Sunday, September 2, 2018

Jelajah Pulau Nunukan || Hari Ke-359

arifsae.com - Kami sudah janjian dengan Pak Amin jam 06.00 pagi, supaya tidak terlambat kapal menuju ke Tawau. Jam 05.00 saya sudah siap-siap untuk pulang. Pak Radin ingin cepat-cepat pulang ke Sabah.

Kami beres-beres, membawa barang-barang hasil belanja kemarin malam, seperti antangin, madu TJ dan air minum Aqua, air minum legendaris. Udara nampaknya mendung, semoga saja tidak hujan, kalau hujan repot nanti menyeberangnya. Kami cek out, setelah semua dikira siap untuk melakukan prejalanan.
Kamar 210
Kami menunggu di bawah. Melihat sekeliling lokasi, masih terlihat sepi orang. Belum banyak lalu lalang kendaraan yang lewat. Pak Radin menghubungi Pak Amin yang akan mengantarkan kami, katanya dia sedang dijalan.

Perjalanan panjang akan segera dimulai kembali. Pak Aman datang, dia mempersilahkan kami masuk. Kami hanya berdua saja menuju ke Pelabuhan. Dari kemarin saya tertarik dengan sebuah tugu besar berbentuk garuda. Saya meminta pada Pak Aman untuk berhenti sekedar berfoto. Dia menyanggupi permintaan kami.
Tugu Garuda Perkasa
Kami berhenti. Pak Aman mempersilahkan kami naik. Jalannya memang agak di bukit. Kami menaiki dengan jalan kaki. Disana ada sebuah tugu sekitar 2,5 meter. Tinggi menjulang. Bertuliskan Tugu Perbatasan, Garuda Perkasa, NKRI Harga Mati.

Diatasnya ada peta Indonesia dengan burung Garuda membawa bendera Merah-Putih. Gagah. Tugu ini dibangun tahun 2012 yang disahkan pada 5 Juni 2012 oleh Wakil Bupati Kabupaten Nunukan, Bapak Hj Asamah Gani. Pembangunan ini dilakukan oleh Batalion 5 Marinir Satgas Ambalat XIV.
Korps Marinir
Pemandangan dari atas juga bagus, masih terhampar hektaran sawit. Kami sempat berfoto-foto sebentar, yang kemudian melanjutkan perjalanan. Ditengah jalan, Pak Aman banyak bercerita. Dia asli orang Bugis, Makkasar juga. Katanya sudah 10 tahun menetap disini.

Kondisi disini juga relatif aman terkendali, tidak ada masalah keamanan apa-apa. Padahal perbatasan itu sering terjadi ketegangan, namun katanya, tidak disini. Jalan kelak kelok menjadi medan sepanjang perjalanan. Kami melewati 3 pos TNI yang kemarin juga kami lewati.
Menaiki Kapal
Semua lancar, kami turun, dan bertererima kasih kepada Pak Aman, ongkos perorang cukup terjangkau, Rp. 50.000 saja. Kami menuju ke Pelabuhan Blambangan. Untung saja, udara tidak terlalu panas dan tidak hujan juga. 

Ombak juga tidak terlalu besar. Perjalanan yang menegangkan akan terjadi lagi. Deburan ombak dalam perjalanan sering mengenai kami. Bahaya sebenarnya, karena kami tidak dibekali dengan pengaman. Namun keseruan tetap terjadi. Apalagi mukannya Pak Radin, panik. Ha-ha.
Sampai di Pelabuhan 
Perjalanan 15 menit berjalan lancar. Kami akhrinya sampai, membayar Rp. 25.000 per orang. Kami menaiki jalanan kecil yang hanya cukup untuk papasan 2 orang. Kemudian kami meniaki tangga kecil, dan berjalan menyusuri lorong yang kemarin juga kami lalui.

Jam sudah menunjukan 08.10 pagi, kami berjalan terus. Menyusurui jalanan yang kemarin kami lewati, hingga sampai ke pelabuhan untuk siap-siap pulang. Namun ada yang berbeda. Suasana nya sepi. Sepi sekali. Tidak ada orang sama sekali. Ini Aneh. 
Pelabuhan Tunon Taka
Padahal jam-jam segini seharusnya sudah banyak orang. Minimal ada petugasnya. Namun ini tidak ada orang sama sekali. Kami sedikit heran. Jalan satu-satunya tanya orang. Kami mencari orang untuk ditanyai. Ketemu ada orang-orang tukang Ojek yang sedang mangkal.

