dan Bangsawan Kraton sendiri (Ricklefs, 1999: 111-121).
Setelah kejadian penaklukan ibu kota, Pangeran Anom (Amangkurat II) berbalik dengan mendukung VOC, dengan berbagai cara Pangeran Trunojoyo dapat dikalahkan dan dibunuh oleh Amangkurat II dengan tangannya sendiri. Setelah Pangeran Trunojoyo wafat ditangan Amangkurat II, kerajaan Mataram semakin kehilangan kewibawaannya sebagai salah satu kerajaan besar di Indonesia, karena Amangkurat II tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Setelah itu VOC Belanda terus berusaha memperkecil pengaruh Mataram di Pulau Jawa. Amangkurat II tidak sadar, setelah keputusannya untuk bersekutu dengan VOC maka yang menurut istilah Sartono Kartodirdjo (1999: 199) bahwa “para raja Mataram yang angkuh telah menemukan tuannya”.

B.     Pangeran Trunojoyo: Pahlawan atau Pemberontak?
Perjuangan Pangeran Trunojoyo memang cukup melegenda. Saat ini nama Trunojoyo banyak dijadikan nama jalan di beberapa kota, nama bandara di Sumenep, nama universitas di Bangkalan. Bahkan menjadi istilah informal untuk menyebut Kapolri, yaitu Trunojoyo I. Walaupun nama dan perjuangannya cukup dikenal, sayang sampai saat ini pemerintah belum menganugerahkan sebagai pahlawan nasional. Entah ini sebuah kelalaian atau ada pertimbangan lain yang bisa menjadi sebuah perdebatan.
Memang benar Pangeran Trunojoyo melakukan pembrontakan terhadap Kerajaan Mataram, tetapi di balik pembrontakan tersebut ada sebuah tujuan yang sangat mulia yaitu untuk menghilangkan ketidakadilan terhadap rakyat atas penindasan Amangkurat I dan VOC. Kerajaan Mataram ketika di pimpin oleh Amangkurat I telah melakukan beberapa kezaliman dan bisa dikatakan juga penghianatan terhadap rakyatnya dengan bekerjasama ke kubu VOC. Salah satu contoh kezaliman yang dilakukan oleh Amangkurat I yaitu ketika mengetahui banyak ulama yang menentang kepemimpinannya, para ulama tersebut di bunuh oleh Amangkurat 1 yang telah bersekutu dengan VOC. Padahal kita ketahui bahwa VOC adalah penjajah bangsa ini, tapi justru Amangkurat I mau bersekutu dengan VOC. Apakah itu bukan sebuah penghianatan terhadap rakyatnya? Jadi ketika kita mengetahui tujuan dari Pangeran Trunojoyo melakukan pembrontakan terhadap Mataram, pantaskah Pangeran Trunojoyo disebut sebagai Penghianat?
Terlepas dari itu semua, perjuangan Trunojoyo memang begitu berat, terutama yang dilawan itu adalah dari kalangan yang boleh dibilang teman dan kerabatnya sendiri. Betapapun beratnya dalam menegakkan keadilan dan membasmi kezaliman harus terus dilakukan, walau nyawa sekalipun dipertaruhkan. Seperti istilah yang disampaikan oleh ketua KPK Nonaktif, Abrahan Samad, mewakafkan hidupnya” untuk perjuangan menegakkan keadilan. Dalam hal ini melawan koruptor, musuh dan kejahatan besar di negeri ini. Sama posisinya seperti VOC di zaman Pangeran Trunojoyo.
Perjuangan Pangeran Trunojoyo saat ini masih cukup relevan semangatnya dalam melawan ketidakadilan dan kesewenangan hukum. Masih ingat dalam ingatan bagaimana beratnya perjuangan Novel Baswedan penyidik KPK dari kepolisian harus menangani kasus berat yang terjadi pada pejabat di tubuh kepolisian itu sendiri, bisa jadi itu teman atau kerabatnya sendiri. Upaya dalam menegakkan hukum bukannya mendapat dukungan dari institusi yang membesarkannya itu. Sikap Novel Baswedan pun mendapat “perlawanan” dari kepolisian bahkan sampai hendak menangkapnya. Belum lagi kasus yang melanda KPK saat ini, miris.
Dari contoh kasus di atas, kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa untuk menentang kezaliman dan ketidakadilan dibutuhkan sebuah tekad dan keberanian yang kuat meskipun harus melawan teman ataupun kerabat sendiri. Pangeran Trunojoyo rela melawan Mataram dan VOC demi harga diri rakyat Madura, bahkan sampai sekarang nilai perjuangan Pangeran Trunojoyo itu melekat di hati sanubari seluruh orang Madura. Bagi rakyat Madura, Pangeran Trunojoyo adalah pahlawan yang berusaha membebaskan dari belenggu kekejaman.
Kasus yang sama ditemui pada sosok Untung Suropati, yang sudah diangkat pada tahun 1975 oleh Soekarno, padahal Untung Suropati yang notabene juga pemberontak ke Mataram dan VOC pada era yang hampir sama. Mereka sama-sama beroperasi dari Jawa Timur, dan sama-sama juga memusuhi Mataram yang diboncengi VOC. Padahal menurut Asvi Warman Adam (2007: 129), kata pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Jadi, ada tiga aspek kepahlawanan, yakni: 1. Keberanian; 2. Pengorbanan; dan 3. Membela kebenaran. Mengapa pemerintah belum mengangkat Pangeran Trunojoyo menjadi pahlawan nasional? Apakah Pangeran Trunojoyo sudah memenuhi tiga kriteria pahlawan diatas?

