Sunday, July 29, 2018

Perjuangan Senjata di Kabupaten Purbalingga 1945-1949 [Proposal Penelitian]

Usman Janatin, Pahlawan dari Purbalingga

A. Latar Belakang

Perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing telah ditempuh melalui perjalanan yang cukup panjang bahkan setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, perjuangan untuk mencapai kemerdekaan masih harus dilakukan karena Belanda menyelundup membonceng tentara pendudukan Sekutu dan datang lagi ke Indonesia untuk menegakkan kembali kekuasaan kolonialnya pada tanggal 20 Oktober 1945 (Moh. Oemar, 1976: 55).

Belanda datang ke Indonesia untuk menguasainya kembali di bawah lindungan tentara Inggris—Australia. Sebagai modalnya telah siap susunan NICA di Australia dan pula telah terbentuk 12 detasemen KNIL (A.H.Nasution, 1977: 5-6). Usaha menanggulangi bahaya penjajahan kembali Belanda itu, Indonesia mengambil dua jalan yaitu melalui diplomasi/damai yang didukung oleh para tokoh nasionalis, dan melalui perang yang didukung oleh angkatan muda (A.H.Nasution, 1977: 36).

Politik Pemerintahan Republik Indonesia sejak permulaannya selalu didasarkan pada pokok pikiran; menghindarkan penyelesaian dengan kekerasan senjata, mencari jalan damai. Untuk itu Republik menarik perhatian luar negeri, bekerjasama dengan orang Belanda yang tidak menghendaki jalan kekerasan, dan mengancam akan menjalankan politik bumi hangus dan gerilya yang lama apabila diserang. Setelah republik menjalankan politik ini selama lebih dari 3,5 tahun, hampir seluruh Jawa dan Sumatera telah menjadi daerah pertempuran. Pengalaman ini tidak boleh tidak memaksa untuk mencari jalan yang baru (T.B. Simatupang, 1977: 142).

Perang rakyat ini, disertai non-kooperatif dan bumi hangus, dan kemudian hasil-hasilnya dipergunakan sebagai modal diplomasi untuk dapat memperoleh persetujuan yang memuaskan, atau sampai musuh habis tenaganya dan kemauannya patah, sehingga tuntutan kedaulatan sepenuhnya dapat tercapai (T.B. Simatupang, 1977: 147). Dalam menjalankan perang rakyat total ini masyarakat langsung membentuk badan-badan dan laskar-laskar perjuangan yang dipergunakan sebagai wadah perjuangan (Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah ABRI, 1983: 10).

Para pemuda tidak ketinggalan dengan rekan-rekan pemuda lainnya ikut aktif berjuang, berdharma bakti kepada Ibu Pertiwi, menyumbangkan tenaga dalam berbagai bidang. Diantara para pemuda tersebut ada yang menyumbangkan tenaganya dengan mengangkat senjata ikut berperang di front terdepan, sedangkan bagi yang tidak berada di front ikut aktif membantu di lini belakang menyiapkan segala keperluan untuk garis depan atau di palang merah.

Sesudah keputusan rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945 Presiden Sukarno dalam pidatonya menyatakan berdirinya tiga badan baru yaitu: Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR ini akan bertugas sebagai penjaga keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNI Daerah. Sebagian lagi para pemuda yang pada jaman Jepang telah membentuk kelompok-kelompok politik yang besar peranannya dalam mencetuskan proklamasi. Berbagai golongan tidak puas dengan BKR, mereka menginginkan dibentuknya tentara nasional.

Mereka kemudian membentuk badan-badan perjuangan yang selanjutnya menyatukan diri dalam sebuah Komite Van Aksi, yang bermarkas di jalan Menteng 31 di bawah pimpinan Adam Malik, Sukarni, Chairul Saleh, Maruto Nitimihardjo dan lain-lain. Badan-badan perjuangan yang bernaung di bawah Komite Van Aksi adalah Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia (BARA) dan Barisan Buruh Indonesia (BBI).

Badan-badan perjuangan lainnya kemudian dibentuk di seluruh Jawa seperti barisan Banteng, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi, Pemuda Indonesia Maluku, Hizbullah, Sabililah, Pemuda Sosialis Indonesia, Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia; juga ada badan perjuangan yang bersifat khusus seperti kesatuan- kesatuan pelajar (Tentara Pelajar atau TP, Tentara Genie Pelajar atau TGP dan Tentara Republik Indonesia Pelajar atau TRIP) (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 1993:108).

