Wednesday, September 28, 2016

WANITA TIANG NEGARA


Sumber Gambar
Pada awal tahun 2016 ini muncul kasus-kasus yang membuat geleng-geleng kepala kita. Dari pejabat hingga rakyat, dari bupati termuda yang tersandung narkoba hingga seorang anak yang diduga masih duduk dibangku SMP memposting foto-foto tidak senonoh di media sosial. Seolah mereka lupa (dilupakan) sebuah “pabrik” moral bernama keluarga.
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam membentuk pondasi karakter anak. Sesuai dengan resolusi majelis umum PBB, fungsi dari keluarga adalah wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mengembangkan kemampuan dari semua anggota, agar menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan suatu kepuasan guna tercapainya keluarga yang sejahtera.
Sedangkan konsep keluarga dalam ajaran Islam adalah keluarga yang sakinahmawadah, dan rohmah.
Keluarga Islam ini memiliki nilai cinta, komitmen, kasih sayang, tanggung jawab, serta komunikasi yang baik. Keluarga yang didasari oleh nilai-nilai itu adalah tempat yang sangat baik untuk perkembangan anak agar tumbuh secara maksimal.
      Dalam keluarga ada sosok yang perannya sangat sentral, yaitu wanita sebagai seorang ibu. Ada sebuah kata hikmah, “wanita adalah tiang negara, apabila wanitanya baik maka negara akan baik dan apabila wanitanya rusak negarapun akan ikut rusak”. Namun Pertanyaanya, tantangan dan peran apa saja yang diemban oleh seorang wanita dalam kehidupan keluarga?

Tantangan Masa Kini
Dalam pergeseran zaman dewasa ini, banyak faktor negatif yang mempengaruhi keluarga. Bila dilihat, saat ini seolah kasih sayang bergeser ke arah emosional dan rumah hanya sebagai tempat pertumbuhan anak secara fisik. Banyak wanita lebih memilih kepentingan karier demi kebutuhan ekonomi dibandingkan kepentingan keluarga.
Jumlah wanita yang memilih bekerja di luar rumah semakin meningkat, apalagi banyak suara yang mendorong untuk berperan aktif dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Banyak ibu setelah melahirkan usia dua bulan akan meninggalkan anaknya dengan pengasuhnya, atau ditaruh di tempat penitipan anak (TPA). Padahal pemisahan ini akan berimbas mengurangi ikatan emosional antara ibu dan anak.
Walaupun jumlah wanita di Indonesia mendominasi dibandingkan dengan jumlah pria, namun kualitas pola asuh masih jauh dari kata ideal. Perubahan zaman yang sangat cepat memerlukan kemampuan yang cepat juga untuk beradaptasi mengasuh anak-anak. Kemiskinan dan problematika hidup masih tersebar dalam kehidupan keluarga Indonesia. Akibatnya keadaan tersebut akan meningkatkan dampak negatif terhadap kualitas pengasuhan anak.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga, baik kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri, istri terhadap suami, dan kekerasan ibu terhadap anaknya, atau yang lebih parahnya kekerasan anak terhadap ibunya. Oleh karena itu, perlu penguatan peran seorang ibu dalam keluarga.

Peran Wanita
Menurut teori sosiologi, fungsi keluarga adalah “pondasi masyarakat”. Sosok sentral yang meletakan pondasi itu adalah wanita. Peran ini sangat penting sekali, karena sebagai pembentuk kepribadian seorang anak. Ada beberapa kebutuhan fundamental yang harus dilakukan oleh wanita agar karakter anak tumbuh dengan baik, dan semua ini tergantung pada peran wanita sebagai seorang ibu.
Pertama, kebutuhan kedekatan psikologis. Kedekatan psikologis ini harus ditanam sejak lahir, karena dengan kedekatan ini, maka anak akan merasa diperhatikan dan menimbulkan rasa aman.  Seorang ibu yang dapat membuat erat ikatan emosional akan membuat kepribadian anak semakin menjadi baik. Seorang anak yang sejak kecil dekat dengan ibunya, maka akan secara otomatis akan baik kepada anggota keluarga lainnya.
Kedua, kebutuhan rasa aman. Kebutuhan rasa aman ini akan mempengaruhi kepribadian anak. Sebab apabila rasa aman ini tidak ada, maka anak cenderung akan mengalami stress. Hal ini dapat mengurangi nafsu makan anak, sehingga kebutuhan gizi anak akan tertanggu. Sebaliknya, apabila rasa aman ini didapatkan, maka akan meningkatkan daya serap gizi, sehingga proses pertumbuhan akan menjadi maksimal.
Ketiga, kebutuhan stimulasi ragawi. Stimulasi ini bisa diukur dari sentuhan-sentuhan perhatian ibu terhadap anak, seperti mengelus rambutnya, menggendong langsung, dan mencium dengan penuh kasih sayang. Kebutuhan dasar ini hanya bisa dipenuhi oleh keluarga yang mempunyai nilai-nilai harmonis. Dan tentunya hal ini membutuhkan peran besar dari orangtuannya, terutama ibu.
Kebutuhan-kebutuhan ini yang harus dilakukan ibu kepada anaknya jika menginginkan generasi muda yang sehat secara jiwa raga. Komitmen orangtua dalam mengasuh anak ini sangat diperlukan karena pertumbuhan anak akan ditentukan pada pendidikan tahun pertama. Waktu pertumbuhan anak tidak akan bisa mengikuti kesibukan dan ketersedian waktu orangtua. Maka perlu pembagian yang jelas antara kedua orangtua, siapakah yang akan menyediakan waktu lebih banyak bagi pengasuhan dan pendidikan anak. Dan biasanya, ibu akan menjadi garda terdepan untuk hal ini.
Peran pengasuhan ini berkaitan dengan kualitas generasi penerus bangsa yang akan membentuk peradaban bangsa nantinya. Peran pengasuhan tersebut akan menentukan keberlangsungan suatu sistem sosial yang kuat. Jika dibandingkan dengan peran lainnnya dalam kehidupan, peran mengasuh anak sama mulianya dengan peran bapak mencari nafkah.
    Perempuan yang memilih peran sebagai ibu rumah tangga harus diapresiasi. Mereka adalah pengasuh, pembentuk generasi muda, dan penentu arah masa depan bangsa. Mari kita maskimalkan kontribusi kita sebagai seorang ibu, karena wanita adalah tiang negara. (*)


Tulisan Istri dimuat di SatelitPost. Lihat DISINI