Saturday, October 8, 2016

Asal Nama Desa Pandansari

Jeni Rahmawati XI IPS 3 SMA Negeri 2 Purbalingga 2016/2017

   Desa Pandansari merupakan salah satu nama desa yang ada di Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah. Nama Pandansari mengandung cerita sejarah. Sumber dalam penulisan artikel ini ada dua, yang pertama dari wawancara dengan Mboke dan yang kedua dari makalah yang ditulis oleh Ngabas pada tahun 1997 yang berjudul “Nyi Pandansari”.  Berikut ulasan tentang asal usul Desa Pandansari, Kecamatan Kejobong.
   Pada zaman dahulu ada sepasang pengembara dari daerah Dieng, mereka menuju arah Barat menyusuri aliran sungai. Mereka habis bertapa dari dalam Gua yang sangat dalam dan kering. Jarang sekali manusia yang masuk Gua itu bisa hidup, tetapi tidaklah demikian keadaannya bagi sepasang petapa tersebut. Dengan kehendak Dewa-Dewi (Allah), selama bertapa dalam Gua, mereka mendapatkan aji-aji (jimat dalam bahasa Jawa) berupa baju Antakusuma dan Teken, bagi pertapa putera memiliki tumbak Kyai Wilis dan bagi petapa puteri mendapatkan Lampu. Karena mereka bisa selamat didalam Gua tersebut, maka Gua tersebut diberi nama “Gua Si Rahayu”. Disamping jimat berupa pusaka-pusaka diatas, mereka juga mendapatkan pakaian-pakaian.
   Pertapa pria mendapatkan pakaian berupa sehelai kain latar ireng, sikep kupluk (blangkon) dan sehelai iket wulung serta benik emas. Pertapa puteri mendapatkan pakaian berupa jarit parang rusak, kebaya gadhungan dan ciutan-ciutan batik conthing kalung soca emas. Pakain-pakaian tersebut menjadi pali bagi rakyat dimana pertapa menetap sampai tutup usia. Mereka bertapa di Gua Si Rahayu dengan maksud ingin mendapatkan kehidupan yang mulia dunia akhirat. Itulah sebabnya mereka menekung puja pasrah kepada Hyang Akaryo Jagat dialam Gua yang sepi dan lengang.

    Mereka merasa yakin bahwa dirinya dikodratkan tidak bisa mendapatkan anak karena kedhi/mandhul keadaannya. Mereka sadar dan ikhlas akan nasib dirinya, itulah yang mendorong sepasang pertapa untuk banyak-banyak berbuat kebajikan. Mereka menjadi manusia yang sangat sabar, tongat, adil dan jujur, suka menolong, ramah, penuh pengabdian, cinta tanah air dan bangsa, sepi ing pamrih, ikhlas ing pewaweh. Mereka menangis kepada Sang Pencipta, tidak putus asa, sederhana hidupnya. Setelah mereka mendapatkan kelebihan-kelebihan berupa jimat-jimat, mereka tambah terang, hatinya suci, tahu bahwa ada dzat yang Maha Kuasa, adalah pencipta alam semesta dan seisinya. Dalam hidupnya mereka selalu giat dan rajin mengolah bumi ciptaan Hyang Widi Wasesa dengan tidak lupa mohon kemurahan kepada Hyang Pencipta. 
    Malam hari mereka banyak bersujud kepada Tuhan sebelum Dewa tidur menguasainya. Mereka mengajarkan ilmu-ilmu pertanian pada sesama hidup yang dijumpainya, juga ilmu-ilmu bela diri serta cara-cara menyembah kepada Sang Hyang Tunggal. Sang pertapa pria tanpa nama, namun karena dia memiliki ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan, sehingga dia dikeramatkan oleh orang-orang yang mengenalnya, mereka menyebut Mbah Kramat kepada sang pertapa pria. Adapun sang pertapa puteri walaupun ia punya nama, jarang dia menyebutkan namanya. Bila perlu-perlu saja dia menyebutkan namanya. Nama yang indah dan penuh kesederhanaan adalah Nyi Pandansari
   Nyi Pandansari juga memiliki ilmu-ilmu yang utama. Dia  selalu mengajarkan kepada kaumnya tentang kewajiban-kewajiban ibu yang baik, dia juga  mengajarkan bagaimana cara bercocok tanam, menuai dan memasak, mendidik anak juga olah keprajuritan wanita. Oleh karena itu, tempat tinggal yang dia tempati diberikan nama “Desa Pandansari” sesuai dengan nama Nyi Pandansari yang membuka desa ini.  
   Pandansari juga berasal dari dua kata, yaitu Pandan dan Sari. Pandan adalah tumbuhan untuk alas (tikar) dan Sari berarti bunga abadi yaitu jenis bunga yang tumbuh di hutan-hutan  berwarna putih dan tak layu/rontok, walaupun sudah diputus dari pohonnya. Tanaman itu konon katanya disenangi oleh Nyi Pandansari walaupun baunya hanya sedep (wangine ora ngambar-ngambar). Pandansari mengandung arti dasar pranataning urip kang bisa gawe aruming bangsa, menata hidup untuk membangun bangsa dan Negara. Hingga saat ini, makam Nyi Pandansari masih terjaga.


Sumber Referensi
   Wawancara dengan Mboke pada tanggal 24 Agustus 2016 bertempat di Desa Pandansari Kecamatan Kejobong.

a   Makalah dari Ngabas, yang berjudul “Nyi Pandansari” pada tahun 1997.