Pembentukan badan-badan perjuangan itu tidak terbatas hanya di Jawa melainkan di Sumatera, Sulawesi dan pulau lainnya. Aceh di bentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API) di bawah pimpinan Ajamaun Gaharu dan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) kemudian menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI) di bawah pimpinan A.Hasymi. Di Sumatera Utara dibentuk Pemuda Republik Andalas; Di Sumataera Barat, Pemuda Andalas dan Pemuda Republik Indonesia Andalas Barat. Sedangkan Barisan Pelopor yaitu barisan pemuda Indonesia yang dibentuk pada jaman Jepang, pada bulan September telah menyatakan diri bernaung di bawah KNI. Di Sulawesi Selatan dibentuk Pusat Pemuda Nasional (PPNI) di bawah pimpinan Manai Sophian dengan kelompok Angkatan Republik Indonesia (AMRI), Pemuda Merah Putih Penunjang Republik Indonesia (PRI) (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 1993:108-109).

Suatu bentuk kelaskaran yang khas dan perlu dibicarakan tersendiri adalah barisan-barisan pejuang republik di Purbalingga. Perjuangan yang menyebar diseluruh Indonesia ini juga terjadi di wilayah Kabupaten Purabalingga. Kabpuaten Purbalingga merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang juga mengalami masa revolusi fisik seperti diberbagai daerah lainnya. Banyak para pemuda dan lascar-laskar tanpa takut mengangkat senjata menghadapi tank-tank Belanda. Mereka bergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dalam penelitian ini akan dibahas “Perjuangan Senjata di Kabupaten Purbalingga, 1945-1949.”

B. Permasalahan

Penelitin ini mengkaji tentang permasalahan revolusi fisik yang terjadi diberbagai daerah di Purbalingga. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka selanjutnya diajukan beberapa pertanyaan penelitian antara lain:
1 Bagaimana latar belakang terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat di Purbalingga?
2. Bagaimana perjuangan Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga dalam revolusi fisik tahun 1945-1949?
3. Bagaimana usaha-usaha pewarisan bekas anggota Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga setelah revolusi fisik selesai?

C. Tujuan Penelitian

1. Memaparkan latar belakang terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat di Purbalingga;
2. Menjabarkan perjuangan Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga dalam revolusi fisik tahun 1945-1949;
3. Menjelaskan usaha-usaha pewarisan bekas anggota Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga setelah revolusi fisik selesai;

D.  Manfaat Penelitian,

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini untuk melengkapi kekosongan dalam historiografi Indonesia, khususnya tentang penulisan sejarah lokal yang berkaitan dengan perjuangan senjata di Kabupaten Purbalingga. Sedangkan manfaat praktis dalam penulisan buku ini agar membuat peserta didik mengetahui perjuangan senjata di Kabupaten Purbalingga; selain itu memberikan motivasi kepada para guru untuk menuliskan peristiwa sejarah yang ada di sekitarnya yang belum digarap dan sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Purbalingga agar lebih memperhatikan potensi sejarah lokal yang belum maksimal tersentuh untuk dituliskan.

E. Tinjauan Pustaka

Kajian tentang masa revolusi fisik di Purbalingga memang jarang dilakukan. Bahkan tidak ada buku yang secara spesifik membahas tentang masa revolusi fisik 1945 sampai 1949. Kekosongan historiografi inilah yang harus ditambal, terutama didaerah-daerah, seperti di Kabupaten Purbalingga.

Buku-buku yang ada hanya membahas sebagian kecil tentang perjuangan senjata itu. Seperti tulisan dari Tri Atmo, dengan judul Ki Arsantaka Pendiri Kabupaten Purbalingga tahun 2012. Dalam buku ini hanya dibahas sebagian, bahkan sedikit sekali dengan pembahasan perang kemerdekaan di Purbalingga.

Kemudian buku yang ditulis dari Sasono dan Tri Atmo dengan judul Mengenal Purbalingga cetakan 1993. Bahasan tentang perjuangan revolusi fisik di Kabupaten Purbalingga hanya dijadikan sub judul, yang hanya membahas secara garis besarnya. Selain buku itu, memang tidak ada yang membahas tentang masa-masa revolusi fisik di Purbalingga era 1945-1949.

Dalam penelitian ini, akan membahas secara komperhensif dan menggunakan pengumpulan data yang beragam, dari wawancara dan studi kepustakaan. Penulisan ini juga akan membahas masa 1945 hingga berakhirnya agresi Militer ke II tahun 1949. Oleh karena itu, dengan dilakukannya penelitian ini, maka akan menambah khasanah referensi tentang revolusi fisik yang ada di Purbalingga, 1945-1949.

F. Metode Penelitian

Metode dalam penulisan sejarah ini menggunakan metode peneltian sejarah. Menurut Kuntowijoyo (1999: 88-89), peneltian yang dilakukan ketika menggunakan metode sejarah ada 5 tahap, yaitu (1) pemilihan topik; (2) heuristik atau pengumpulan sumber; (3) verifikasi atau kritik sejarah, keabsahan sumber; (4) interpretasi; dan (5) historiografi atau penulisan.

