Monday, November 13, 2017

Prahara Zoster || Cerpen


Senja

arifsae.com, cerpen - Menjadi orang yang berkarakter adalah impian setiap manusia, namun masing-masing manusia mengalami prosesnya sendiri-sendiri untuk menemukan karakternya. Jalan hidup manusia sangatlah susah untuk diterka. Disinilah karakterku semakin matang terbentuk diantara rimbunnya Sawit. Serasa baru kemarin aku sampai disini, ditengah-tengah belantara sawit yang jauh dari hingar bingar kota.

Masih terasa saat kabar bahagia itu aku terima setahun lalu, pengumuman seleksi guru untuk anak-anak Indonesia di Malaysia. Akhirnya mendapat kesempatan itu pada umur 31 tahun, kesempatan melihat sekelumit dunia luar dari tanah kelahiran yang membesarkanku sampai setahun yang lalu. Pada usia yang tidak muda lagi dan dorongan untuk menikah dari orang tua, bisa dikatakan kesempatan ini sebagai pelarianku untuk menunjukkan kemampuanku hidup mandiri.

Mendapatkan tempat tugas yang sesuai dengan harapan adalah sesuatu yang sangat aku syukuri pada saat itu, tempat tugas yang benar-benar dimulai dari nol. Sebagai pengajar dengan mendapat tugas mengajar dari nol sangatlah beruntung, karena setiap apa yang kita buat akan bisa terlihat setelah kemudian hari. Kim Loong Resources Berhad, itu tempat tugas baruku dimana aku akan berusaha menorehkan segala apa yang aku miliki untuk anak bangsa.

Saya ditempatkan di Kimloong yang terletak 20 km dari jalan raya,untuk ke Sandakan harus menempuh perjalanan selama 2,5 jam, kalau ke Kota Kinabalu sekitar 5 jam perjalanan. Keadaan sekolah yang seadannya membangkitkan semangatku untuk menghidupkan sekolah. Muridku berjumlah 38 untuk jenjang SD dan 9 orang untuk jenjang SMP. Mereka belajar satu atap namun berbeda jamnya, untuk SD masuk pagi dan untuk SMP masuk siang.

Setelah mendapat info dari guru tempatan, ternyata pihak company kurang berkenan jika diladangnya ada sekolah, karena dianggap akan menghabiskan biaya saja. Namun antusias anak-anak dalam belajar sangatlah besar, semangat mereka tak terkalahkan karena jarak dan transportasi. Mata pelajaran yang saya ajarkan yang terpenting saat ini adalah membaca, menulis dan berhitung, karena rata-rata mereka tidak bisa membaca dan menulis. Sebelum saya datang sudah ada guru tempatan yang mengajar meski merasa kuwalahan. Guru tempatan ini sangat baik dan mau berkorban apapun untuk anak-anak dan sekolah. Sangat beruntung mendapat guru tempatan yang mudah diajak kerjasama.

Kian lama kian merasakan bahwa disinilah rumah keduaku, memiliki tetangga yang baik dan bahkan tetangga sebelah rumah sudah saya anggap sebagai orang tua kedua. Mungkin cuma saya yang merasa tidak rindu yang menggebu-gebu terhadap keluarga dirumah atau ada yang salah denganku? Entahlah akan terjawab dengan berjalannya waktu.

Proses belajar mengajar yang saya terapkan adalah kelas rangkap, karena harus mengajar tiga kelas yg berbeda dalam satu waktu dan satu tempat. Awalnya sangat kesulitan untuk mengatur kelas karena rangkap, namun saya minta masukkan dari Pak Yanto (kepala sekolah yang sudah pensiun tempatku mengajar) dan saya melakukan terobosan-terobosan untuk memecahkan permasalahan itu.