"Pak, ini bukanya kapan ya?". Tanya saya pada salah satu orang. "Oh, hari ini tutup, kan hari Minggu, Mas." Haduh, tutup? Ternyat kapal juga libur hari Minggu. Bagaimana ini? Hari ini harus pulang. Pak Radin mencari jalan, dia tetap ingin pulang. Saya tidak bisa memaksakan kaadaan ini. Saya cari solusi, Pak Radin cari cara pulang. 
Monumen Dwikora
Saya ajak Pak Radin untuk ke pusat kota Nunukan, lagian tidak jauh dari lokasi pelabuhan. Pak Radin masih mencari-cari cara, saya bilang ke dia, "Memang ada caranya," Pak Radin agak tidak percaya, "Bagaimana caranya?" 

Saya jawab singkat, "Renang." ha-ha. Memang tidak ada yang bisa kita lakukan. Kecuali menunggu besok hari. Saat ini saya ajak Pak Radin ke pusat kota, sekalian jalan-jalan di Nunukan. Kami menggunakan ojek untuk mencapai pusat kota dengan membayar Rp. 20.000.
Munumen Kabupaten Nunukan
Jalanan Nunukan seperti kebanyakan kota-kota di Indonesia. Kami diturunkan di Alun-Alun Nunukan, sebagai pusat kota Kabupaten Nunukan. Saya sengaja memilih tempat ini, karena pusat kota pasti ramai. Benar saja. Pemandangan Alun-Alun Nunukan menyambut kami.

Ada taman-taman, dan air mancur. Banyak orang sedang duduk-duduk menikmati hari minggu. Ada yang membuat saya penasaran, di sebelah Barat, ada sebuah monumen lagi, namanya Monumen Dwikora.
Lambang Nunukan
Monumen Dwikora ini diresmikan tanggal 3 Desember 2013 oleh Kasal Laksamana TNI Marsetio. Memiliki tujuh sisi yang melambangkan Sapta Marga. Ada juga nama-nama pahlawan yang terukir ditugu ini yang gugur dalam masa konfrontasi dengan Malaysia.

Ada Tank PT-76 dan meriam Howitzer yang pernah digunakan dalam Operasi Dwikora ini. Ada juga foto-foto dokumnetasi saat perjuangan sebagai pengingat betapa sengitnya perjuangan saat konfrontasi Indonesia-Malaysia kala itu.

Setelah duduk-duduk sebentar, kami mencari solusi hari ini. Apakah akan bermalam atau mencari jalan pulang. Pak Radin masih berusaha untuk pulang, dia mencari tiket pesawat, siapa tau ada. Dan hasilnya nihil. Tidak ada jalur penerbangan.
Jalanan Nunukan
Akhirnya kami mencari sarapan pagi untuk mengisi perut sambil melihat-lihat isi Kota Nunukan. Ada hotel yang nanti rencananya akan kami gunakan untuk bermalam. .Secara garis besar sama dengan kota-kota lainnya, tidak ada yang mencolok. Kami akhrinya berlauh ke warung nasi kuning. Kami makan disitu.

Ternyata harganya lumayan mahal, Rp. 40.000 untuk 2 orang. Tapi tidak apa-apa, namanya juga jauh, lapar lagi. Selesai mecanri makan, kami mencari hotel. Pak Radin masih terus berusaha mencari-cari cara pulang, dia melihat jadwal pelayaran yang kami lewati, dan hasilnya juga nihil.
Hotel Fortuna
Di jalan ada Hotel Fortuna, seperti nama tempat teman kami bertugas di Fortuna, kami mencoba masuk, namun tidak cocok dengan harganya. Akhirnya kami masuk di Marvel Hotel, tidak jauh dari Hotel Fortuna. Kami masuk kedalam. Bertanya-tanya dan duduk sebentar, merencanakan yang akan kami lakukan nantinya.

Pak Radin masih penasaran, apakah pelabuhan itu benar-benar tutup. Akhirnya dia mengajak untuk ke pelabuhan lagi, mengecek lagi. Saya jawab singkat, "Ogah." Jelas-jelas tutup, masih ngeyel juga. Karna dia masih penasaran, saya persilahkan dia untuk menuju ke pelabuhan. Saya tunggu di hotel saja.
Masuk Kamar
Dia pergi untuk menuju ke pelabuhan. Tidak lama, sekitar 10 menit menunggu, dia datang lagi. Ternyata dia bertanya pada tukang ojek, kalau memang hari Minggu itu tutup. Dia baru sudah yakin. Tidak ada yang bisa kami lakukan lagi, kecuali ngamar sehari di Nunukan.

Kami memesan satu kamar, diberi nomor 412 di lantai 4. Okelah, sepertinya istirahat untuk memulihkan tenaga menjadi pilihan yang bijak. Kami berencana memanfaatkan moment ini, saya mencari tau berbagai informasi apa saja yang ada di Nunukan. Dan terpenting, tempat penyewaan motor untuk berkeliling Pulau Nunukan.
Ketemu Sewa Motor
Karena waktu sudah menunjukan jam 11.00, kami istirahat sejenak untuk nanti memulihkan tenaga jalan-jalan keliling Pulau Nunukan. Saya sempat mencari-cari tempat penyewaan motor, dan ternyata ketemu. Dekat saja dari alun-alun ini. Niatnya kami akan menuju kesana.