Topik dalam penulisan ini mengacu pada revolusi fisik di Kabupaten Purbalingga, 1945-1949. Setelah memilih topik, peneliti harus mengumpulkan sumber-sumber atau dokumen-dokumen mengenai topik penelitian. Sejarawan bekerja berdasarkan berbagai dokumen karena dokumen merupakan jejak pikiran dan perbuatan yang telah ditinggalkan oleh orang-orang zaman dahulu (Loanglois dan Seignobos, 2015: 25). Begitu pentingnya dokumen dalam sejarah, maka sampai ada istilah no documen no history, tidak ada dokumen tidak akan ada sejarah.

Selain maha penting, tahap pengumpulan data atau heuristik ini merupakan tahap yang paling menyita banyak waktu. Pengumpulan pertama yang dilakukan untuk mencari dokumen yang berkaitan dengan tema/topik yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, dokumen dan sekaligus peninggalan catatan, yaitu berupa serta rekaman wawancara, dokumentasi, buku dan lainnya. Sumber buku, jurnal dan catatan-catatan seta dokumentasi bisa ditemui di dalam perpusda Purbalingga. Selain itu, wawancara dilakukan kepada pelaku sejarah yang masih hidup hingga saat ini. Untuk menambah sumber data, dikumpulkan juga berbagai referensi dari buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar yang menunjang tentang penulisan sekitar tahun 1940-an. Sumber itu bisa ditemukan di Jogja Lebery Center (JLC) di Jogjakarta dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Jakarta.

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan verifikasi. Verifikasi ada dua macam, otensitas atau keaslian sumber (kritik ekstern) dan kredibilitas atau kebisaan dipercayai (kritik intern) (Kuntowijoyo, 1999: 88-98). Dalam penelitian ini, kritik sumber eksternal yang dilihat dari berbagai koleksi museum di Purbalingga, apakah materi itu merupakan materi yang memang sezaman, di samping itu bisa dilihat berbagai kertas dengan jenis dan ukuran, bahan, kualitas dan lainnya. Jadi, bisa diartikan bahwa kritik eksternal merupakan kritik secara fisik dan menyesuaikan dengan jiwa zaman (zeitgeist). Selain kritik eskternal, yang harus dilakukan peneliti adalah kritik internal. Kritik internal ditujukan untuk memahami isi teks atau dokumen.

Tahap berikutnya, interpretasi. Untuk menghasilkan tulisan sejarah, maka diperlukan interpretasi. Interpretasi dalam penelitian ini adalah memberikan makna pada fakta atau dokumen yang telah ditemukan. Dalam kasus revolusi fisik di Kabupaten Purbalingga, 1945-1949, sumber tulisan memang banyak ditulis sehingga semakin banyak data yang didapat maka akan semakin baik dan memudahkan untuk melakukan interpretasi.

Langkah terakhir, yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Pada tahap penulisan ini, peneliti menyajikan laporan hasil penelitian yang disajikan berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam ilmu sejarah sehingga bisa menghasilkan sebuah karya sejarah.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, uraianya sebagai berikut:

Pada bab I berisikan pendahuluan. Bab ini menyajikan berbagai isi yang ada dalam pengantar. Isi dalam bagian ini mengenai latar belakang masalah, rumusan, tujuan, dan manfaat. Kemudian untuk lebih mendalam, maka akan ada tinjauan pustaka dan metode penelitian sejarah.

Pada bab II, dibahas tentang latar belakang terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat di Purbalingga. Pada bagian ini penulis ingin mengetahui tentang proses masuknya Belanda ke Indonesia dengan membonceng NICA. Pembentukan BKR hingga TKR dan akhirnya TNI. Dan akhirnya pembentukan tentara di Purbalingga.

Pada bab III, menjabarkan perjuangan Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga dalam revolusi fisik tahun 1945-1949. Bab ini membahas perjuangan-perjuangan diberbagai tempat di Purblaingga, seperti di Bobotsari, Kalimanah, Bukateja dan daerah-daerah lainnya.

Bab selanjutnya adalah bab IV usaha-usaha pewarisan bekas anggota Tentara Keamanan Rakyat Purbalingga setelah revolusi fisik selesai. Penyerahan yang dilakukan Belanda kepada tentara di Purbalingga.

Pada bab V, penutup, yang merupakan simpulan jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan dalam rumusan masalah.

H. Daftar Pustaka

A.H. Nasution. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Bandung: Angkasa. 
Loanglois, CH.V dan Seignobos, CH. 2015. Introduction to the Study of Hostory, Pengantar Ilmu Sejarah (terj).  Yogyakarta: Indoliterasi.
Moh. Oemar. 1976. Pahlawan nasional Jenderal Gatot Subroto. Jakarta: Dekdikbud.
Notosusanto, Nugroho Dan Marmati Djonet Poesponegoro. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Kuntowijoyo. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah (edisi ke-tiga). Yogyakarta: Yayasan Banteng Budaya.
Samuel Pardede (ed). 1990. 70 Tahun Dr. T.B. Simatupang: Saya Adalah Orang Yang Berhutang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.[]