Monday, September 26, 2016

MEMBENTUK PERADABAN DARI MEJA MAKAN

Satelit Post, 24 Maret 2016
Dalam konstelasi dunia modern saat ini, kompetisi antar negara tidak mungkin dihindari. Pada akhirnya, negara super power lah yang akan memegang supremasi. Untuk menjadi negara maju, kita bisa menguatkan salah satu faktor penting untuk membentuk peradaban yang beradab demi menuju kejayaan bangsa. Salah satu faktor penunjangnya yaitu kuatnya nilai-nilai moral/karakter dan kokohnya budaya dalam masyarakat.
Menurut Francis Fukuyama  (1995) dalam bukunya Trust: The Social Virtues, and the Creation of Prosperity, menyebut kemajuan nilai-nilai karakter dan budaya ini dinamakan “modal sosial atau social capital”. Fukuyama menegaskan bahwa persaingan antar bangsa saat ini bukan lagi benturan antar ideologi, namun persaingan peradaban dan pasar bebas yang mempunyai modal sosial tinggi.
Negara yang mempunyai modal sosial tinggi adalah mereka yang mempunyai jiwa kebersamaan dan rasa saling percaya yang kuat, selain itu modal sosial ini dibuktikan dengan minimnya konflik horizontal dan vertikal antar warganegaranya. Pertanyaanya, apakah Indonesia sudah termasuk kedalam negara yang mempunyai modal sosial tinggi itu? Mari kita refleksi diri.

Generasi Penentu
Apabila kita melihat kondisi pemuda Indonesia saat ini, optimisme harus selalu tertanam. Mekipun tidak bisa dipungkiri, problematika remaja saat ini menjadi perhatian kita bersama. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya “serbuan-serbuan” luar yang menggempur pola pikir dan perilaku generasi muda. Contohnya, seperti pengkebirian norma-norma sosial dengan maraknya suara melegalkan kelompok LGBT, lebih miris lagi, ada siswa yang diduga masih duduk dibangku SMP dengan bangganya memposting foto tidak senonoh dimedia sosial.
Degradasi moral ini bisa mengindikasikan kekhawatiran akan keberlangsungan masa depan generasi muda kita. Kalau kita mau jujur, di negara ini tidak kurang orang-orang ber-IQ tinggi, namun banyak pihak sepakat, bahwa krisis kita sekarang adalah krisis moral. Krisis moral ini berkorelasi dengan pendidikan dan aspek sosial setiap individunya. Semua institusi sosial, menjadi tempat yang sangat penting, karena lewat institusi ini pembentukan karakter individu dibentuk.
Hal ini sesuai dengan pendapat Lord Channing bahwa The great hope of society is individual character (harapan besar masyarakat adalah kualitas karakter setiap individunya). Kualitas akhlak individu ini tidak bisa terlepas dari peran sentral keluarga. Hal ini sesuai dengan teori dalam sosiologi, yaitu “keluarga adalah unit terpenting dalam masyarakat”. Artinya, apabila pondasi pendidikan dalam keluarga lemah, maka bahan “bangunan” dalam masyarakat juga akan lemah.
Pembangunan karakter ini berkaitan erat dengan pola asuh yang dilakukan oleh orang tua terhadap kepribadian individu-individu sejak kecil dari dalam keluarga. Keluarga yang kokoh merupakan keluarga yang dapat menciptakan generasi-generasi penentu yang berkarakter kuat. Kita harus merenungkan kata-kata bijak, “walaupaun jumlah anak-anak hanya 25 % dari jumlah total penduduk, namun akan menentukan 100 % perjalanan masa depan Indonesia”.
Begitu besar kontribusi anak-anak untuk masa depan Indonesia, karena dari merekalah masa depan Indonesia sebagai sebuah bangsa akan ditentukan. Lalu bagaimana karakter generasi penentu ini dibentuk? Mari mulai dari hal kecil disekitar kita, yaitu dengan strategi meja makan.

Strategi Meja Makan
      Apa hubunganya meja makan dengan pembentukan peradaban? Meja makan merupakan wahana yang tepat untuk berkumpul keluarga selama seharian beraktifitas dengan kegiatan masing-masing. Jangan menyepelekan kegiatan makan bersama ini, karena kegiatan sederhana ini mempunyai dampak positif yang sangat besar bagi perkembangan psikologi anak.
    Hal ini pernah dibuktikan dari penelitian pada tahun 2013 oleh peneliti dari University of Agder di Norwegia, penelitian itu mengambil 8.000 anak di 8 negara Eropa sebagai sempel penelitian. Hasil penelitian ini menegaskan, ternyata dengan rutin makan bersama bisa menurunkan perilaku negatif dari anak, seperti kenakalan remaja, minum-minuman keras, dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
     Dari hasil peneltian diatas, ternyata makan bersama mempengaruhi perilaku anak dalam kehidupan. Dengan makan bersama, semua elemen keluarga sedang mempererat dan mengaitkan antar anggota. Selain itu, dengan makan bersama, anak bisa mengungkapkan curahan hati yang dialami seharian. Lewat percakapan yang ringan di meja makan, secara tidak langsung, orang tua memberikan bekal modal sosial kepada anaknya.
     Relasi orang tua yang maksimal dengan anak akan memperkokoh pondasi masyarakat. Artinya, relasi ini akan menimbulkan kedekatan psikologis yang sangat penting untuk membangun kepercayaan anak pada orang lain. Merasakan diri diperhatikan oleh orang tua sehingga memunculkan perasaan yang nyaman dan aman bagi anak. Sehingga akan membentuk kepribadian yang berkarakter kuat.
   Memang tidak 100 % kepribadian anak ditentukan di meja makan, pembentukan karakter anak yang maksimal membutuhkan waktu, pikiran, tenaga, pengetahuan, kesabaran, dan konsistensi jangka panjang dalam mendidik. Namun, dengan hal kecil yang mempunyai dampak besar ini, kita harus menyempatkan minimal satu hari sekali untuk berkumpul di meja makan. Pilihan waktu yang paling tepat untuk makan bersama adalah pagi hari ketika sarapan dan ketika makan malam.
Kita tidak mau peran penting keluarga ini gagal, karena imbasnya terhadap masa depan Indonesia. Seperti kata seorang pakar pendidikan, William Bennett, “apabila keluarga gagal dalam memberikan modal-modal sosial ini, maka akan sangat sulit bagi lembaga-lembaga lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalan tersebut dikemudian hari”. Oleh karena itu, kita semua harus berusaha memaksimalkan peran keluarga ini bersama-sama.
        Dengan segala elemen-elemen sosial memaksimalkan perannya, terutama keluarga, maka kejayaan peradaban bangsa ini akan terrealisasi secepatnya. Oleh karena itu, mari kita mulai pembentukan peradaban bangsa ini dari keluarga, salah satunya bisa dibentuk di meja makan. Sehingga nantinya para generasi muda mempunyai pondasi yang kuat dalam membangun peradaban bangsanya.