Wednesday, January 17, 2018

Kata Pengantar Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum. dalam Buku Usman Janatin

Oleh:
Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum.
Guru Besar Sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Cover final

Penulisan biografi sudah marak dilakukan di Indonesia sejak dekade 1950-an sebagai booming untuk mengenalkan tokoh-tokoh pahlawan (Priyadi, 2015: 97). Biografi sebagai sumber sejarah berada pada posisi kedua atau sumber sekunder karena tidak ditulis sendiri oleh pelaku atau penyaksi sejarah. Namun, jika hasil wawancara langsung dengan pelaku atau penyaksi itu dituliskan oleh tim editor, maka karya itu disebut autobiografi sebagaimana pada contoh autobigrafi Soekarno dan Soeharto dengan masing-masing berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakjat Indonesia (Adams, 1966 & 2014) dan Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (Dwipayana & Ramadhan KH., 1989). Mereka sebagai presiden tidak mempunyai waktu untuk menulis sendiri kesaksiannya. Autobiografi berada pada tataran sumber primer dalam bahan-bahan dokumenter.
Dalam historiografi modern, biografi adalah karya sejarah karena di dalamnya selain ada fakta sejarah dan interpretasi dari penulisnya, baik sejarawan peneliti maupun sejarawan penulis. Biografi pada masa lampau biasanya ditulis oleh para wartawan dari media massa, sedangkan pada masa kini sejarawan muda mulai tertarik untuk menulis biografi. Ada kecenderungan bahwa penulisan biografi sering menggiring para penulisnya untuk menuliskan karya-karya yang mirip dengan pujasastra terhadap para pelaku sejarah. Sebagai perhatian utama, para pelaku dan penyaksi lebih banyak ditulis sisi-sisi positifnya daripada sisi-sisi negatif. Kecenderungan ini telah mendudukkan biografi sebagai karya yang tidak kritis dan kurang mendapat perhatian para sejarawan untuk menulisnya, bahkan menghindarkan diri untuk terlibat. Justru kurangnya keterlibatan sejararawan, maka biografi sering dianggap bukan sebagai karya sejarah, tetapi karya jurnalistik yang dipandang sebagai karya sejarah populer atau sejarah naratif sehingga masyarakat awam sulit untuk membedakan antara karya sejarah dan karya sastra. 
Unsur pujasastra dalam biografi adalah keniscayaan sehingga banyak tokoh pelaku dan penyaksi tidak mau dibuatkan biografi. Pujasastra sebagai fenomena narasi masa lampau sudah dicontohkan oleh Prapanca dalam karyanya Negarakrtagama atau Kakawin Deçawarnnana. Narasi pujasastra tampaknya tidak disukai oleh para sejarawan karena malu dinilai sebagai orang yang mencari muka kepada para penguasa. Keengganan para sejarawan sebagai penulis dan tokoh yang merasa belum pantas dituliskan riwayat hidupnya menjadikan karya biografi tidak pernah diperhitungkan.
Biografi yang akan diterbitkan ini menyangkut tokoh yang diangkat sebagai pahlawan nasional yang digantung pada usia muda, yaitu 25 tahun (1943-1968). Jelas namanya di dalam penulisan sejarah, baik sejarah nasional maupun sejarah lokal agak kurang bergaung. Usman Janatin atau Janatin adalah produk pejuang dari masa-masa akhir kekuasaan Presiden Soekarno dengan kebijakan Ganyang Malaysia-nya. Peristiwa penggantungan Usman dan Harun memang kalah pamor dengan peristiwa yang di satu sisi disebut G 30 S/PKI atau di sisi lain disebut Gestok. Peristiwa 1965 telah menyedot perhatian dan energi para sejarawan Indonesia hingga sekarang.
Kalah pamor atau menang pamor dalam penulisan sejarah, khususnya biografi tidaklah penting karena sejarah memang sering hanya dilihat dari sudut tertentu sehingga ada yang menyatakan sebuah peristiwa itu biasa-biasa saja, penting, sangat penting, dan amat sangat penting, atau bahkan sangat tidak penting. Penulisan biografi Usman Janati yang ditulis oleh sejarawan lokal, terlebih-lebih sejarawan pengajar perlu diapresiasi sebagai salah satu karya sejarah lokal di satu sisi dan akan memberikan sumbangan bagi penulisan sejarah nasional di kemudian hari. Usman sebagai pemuda lokal mungkin juga agak sedikit terlupakan oleh orang-orang lokal. Orang-orang lokal hanya mengenal secara samar-samar karena dokumen yang terbatas sehingga sebenarnya sumber sejarah lisan menjadi penting karena peristiwa yang menyangkut Usman adalah sejarah kontemporer.
Artinya, para saksi mata masih banyak yang hidup, baik keluarga maupun teman-teman sepermainan dan sekolah bisa diwawancarai secara individual maupun simultan. Anak peserta didik bisa diterjunkan ke lapangan untuk melakukan riset kecil-kecilan dengan pelatihan sebagai calon sejarawan yang memanfaatkan sumber sejarah lisan. Di masa kini, ketika dokumen-dokumen belum dibuat, maka sumber sejarah lisan menempati posisi penting dengan wawancara yang menghasilkan produk audio (suara) dan audiovisual (suara dan gambar video) yang tersimpan dalam bentuk digital. Selanjutnya, bagi anak peserta didik, biografi pahlawan nasional bisa dimanfaatkan sebagai materi pembelajaran sejarah lokal yang mengintegrasi ke pembelajaran sejarah nasional.
Penulisan biografi Usman Janati bagi masyarakat Purbalingga akan memacu dan menginspirasi masyarakat masa kini untuk mengangkat tokoh-tokoh lokal Purbalingga agar lebih dikenal oleh masyarakatnya sendiri karena fenomena masyarakat lebih mengenal sejarah bangsa lain sering tampak, misalnya, peserta didik kadang lebih tahu dan paham sejarah Cina, Mesopotamia, Mesir, Yunani, atau Romawi daripada sejarah lokal sendiri. Contohnya, dapat dipastikan peserta didik tidak tahu sama sekali sejarah desa di mana ia bertempat tinggal karena sejarah desa belum dirintis penulisannya di Indonesia. Sejarah desa adalah ladang bagi peserta didik, guru sejarah, dan sejarawan lokal untuk menyambangi, mengakrabi, menggauli, dan selanjutnya menulis sejarah desanya masing-masing sehingga penduduk Purbalingga tidak buta terhadap sejarahnya sendiri, termasuk mengangkat tokoh-tokoh lokal atau desa yang telah berperan pada masa lampau. 

Daftar Pustaka
Adams, Cindy. 1966. Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia. Alih bahasa Major Abdul Bar Salim. Djakarta: Gunung Agung.
Adams, Cindy. 2014. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Alih bahasa Syamsu Hadi. Jakarta: Yayasan Bung Karno & Media Pressindo.

Dwipayana, G. & Ramadhan K.H. 1989. Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada.