Sunday, March 12, 2017

Asal Nama Desa Kejobong

Kantor Kecamatan Kejobong
Desa Kejobong terletak di Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga. Menurut legenda, alas mula nama Kejobong berasal dari abad ke-19. Kira-kira pada pertengahan abad ke-19 berdiri sebuah perguruan/padepokan “Kalimeong” yang sangat terkenal. Padepokan ini dipimpin oleh mahaguru yang bernama Bangsa Tirta. Dia terkenal seorang yang sangat sakti dan mempunyai keahlian lain dalam bidang pengobatan. Karena kehebatannya, maka banyak orang yang datang berguru kepadanya.
Bangsa Tirta memiliki banyak murid di padepokan Kalimeong, ratusan jumlahnya, namun ada empat orang murid yang sangat menonjol. Mereka adalah Suro Gendheng, Suro Begong, Suro Merta, dan Suryo Lelono. Suro Gendheng merupakan murid yang tertua. Dia berbadan tinggi besar, berwajah seram/angker, wataknya keras dan kejam. Dia telah mempunyai aji Jebug Keli artinya dia tidak bisa tenggelam walaupun dimasukkan ke dalam sungai yang dalam sekalipun. Dia tahan/kebal terhadap tusukan benda tajam. Suro Begog mempunyai aji Gajah Wulung artinya dia bertenaga kuat sekali (seperti gajah). Selain itu dia kebal terhadap tusukan benda tajam.  Suro Merto mempunyai aji Kenteng Waja artinya dia kebal terhadap tusukan benda tajam, karena badannya yang keras sekali seperti baja. 
Ketiga murid ini memang pandai sekali merayu sang Guru agar memberikan ilmu-ilmu kekebalan tubuh. Tetapi ilmu-ilmu itu disalah gunakan.  Murid yang keempat adalah Suryo Lelono, dia berasal dari Surakarta. Orangnya tinggi besar berwatak sabar dan suka mengalah. Tetapi dia sangat cakap dalam menerima ilmu-ilmu yang diberikan Guru. Selain itu dia cerdas dan sopan, sifatnya lemah lembut dan periang. Berbagai ilmu telah dikuasainya. Apa yang diajarkan guru cepat dikuasai. Maka dari itu guru memberi hadiah sebuah cincin (batu akik) yang berguna untuk memikat wanita. Namun ia tak ingin menggunakannya. 
Di tengah perjalanan, ketiga bersaudara itu iri melihat keberhasilan Suryo Lelono. Ketiga orang itu mempunyai niat jahat, kemudian meminta dengan paksa guci yang sedang dibawa Suryo Lelono. Suryo Lelono bersikeras mempertahankan guci tersebut. Maka terjadilah perkelaian antara Suryo Lelono dengan ketiga bersaudara. Namun mengingat perkelaian yang tidak seimbang, maka betapa pun Suryo Lelono banyak menguasai ilmu bela diri untuk melawan tiga orang dia kewalahan. Akhirnya Suryo Lelono kalah di keroyok tiga bersaudara. Setelah ketiga orang itu melihat Suryo Lelono tak sadarkan diri/pingsan, guci tersebut diambilnya dan mereka terus kabur meninggalkan padepokan. 
Ketika Suryo Lelono siuman, datanglah Nyi Sendekala (kakak seperguruan Bangsa Tirta) untuk menolongnya. Suryo Lelono menceritakan dari awal hingga akhir kejadian yang baru dialami. Kemudian Nyi Sendekala merasa kasihan melihat Suryo Lelono lemah lunglai. Setelah tenaganya agak pulih, Suryo Lelono diantar pulang ke padepokan Kalimeong.  Bangsa Tirta merasa terkejut melihat Suryo Lelono berjalan dengan lemah lunglai dan tidak bersama ketiga saudara seperguruan. Tetapi dia diantar oleh Nyi Sendekala. Setelah istirahat, dia menceritakan kejadian yang baru dialami dari awal sampai pulang ke padepokan ini. Bangsa Tirta setelah tahu kejadian yang menimpa Suryo Lelono hatinya marah dan mengumpat perbuatan Suro Begog dan kawan-kawan. 
Tidak lama kemudian terdengar berita bahwa Suro Gendeng dikeroyok orang di Banjarnegara, karena mencuri sapi. Kakinya diikat dan dibebani batu kemudian diceburkan ke sungai Brangsong. Tetapi berkat ilmu Jebug Keli dia bisa lolos dari maut dan dia bisa mendarat lagi langsung mencari tempat yang aman. Suro Begog juga di keroyok oleh masyarakat karena tertangkap basah sedang mencuri kerbau. Dia babak belur dan dimasukan ke kamar tertutup di rumah Demang di Rembang. Tetapi malamnya bisa keluar sebab mempunyai aji Gajah Wulung, kemudian melarikan diri. Suro Merto tertangkap di pesisir laut Selatan. Dia dihajar penduduk karena mencuri ikan dan udang di tambak, kemudian tambaknya pun dirusak. Dia di hukum dan dimasukan kedalam penjara, namun di penjara dapat menjebol tembok dan akhirnya dia melarikan diri. 
Mendengar berita-berita itu, Bangsa Tirta merasa sedih dan prihatin atas kelakuan para muridnya yang mementingkan diri sendiri. Ilmu-ilmu yang seharusnya untuk kekebalan dan menjaga diri dari bahaya ternyata disalah gunakan. Kemudian Bangsa Tirta bersemedi dengan menggunakan Aji Kalamudeng. Dengan tujuan para muridnya yang telah tersesat dan melanggar ilmu-ilmu untuk kepentingan pribadi agar bisa pulang ke padepokan kembali.  Ajian ini memang sangat ampuh terbukti satu persatu muridnya yang telah meninggalkan padepokan dapat pulang semua. Ketiga muridnya datang bersujud menghadap guru sambil menundukkan kepala. Mereka merasa malu akan perbuatan yang telah dilakukan. 
Ketiga orang itu tubuhnya gemetar, bagai disambar petir, tubuhnya menggigil, dan merasa malu seta menyesali akan perbuatannya itu. Mereka jatuh tak sadarkan diri, tubuhnya lemah lunglai, dan mukanya pucat sekali. 
Kemudian Bangsa Tirta dengan nada keras berkata lagi, ”Kalian tidak akan memperoleh kehidupan yang layak, kecuali jadi Wong (wong artinya orang yang berkelakuan baik). Maka mulai hari ini Kalimeong saya ganti dengan nama Kejobong”. Jadi, nama Kejobong itu berasal dari kata Kejaba dan Wong. Kejaba dalam bahasa Indonesia berarti kecuali, wong artinya orang yang baik.”

Sumber Referensi: 
Narindra Pratama Putra, XI IPS 4 16/17