Monday, July 18, 2016

MEMAYU HAYUNING SAMUDRO



Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, alamnya sangat dikagumi oleh berbagai bangsa, hingga kekayaan ragam budayanya. Misalkan dalam dunia kelautan, orang Indonesia punya banyak budaya dan pegangan hidup yang sudah dilakukan oleh nenek moyang sejak turun-temurun untuk menjaga dan melestarikan kekayaan laut. Salah satu masyarakat Indonesia yang mempunyai falsafah hidup itu adalah orang Jawa. Falsafah ini adalah Memayu Hayuning Samudro. Pertanyaanya, apa hubungan falsafah ini dengan kelestarian laut?

Glokalisasi
Pengaruh kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat besar perannya dalam membentuk wajah Indonesia. Pengaruh globalisasi ini akan membentuk identitas lokal menjadi identitas nasional hingga global, atau yang sering disebut glokalisasi. Konsep glokalisasi ini dipopulerkan oleh Roland Robertson pada tahun 1977.
Menurut Roland Robertson, glokalisasi adalah penyesuaian produk global dengan karakteristik lokal. Dalam glokalisasi, akan memunculkan interpretasi produk global dalam konteks lokal yang dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai aspek wilayah budaya. Memang pada dasarnya glokalisasi timbul dan merupakan efek dari globalisasi, namun substansi dari glokalisasi tetap mempunyai gen cita rasa lokal untuk mempertahankan identitas nasional.
Identitas masyarakat Jawa pada umumnya mengetahui akan pentingnya sumber daya alam untuk kelangsungan hidup manusia. Untuk itulah, para nenek moyang kita telah menentukan hari penyelamatan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup beserta isinya. Orang Jawa menyebutnya dengan Memayu Hayuning Bawana, menurut Suwardi Endraswara falsafah ini mempunyai arti penyelamat keseimbangan alam dan lingkungan tempat manusia hidup.

Revitalisasi Tradisi
            Salah satu caranya untuk menjaga dan menyelamatkan keseimbangan laut yaitu dengan kembali pada kearifan lokal kita (local genius), dengan lebih spesifik falsafah kearifan lokal Memayu Hayuning Bawana menjadi Memayu Hayuning Samudro yaitu menyelamatkan keseimbangan laut. Biasanya orang Jawa melakukan falsafah Memayu Hayuning Samudro dengan membuat ruwatan atau sedekah atau slametan.
             Tindakan nyata dari falsafah ini diwujudkan dengan upacara tradisional Sedekah Laut.Upacara ini dilakukan untuk masa awal musim penangkapan ikan setelah masa paceklik, sehingga kalau melaut lagi, tangkapan ikan akan sangat banyak. Oleh karena itu, upacara ritual Sedekah Laut ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur para nelayan kepada Tuhan karena nelayan telah diberi rejeki barupa hasil tangkapan ikan yang melimpah. Dalam upacara ini biasanya nelayan tidak diperbolehkan melaut, hal ini sebetulnya memberikan kesempatan ikan untuk berkembang biak.
Sekarang momentum yang tepat untuk melihat kembali peradaban bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim dan sebagai negara kepulauan terbesar didunia, serta merupakan negara agraris yang memiliki pertanian dan kehutanan bagi penduduknya. Seperti falsafah Jawa, Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara artinya manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.
Selain itu mari kita terus membuka mata kita, awasi selalu setiap usaha yang berpotensi menghancurankan laut Indonesia. Pemerintah sudah mulai melakukan perubahan paradigma pembangunan nasional, dari orientasi pembangunan darat menjadi orientasi pembangunan laut. Dengan begitu, harapannya seluruh kebijakan publik dan sumberdaya finansial secara terintegrasi diarahkan untuk menunjang pembangunan kelautan tanpa menghilangkan warisan lelulur kita. Perubahan paradigma ini bukan berarti kita melupakan pembangunan didarat, justru harus diintegrasikan pembangunan ekonomi di darat dan di laut.
Sejuta harapan pada negara kita untuk menjadi poros maritim dunia tidak akan menjadi khayalan semata dalam beberapa tahun kedapan jika kita bersama dan saling bersinergis. Dengan falsafah Memayu Hayuning Samudro, mari jaga dan kelola kekayaan laut kita bersama-sama.

Daftar Pustaka
Endraswara, Suwardi. 2013. Memayu Hayuning Bawana. Yogyakarta: Narasi.
Kelompok Kerja Penyelarasan Data Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011.

Dimuat di Satelitpost 12 Juli 2016.