Banyak cerita yang bermula dari sini, mulai dari adat istiadat yang berbeda sampai bahasa dan istilah yang mereka gunakan. Dengan perlahan aku mulai menyelami satu persatu kebiasaan penduduk setempat, tak lama pun aku dapat menyesuaikan walau kadang masih sering missed komunikasi karena perbedaan bahasa. Namun itu tidak membuatku menyerah, tetapi membuatku semakin tertantang untuk jauh menyelaminya.
                                                      ***
Semua berjalan lancar dan sesuai harapan. Sampai pada akhir Januari 2018, yang menggoreskan kenangan yang tidak dapat ku lupakan. Sepulang dari sekolah, badan terasa lemah tidak berdaya bukan karena tidak sarapan atau kurang makan, namun ada rasa yang berbeda, suhu badan terasa naik. Kebiasaanku sepulang sekolah biasanya masak, makan dan baru istirahat. Tapi kali ini terasa sangat berbeda, lepas sekolah aku ingin cepat beristrahat. Pukul 14.30 terdengar suara ketukan pintu yang sangat keras, membuatku tersentak dan beranjak dari tilam (kasur).

“Pak, sekolah kan ni hari?” Kata salah seorang murid SMP yang mengetuk pintu.

“Iya, hari ini sekolah.” Jawabku sambil menahan kepala yang agak pusing.

Dikelas, kepala semakin menjadi-jadi pusingnya, tapi aku berhasil menyelesaikan belajar hari ini. Selesai mengajar sekolah sore, kepala pusing ini belum juga hilang, sampai malam pun datang dan badanku semakin panas. Setelah makan bergegaalah aku untuk beristirahat lebih awal dengan harapan besok pagi lebih fresh dan sembuh pusingnya.

Keesokan harinya, alarm HP berbunyi dan menunjukkan pukul 06.00 pagi, engan tergesa-gesa akupun pergi mandi. Usai mandi ada yang berbeda dileherku, ada bintik warna merah yang agak perih. Pikirku karena semalam digigit serangga (semut bersayap), saat pelajaran berlangsung badanku kembali panas, aku tahan-tahan sampai selesai kelas hari itu, esok paginya bintik itu yang semula kecil menjadi besar dan tumbuh bintik kecil disekitarnya. Anehnya bintik itu berair, perkiraanku mungkin itu herpes. Aku pun putuskan tidak mandi pagi itu, tiba-tiba HP ku berbunyi ada telepon dari Bu Aiza (guru pamong).

“Pak Yan, kita dipanggil SM tuan Ho (Senior Manager).”

“Kapan bu?” Jawabku sambil merapikan baju.

“Sekarang pak”, Jawab bu Aiza.

“Ada apa ya tiba-tiba si SM memanggil? Ahhh....sudah lah temui saja dia, nanti juga tau ada apa?”.

Aku dan bu Aiza pun datang ke Office memenuhi panggilan si SM. Dia bertanya mau memperbaiki sekolah namun dia meminta surat kelulusan pendirian sekolah dari kerajaan Malaysia. Aku pun tidak tau surat yang seperti apa, aku langsung tanya Bu Aiza dan dia pun tidak tahu surat itu.

Demi kebaikan kita semua dan agar si SM mau memperbaiki sekolah, aku jawab saja masih dalam proses. Itu dikarenakan sekolah kami yang baru berdiri belum ada satu tahun. Si SM pun malah mengancam akan menutup sekolah karena kita tidak bisa menunjukan surat kelulusan dari kerajaan Malaysia, si SM mengira sekolah kita adalah sekolah ilegal. Sontak saja pernyataan SM itu membuat kita berdua terkejut dan merinding mendengarnya.

Masih dengan sedikit demam dan bintik berair dileherku yang semakin bertambah banyak, sepulang dari office kita melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa. Saat sela-sela waktu istirahat aku gunakan untuk menghubungi pihak KJRI, menanyakan tentang surat kelulusan dari kerajaan Malaysia. Pak Cahyono pun langsung menanggapi dengan sigap, bahwa surat itu sudah ada sejak bulan September 2017 sesaat setelah JPNS dan KJRI melakukan lawatan kesekolah kami.

Tak sabar menunggu, untuk bertemu dengan si SM yang kemarin mengancam mau menutup sekolah. Esok paginya, ketika bangun tidur bintik dileherku smakin luar dan berair, sehingga pagi itu tidak dapat memakai baju seperti layaknya orang, dadaku sebelah kanan terlihat separuh, macam pendekar yang habis menumpas kejahatan. Kita pun langsung bergegas pergi ke office agar bertemu si SM.