C.    Pengaruh Perjuangan Pangeran Trunojoyo untuk Generasi Penerus Bangsa Indonesia Saat Ini
Berkali-kali ucapan Soekarno dipakai untuk melegitimasi konsep pahlawan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni: “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya”. Kata ini dilontarkan untuk mengajak bangsa untuk menghormati jasa pahlawan dalam memperjuangkan kebebasan dari penindasan dalam bentuk apapun. Tapi, ternyata virus- virus perusak kedaulatan serta kepribadian bangsa dan negara mewabah di negeri kita.
Kebudayaan dan tradisi bangsa diklaim bangsa lain, lapisan masyarakat yang tinggi hingga kebawah pun telah merasakan kenikmatan korupsi, kemiskinan menjamur di beberapa daerah. Padahal para pejuang bangsa telah mengorbankan jiwa raga untuk memuliakan bangsa ini. Jika kita memahami perjuangan yang dilakukan oleh Pangeran Trunojoyo dapat kita ketehui bahwa Pangeran Trunojoyo adalah tokoh yang memiliki keberanian yang sangat besar. Pangeran Trunojoyo mau melawan kerabatnya sendiri yakni Kerajaan Mataram yang bersekutu dengan VOC. Pangeran Trunojoyo terus berjuang sampai titik darah terakhir untuk melawan ketidakadilan yang terjadi di Madura dan Jawa. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk membela martabat bangsa dan negara apapun harus rela di korbankan.
Setelah mengetahui perjuangan Pangeran Trunojoyo seharusnya dapat dijadikan sebagai cambuk untuk membangkitkan semangat generasi penerus bangsa supaya mampu membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik lagi dan sesuai dengan yang di cita-citakan oleh para founding father bangsa ini.
Generasi penerus bangsa seharusnya berani menyatakan mana yang benar ataupun salah dan berani untuk melawan ketidak adilan yang di rasakan oleh bangsa ini. Generasi penerus bangsa harus berani untuk mempertahankan dan memperjuangkan kedaulatan bangsa yang telah di capai oleh para pahlawan bangsa terdahulu.
Dari fenomena diatas, perjuangan Pangeran Trunojoyo hendaknya dapat diambil spiritnya. Bahwa perjuangan menegakkan keadilan harus terus dilakukan tanpa peduli memandang siapa dan latar belakangnya apa. Hal ini ditujukan untuk terciptanya rasa keadilan di masyarakat, serta untuk kepentingan bangsa dan negara. Tugas ini adalah kewajiban kita semua, terutama bagi aparatur negara yang menyandang sebagai penegak hukum, yang memang itu menjadi tugasnya. Saat ini perjuangan itu menjadi lebih berat karena aparat yang seharusnya menyelesaikan masalah hukum justru menjadi bagian dari masalah itu. Dalam hal ini dibutuhkan figur yang berani, tegas, dan mempunyai integritas tinggi untuk berani berkata salah kalau itu memang salah, berani berkata benar kalau itu memang benar.
Semangat untuk selalu menghargai keteladanan sosok Pangeran Trunojoyo yang pernah berjasa bagi masyarakat di masa lalu untuk menentang kekejaman Mataram dan VOC, merupakan suatu keharusan yang harus ditanamkan dan diimplementasi dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap generasi di negeri ini. Karena, keutuhan bangsa dan negara akan terjaga jika generasi mudanya dapat meniru semangat juang para pendahulunya. Sehingga harapan untuk meggapai prestasi menjadi bangsa yang unggul dapat kita raih secara bersama-sama. Aamiin.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

