Wednesday, September 21, 2016

Lemah Meteng Desa Sumingkir

Garpu Menuju ke Desa Sumingkir

Di salah satu padukuhan di wilayah Desa Sumingkir, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga ada satu tempat yang sangat aneh dan unik. Tepatnya ada di Desa Sumingkir bagian Timur ada satu gundukan tanah (lemah) yang apabila diinjak tanah tersebut akan kembali seperti semula. 

Tapi sebelum kelihatan bolong-bolong pasti akan balik semula jadi gundukan tanah. Bentuk dari gundukan tersebut orang-orang menyebut bentuk tanah tersebut seperti perut orang yang sedang hamil (meteng), karena seperti orang hamil dan itu hanya tanah, jadi penduduk desa menamakan Dukuh “Lemah Meteng”.

Gundukan tanah tersebut masih dianggap keramat bagi banyak orang, karena di bawahnya juga ada gundukan tipis yang menyerupai kuburan. Orang-orang mengira bahwa di tempat tersebut dulu pernah ada orang yang dikubur dengan semua harta yang dimiliki.  

Anehnya di tempat tersebut sering keluar sinar di malam hari, sehingga banyak yang menyimpulkan tempat tersebut adalah tempat keramat. Karena kejadian itu banyak orang yang berziarah di tempat tersebut. Bukan hanya orang dari Desa Sumingkir saja yang datang untuk ziarah atau meminta sesuatu dari punden-punden tersebut, tapi juga banyak para pedagang yang datang dari daerah jauh, meminta supaya dagangannya cepat laku, ada juga yang meminta agar mendapat jodoh. Karena banyak yang terkabul, hari demi hari orang yang berziarah semakin banyak.

Dahulu pernah ada warga dekat punden “Lemah Meteng” yang kesurupan. Kisah ini dimulai ketika orang yang kesurupan baru saja selesai menjalankan shalat kemudian orang tersebut tidak sadarkan diri. Saat orang tersebut tidak sadarkan diri orang tersebut diam saja sambil duduk. Orang itu merasa seperti dibawa ke rumah yang sangat bagus, semua peralatan yang sangat mewah dan ada satu kotak emas di rumah itu.

Anehnya sesudah orang tersebut siuman di lehernya sudah ada selendang. Siapa yang memberi slendang itu? Orang-orang tidak mengetahuinya. menurut cerita selendang tersebut aslinya adalah ular yang berasal dari kotak emas tersebut. Tapi ketika ada pada leher orang tersebut, kelihatannya seperti selendang.  Tapi sesudah dua hari orang tersebut menggunakan selendang ajaib. 

Sewaktu menggunakan selendang itu, banyak orang datang yang meminta pertolongan, beritanya tersebar sampai ke daerah lain. Sampai orang tersebut kewalahan menghadapi para tamu. Anehnya, semua orang yang meminta pertolongan banyak yang berhasil. Tapi orang tersebut kaget dan bingung dengan apa yang dia dapatkan. Padahal sebelumnya hanya orang biasa dan tidak pernah mendapatkan ilmu apa-apa, apalagi ilmu kebatinan. Semua itu datang suatu ketika dan hanya lantaran selendang yang melingkar di lehernya, sehingga bisa memenuhi semua permintaan para tamu.

Karena penduduk desa sudah banyak yang mengetahui kalau kedigdayaan itu berasal dari punden “Lemah Meteng”, akhirnya orang yang banyak itu dibawa ke gundukan atau punden “Lemah Meteng”. Setelah tiba di gundukan tersebut terjadi keanehan karena selendang yang di pakai langsung hilang. Akhirnya orang tersebut berkata kalau gundukan tanah tersebut sebenarnya sewaktu-waktu bisa lahir dan ternyata benar. Karena ada di malam Jum’at Kliwon, gundukan tersebut membelah seperti lahir. 

Ceritanya yang lahir bukan bayi manusia, tapi salah satu ular yang berwujud selendang, sampai sekarang masih dikuasai oleh yang punya selendang tersebut. Siapa yang punya? Ternyata orang tersebut yang pernah kesurupan dan kebetuan orang tersebut masih cucu dari Mbah Kartamutadi, dan namanya tambah terkenal Beliau bernama Budi Prasetyo. Sampai sekarang Dukuh Lemah Meteng masih sering ada orang bertapa atau tirakat di dekat punden. Karena untuk menjaga segala hal, yang tidak di inginkan maka dari itu sekitar punden sekarang sudah diberi pagar, namun sayangnya daerah punden tersebut sudah tidak terawat seperti dulu karena keinginan manusia yang selalu berubah di dalam hidupnya.


Sumber Referensi:
http://alas-news.blogspot.co.id/2012/03/asal-mula-desa-lemah-meteng.html., diakses tanggal 30 Oktober 2016.
Wawancara dengan Ibu Masirah tanggal 29 Oktober 2016.