Sampai lah kami ditempat parkir office, Bu Aiza melihat Tuan Ho mau pergi. Kita segera mencegat Tuan Ho didekat mobilnya yang sudah terpakir didepan office. Kami pun memberikan surat kelulusan pendirian sekolah dari kerajaan Malaysia, tanpa mempersilahkan masuk office dan duduk kita langsung menyodorkan surat itu. Baru saja membaca halaman depan atau konsideran si SM ini sudah protes karena nama sekolah di surat tersebut adalah CLC 64 Ladang Kim Loong, sedangkan si SM menghendaki nama sekolahnya adalah CLC Kim Loong Resources Berhad, dan surat kami yang dari kerjaan Malaysia ditolaknya dan suruh diperbaiki sesuai ke inginannya.

Dalam benak kita, bagaimana mungkin surat yang dikeluarkan Kerajaan Malaysia mau diperbaiki? Urusan ini bisa semakin panjang, akhirnya dengan cara yang sedikit licik ABS (Asal Bapak Senang) tidak berfikir lama malam harinya aku langsung edit saja sendiri dan print ulang sesuai keinginan SM.

Sakitku semakin parah saat itu, badanku semakin panas dan leherku terasa berat sekali. Tapi aku harus bertemu SM untuk menyerahkan surat itu. Pagi pun menyapa dengan cerah namun sakitku bertambah parah dan bertambah banyak bintik berairnya. Sudah 2 hari aku tidak mandi dan tidak bisa berpakaian selayaknya orang pada umumnya. Tidak berfikir panjang lagi asal rapi dan pantas saja aku pergi ke office dengan membawa surat itu, namun si SM sedang tidak ada ditempat jadi aku titipkan saja ke salah seorang kerani (staff).

Usai menyerahkan surat itu aku langsung pergi klinik perusahaan, kata perawat yang jaga pada hari itu katanya aku terkena herpes, aku pun diberi obat oles dan obat untuk diminum supaya tidak demam. Sampai obat yang diberi perawat habis, namun sakitku tidak ada perubahan tapi semakin luas dan banyak. Aku putuskan untuk pergi ke klinik berjumpa dengan dokter.

Dengan badan yang lesu dan lemas agak sedikit demam, aku mengendarai motor ke simpang jalan raya, aku parkirkan motorku disalah satu kedai dekat simpang dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus. Sampailah di klinik dr. Syed, setelah menunggu beberapa saat akhirnya dipanggil keruang pemeriksaan. Ketika melihat bintik dileherku dr. Syed kaget,

“Itu tidak ada obatnya.”

Langsung aku bantah berkataan dr. Syed, “Maksud perkataan dokter bagaimana?” Dia diam sejenak sambil pijit-pijit smartphone nya, trus aku suruh menyimak video presentasi seorang dokter mengenai Herpes Zoster. Kemudian dokter menjelaskan bagaimana pnyakit tersebut mulai berkembang, sebenarnya virus itu adalah virus cacar air biasa yang berubah lebih kuat dari biasa, dan virus itu akan berkembang pesat ketika daya tahan tubuh kita sedang turun. Sambil menjelaskan dia menuliskan resep obat, karena aku alergi dengan antibiotik yang biasa, akhirnya dokter kasih antibiotik yang tidak biasa dan jarang dipakai oleh dokter Indonesia karena harganya yang mahal. Selain obat-obat itu dokter juga kasih krim seperti di klinik perusahaan sama disuruh minum air kelapa muda.

Sebelum keluar dari ruangan, dokter berkata kalau Zoster lebih bahaya dari cacar air biasa, jika menyerang mata maka mata akan buta dan jika menyerang telinga maka telinga akan tuli. Aku semakin takut karena bintik itu sudah mulai ke pipi dan belakang telinga. Sempat aku meminta dokter untuk membuat surat rujukkan kerumah sakit, tapi kata dokter dirumah sakitpun akan sama saja karena tidak ada obatnya. Cuma bisa menunggu fase nya aja sekitar 2 sampai 3 minggu sedangkan yang saya alami baru 5 hari artinya masih kurang 10 hari lagi dan aku harus di karantina tidak boleh jumpa dengan orang yang belum terkena cacar air, karena berpotensi akan menularkan cacar ke mereka.