Tidur 2 jam cukup. Jam 14.00 kami bangun dan siap-siap untuk menuju ke tempat penyewaan motor tersebut. Cuaca juga mendukung, tidak panas dan tidak juga mendung. Cocok untuk jalan-jalan sore. Kami berjalan kaki, bermodal Google Maps kami menuju ke lokasi penyewaan motor, hanya berjarak 500 m saja.
Motor Sewaan
Akhirnya sampai juga, kami mencari pemiliknya. Lokasinya memang tidak terlalu besar, namun banyak motor yang berjejer. Ada sosok perempuan paruh baya yang datang menyambut kami. Ada sesuatu yang tak biasa, ternyata dia adalah orang Bandung alumnus UPI yang merantau disini.

Pak Radin terleihat senang, karena jarang-jarang orang Sunda mau merantau jauh-jauh, mereka lebih baik berkumpul di derah Sunda dibandingkan untuk merantau. Mungkin ini berbeda dengan orang Jawa, atau Padang, yang dimana-mana ada orangnya. Bahkan kata "merantau" itu serpti diwajibkan kalau mau sukses.
Beli-Beli Eiger
Ternyata Tetehnya ikut suami disini. Mereka sempat mengobrol agak lama, sebelum kami akhrinya menyerahkan identitas untuk jaminan. Kami menaiki motor, melaju. Bebas. Siap-siap jelajah. 

Bermodal dengan Google Maps, kami meluncur. Tempat pertama yang kami tuju adalah pengisian bensin dulu. Selanjutnya kami menuju ke Toko Eiger. Dari kemarin Pak Radin ingin membeli Eiger ketika di Sebatik tapi tidak ketemu, baru kali ini akhirnya ketemu. 
Pantai Ecing
Memilih-milih barang, saya beli topi, Pak Radin juga beli topi dan baf. Pak Bima juga menitip beberapa barang. Selesai di Eiger, kami mencari toko perlengkapan Pramuka. Memang banyak yang kurang, terutama untuk persiapan JAIM 5. Tapi setelah kami berputar-putar, tidak kami jumpai.

Karena tidak ketemu, tujuannya berikutnya ke sebuah pantai. Namanya Pantai Ecing. Kami menuju ke sana. Sambil melihat jalanan, kami akhirnya sampai di Pantai Ecing. Lokasinya dekat dengan pangkalan AL Nunukan. Kami memarkirkan motor, berjalan. 
AL Nunukan
Tiket yang dipatok adalah Rp. 5.000 untuk 1 orang. Kami berjalan, melihat-lihat sekitar. Terlihat jelas ada pulau di seberang mata. Tapi entah apa pulau itu, mungkin Pulau Sebatik. Lingkungannya sedikit tidak terawat, banyak sampah. Kami mencari tempat duduk. 

Ada penjual yang menjajakan jualannya. Mungkin karena hari Minggu, jadi banyak orang yang datang bersama keluarganya. Kami duduk santai, sambil membeli segelas Pop Mie. Bersama semilirnya angin, kami menikmati sore ini dengan Pop Mie.
Pop Mie di Pantai
Rencana berikutnya adalah Islamic Centre di Nunukan. Setelah selesai bersantap Pop Mie, kami kembali ke parkiran motor, meningglakan Pantai Encing. Tidak seperti waktu breangkatnya yang sedikit tersesat, kali ini pulangnya lancar.

Jam 17.00 sore kami meluncur. Di Google Maps hanya 15 menit perjalanan, dijalan ada Kantor Bupati Nunuka. Bupati Nunukan saat ini adalah Ibu Asmin Laura Hafid. Ibu bupati yang cantik kelahiran 1985. Bangunan ini luas dan megah, kami sempat mampir terlebih dulu untuk sekedar berfoto. Tidak lama, kami lanjutkan perjalanan. 
Kantor Bupati Nunukan
Tidak jauh lagi sampai, lokasinya tidak terduka. Lokasinya jauh dari keramain, jauh dari rumah penduduk. Seharunya ini menjadi pusat, namun justru dipinggiran. Namun karena bangunan ini besar dan megah menjadikannya sangat menonjol.