  1. Simpulan
Perang Trunojoyo menjadikan generasi muda bisa berfikir bahwa, untuk melawan ketidak adilan dan ketidak benaran apapun rela dikorbankan, dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Pangeran Trunojoyo adalah salah satu petinggi Mataram yang melakukan perlawanan terhadap kerajaan Mataram untuk membebaskan rakyat dari tindak ketidakadilan dari Amangkurat I dan VOC;
2.      Perjuangan Pangeran Trunojoyo telah mengajarkan bahwa untuk menegakkan keadilan apapun rela dilakukan meskipun harus melawan teman dan keluarga sendiri;
3.      Generasi penerus Bangsa seharusnya memiliki keberanian yang kuat untuk melawan ketidakadilan dan memiliki keberanian untuk menegakkan keadilan meski tantangannya berat.

  1. Saran
Dari simpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1.      Pemerintah seharusnya lebih memikirkan kualitas nasionalisme dan semangat perjuangan dalam generasi penerus bangsa;
2.      Pengetahuan tentang perjuangan bangsa seharusnya lebih ditingkatkan supaya cerita zaman dahulu itu tidak luntur di telan zaman;
3.      Perkembangan globalisasi harusnya tidak menyeret kita untuk meninggalkan identitas dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia dengan meneladani spirit perjuangan para pahlawan bangsa;
4.       Generasi penerus bangsa seharusnya memiliki keberanian untuk melawan ketidak adilan terhadap semua hal yang mengancam kedaulatan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Asvi Warman. 2007. Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Adji, Krisna Bayu. 2014. Sejarah Raja-Raja Jawa dari Mataram Kuno Hingga Mataram Islam. Yogyakarta: Araska.

Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kuntowijoyo. 1995.  Pengantar Ilmu Sejarah.  Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.

Kompas. 12 November 2011. “Pahlawan Nasional yang Baru”. Halaman 3.

Kasdi, Aminuddin. 2003. Perlawanan Penguasa Madura atas Hegemoni Jawa: Relasi Pusat-Daerah pada Periode akhir Mataram, 1726-1745. Yogyakarta: Jendela.

Ricklefs, M.C. 1998. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Suyoko, Dwi. 2015. “Refleksi Kisah Perjuangan Usman Janatin dalam Pembentukan Karakter Bangsa”. Karya Tulis Ilmiah. Dipresentasikan dalam Lawatan Sejarah tingkat Jawa Tengah di Pemalang pada 20 Maret 2015.

KTI Juara III Lawatan Sejarah Tingkat Regional yang di laksanakan di Madura tanggal 7-10 April 2015