Akupun akan terkurung didalam rumah selama 2 minggu, apa yang akan aku perbuat? Tidak bertemu anak-anak pasti akan membuatku bosan setengah mati. Hari-hari ku habiskan untuk istirahat saja biar cepat sembuh dan pulih seperti sedia kala, namun itu hanya bertahan 4 hari saja. Karena sudah tidak tahan bosan dan suntuk tanpa interaksi kepada siapapun, aku putuskan untuk panggil anak-anak belajar dirumah, tapi yang aku ijinkan belajar dirumah anak-anak yang sudah pernah terkena cacar air saja.

Dengan kondisi yang tidak bisa memakai baju, aku melangsungkan pembelajaran dirumah, mata anak-anak yang haus akan ilmu selalu menatapku saat aku sedang menjelaskan, tanpa mereka jijik dengan penyakitku. Aku lihat mereka, satu persatu. Dalam hati ku muncul haru melihat mereka. Belajar tidak bebas, SM yang tidak mendukung, dan keterbatasan fasilitas. Mengapa mereka? Mengapa?

Mereka....
Mengapa mereka...??
Mereka penerus bangsa...yang hampir selama hidupnya tidak menginjakkan kakinya dibumi pertiwi....
Mereka penerus bangsa...yang selama hidupnya baru kali ini merasakan duduk dibangku sekolah...
Mereka penerus bangsa...yang hampir selama hidupnya terkurung dalam belukar sawit tanpa tahu suasana kota....
Mereka penerus bangsa...yang hampir selama hidupnya baru mengenal pancasila dan Indonesia raya....

Masih berpikir panjangkah kita untuk menolong dan membantu mereka???
Mereka hanya segelintir anak yang sekarang sudah beruntung merasakan duduk dibangku sekolah....
Masih banyak penerus bangsa yang belum merasakan duduk dibangku sekolah....
Masih banyak penerus bangsa terkungkung dalam belukar sawit di negeri orang....
Masih enggan kah kita berbagi dengan mereka???
Masihkah berpikir panjang untuk mereka???
Masihkah ingin brdiam diri di zona nyaman tanpa berbuat apa-apa untuk mereka???

Sungguh tidak tega melihat anak-anak yang benar-benar ingin mencari ilmu tapi kita tidak bisa memfasilitasi semaksimal mungkin, sedih rasannya dengan keadaanku seperti ini. Apalagi kalau ingat perkataan dr. Syed mengenai efek dari Zoster, setiap malam ada rasa takut. Takut tidak bisa lagi melihat matahari terbit, tidak bisa melihat lagi riangnya anak-anak masuk sekolah lewat depan rumah. Ada rasa putus asa ketika sakitku tak kunjung sembuh atau tidak ada perubahan yang signifikan, ingin rasannya aku sayat kulitku yang penuh bintik berair itu dan aku buang jauh-jauh, namun semua itu percuma saja, hanya bisa menyerahkan kepada Tuhan Maha Pencipta segalannya.
                                                        ***
Sepuluh hari sudah aku menderita sakit ini, obatku pun sudah mau habis namun belum ada perubahan. Siang itu yang terik, memaksaku untuk berkendara motor kesimpang jalan raya yang berjarak 20 Km, dengan kondisi yang seperti itu. Sampai di Klinik dr Syed, beliau berkata,

“Saya kasih antibiotik yang lebih tinggi dosisnya, agak cepat pecah dan kering.”

“Kapan sembuhnya, dok?” Aku sudah tidak tahan lagi untuk bisa bebas beraktifitas seperti sedia kala. Beliau menjawab, tidak lama sekitar seminggu lagi, artinya aku harus tidak mandi seminggu lagi, karena tidak boleh terkena air, takutnya bintik itu akan pecah dan cairan didalamnya akan menambah bintik-bintik baru disekitarnya.