Mungkin ini juga yang akan Bupati Purbalingga kerjakan, mendirikan sebuah pusat Islamic Centre, namun malah tertangkap KPK. Semoga nanti tetap bisa dilanjutkan. Bangunannya memiiki daya tarik tersendiri, karena disekitarnya banyak pohon Bakau yang ada di tepian pantai Nunukan.
Sunset Islamic Centre
Letaknya sebenarnya tidak terlalu jauh dari Kantor Bupati Nunukan, letaknya ada di Jalan Sungai Jepun. Nama Jepun ini berasal dari Jepang, karena dulu Jepang pernah datang kesini waktu Perang Dunia 2. Ketika memasukinya, kita akan melihat sebuah tulisan Islamic Centre Nunukan, cocok untuk berfoto ria.

Banunan utama dari Islamic Centre Nunukan adalah sebuah masjid yang bisa menampung hingga 800 jemaah sekaligus. Tidak hanya untuk sholat, namun tempat ini juga digunakan untuk mengjaki Islam.
Tampak Depan
Kabarnya, untuk membangun sebuah bangunan semegah ini dibutuhkan anggaran APBD hampir 300 miliar rupiah. Dibangun diatas tanah seluas 10 hektar, bangunan ini merupakan bangunan termegah diantara daerah perbatasan lainnya di Indonesia.

Menurut informasi bangunan ini digagas oleh Forum Umat Islam Nunukan. Dari H Zainudin HZ dan kawan-kawan. Dengan usaha yang keras sejak tahun 2009 proposal ini baru disetujui tahun 2013 lalu.
Masjid Nunukan
Karena saking luasnya, kami memarkirkan motor saja bingun. Asal taruh saja, karena kondisi juga tidak terlalu ramai, bahkan terkesan sepi pengunjung. Kami duduk-duduk dan menikmati keindahan bangunan didepan.

Lanjut naik tangga, naik ke atas. Disinilah, bangunan-bangunan dibawahnya terlihat. Pantai-pantai juga terlihat. Apalagi moment sunset, menjadi nilai keindahan tersendiri. Kami duduk sejenak, berfoto-foto atas kemegahan bangunan ini.
Sudut Masjid
Kami sholat ashar dulu. Begitu megah didalam bangunannya. Arsitekturnya begitu menakjubkan. Karena tanggung, kami sepakat untuk pulang setelah sholat Magrib.

Tidak lama Maghrib tiba, adzan berkumandang. Kami bersiap-siap untuk mengambil wudhu, dan benar saja, nampaknya pengungjung tidak banyak. Orang-orang yang tadi saya jumpai mungkin hanya berfoto ria, kemudian pulang lagi.
Dalam Masjid
Tidak ada orang 10 dari shof yang dilakukan saat sholat Maghrib ini. Lantunan ayat suci sang Imam menjadikan sejuk hati ini. Selesai kami keluar, tidak seperti ketika masuk tadi, ketika keluar pemandangan berganti.

Suasana sudah mulai gelap. Lampu-lampu indah muncul, beganti-ganti dimenara yang mejulang tinggi. Kadang biru, merah, putih, begitu terlihat megah. Saya sempat mengambil gambar bebreapa moment ini. 
Keindahan Lampu
Selesai menikmati keindahan, kami berancana pulang. Karena kondisi sudah gelap, kami tidak akan kemana-makna lagi, langsung pulang ke hotel untuk istirahat. 

Sempat berfoto di luar depan pintu masuk, pemandangannya sudah lain, sangat indah dengan lampu-lampu itu. Diperindah dengan latar langit yang menyembunyikan sinar mataharinya.
Dari Luar
Pulang sambil menikmati jalanan malam kota Nunukan. Saya melirik-lirik sepanjang jalan, siapa tahu ada durian. Tapi tidak ketemu, yang ada malah durian hutan seharga Rp. 20.000, dan rasanya tidak enak.

Sempat tersasar, namun bisa kembali kejalan yang banar, kami rencana kembali lagi ke Toko Eiger untuk membeli beberapa pesanan kawan yang akan membeli Eiger juga. Mereka menitpkan berbagai barang ketika tahu kami disini.
Makanan Pecel Enak
Namun dijalan saya menemukan warung Pecel, saya ajak Pak Radin mampir. Menikmati makanan yang Pecel dipinggir jalan. Rasanaya nikmat, mungkin akrena lapar. Kami lanjut pulang ke hotel.

Jam sudah menunjukan 20.00, padahal belum puas jalan-jalan, namun cuaca nampaknya akan hujan. Saya masih belum kenyang, membeli mie ayam menjadi kegaitan kami sebelum mengembalikan motor.

Ketika mengembalikan motor, Pak Radin masih berbincang-bincang sebentar dengan pemilik motornya yang orang Sunda. Niatnya jalan-jalan malam, namun ada yang aneh, jam 21.00 semua penjual bubar teratur, benar-benar serencatk bubarnya. Mungkin itulah kebijakan disini. Akhirnya kami kembali ke hotel unutk istirahat, besok akan pulang ke Tawa.[]
Lanjut Hari Ke-360 DISINI.