Sudah lebih dari dua minggu namun bintik-bintikku tak kunjung ada perubahan, obat yang diberikan dokterpun sudah habis. Mau tidak mau harus ke klinik dr. Syed lagi, lagi-lagi dengan keadaan yang tidak selayaknya orang biasa harus mengendarai motor pinjaman menempuh jarak kiloan meter untuk ke klinik. Dalam hati berdoa semoga ini adalah kali terakhir ke klinik, biarkan aku sembuh dan beraktifitas lagi tanpa batas.

Kata dr. Syed sudah tidak menyebar bintiknya, tinggal menunggu pecah dan kering saja, lega rasanya mendengar penjelasan dr. Syed. Karena zoster badanku turun drastis, hingga terlihat lebih panjang dari biasannnya. Sudahlah tidak usah difikirkan, yang terpenting saat ini sembuh dulu. Kata mamah kalau sudah sembuh kamu bisa mengembalikan badanmu yang rusak karena serangan zoster.

Sebulan sudah aku hidup dengan serangan zoster, benar yang dikatakan dr. Syed, Semua perlahan mulai kering walaupun tidak pecah. Sangat senang melihat perubahan ini, obat pun sudah lama habis, tinggal menunggu kering dan terkelupas. Namun ada sesuatu yang membuatku tidak nyaman, setelah kering timbul bercak merah yang sangat gatal hampir diseluruh bagian tubuh, setiap malam terasa sangat gatal, membuatku tidak bisa tidur semalaman. Aku berfikir ini adalah efek dari anti biotik dosis tinggi yang diberikan dr. Syed, tapi ini sudah lebih dari 4 hari, kalau efek samping antibiotik paling lama hanya 3 hari saja dan hilang dengan sendirinya. Tapi ini apa? Sudah 5 hari tak kunjung hilang dan aku pun tersiksa karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Pada hari ke enam aku menderita gatal, akhirnya aku putuskan untuk menemui dr. Syed lagi.

“Hahaha… Sungguh malangnya Cikgu ini, yang kemarin sudah sembuh ini muncul lagi.”

“Maksudnya muncul lagi dok?” Beliau menjelaskan bercak merah yang gatal ini adalah sisa-sisa dari zoster yang muncul kepermukaan. Maka kembalilah aku meminum obat, untuk menuntaskan sisa zoster yang ada.

Dengan berjalannya waktu, akhirnya sakitku berangsur-angsur sembuh, bintik-bintik yang kering satu persatu mulai terkelupas dan meninggalakan bekas yang pekat. Dan aku akhirnya beraktifitas seperti biasannya, bermain dan belajar dengan anak-anak. Inilah hal terindah yang aku nanti-nanti, untuk bisa berinteraksi lagi. Dengan mereka para generasi bangsa. 

Peluhku Untuk Impianmu
Ketika peluh bercucuran menetes dan membasahi tubuhku.....
Rasa lelah itu pun menghampiriku dan hinggap dalam diriku...
Namun smua terasa musnah ktika kau berlaku sebagai malaikat.......

Ketika peluhku bercucuran menetes dan membasahi tubhku....
Saat kau tak melihatku, betapa gigihnya aku mendayung sampan ini......
Semua akan terasa sangat melelahkan karena sia-sia.....

Ketika peluhku bercucuran menetes dan membasahi tubuhku...
Saat kau tak menghiraukanku lagi, betapa nelongsonya aku menjalani hidup...
Semua akan terasa sakit dan remuk semangatku karena sia-sia......

Ketika peluhku bercucuran menetes dan membasahi tubuhku.....
Begitu sulitnya kau melihat dan menghargainnya......
Semua akan terasa hambar dan tidak  ada gunanya.......

Ketika peluhku bercucuran menetes dan membasahi tubuhku.......
Saat perlakuan sombongmu tampil dan membayangiku......
Semua harapan dan impian pecah berkeping-keping....

Ketika peluhku bercucuran menetes dan membasahi tubuhku.....
Semua menjadi gundah yang tak berujung dan galau yang menyiksa batin.....
Dan kau tertawa bahagia saat itu semua terjadi....


Oleh: Yaniri Roh Mulyadi, CLC Kim Loong