Monday, December 14, 2020

Taman Pendidikan Al Quran Part 4 #SeriBiografiKHAs'adHumam

Cover Buku

arifsae.comTulisan ini adalah rangkaian buku "Mengenal Tokoh Penggagas Buku Iro". Bagian ini adalah lanjutan dari bagian Part 3 DISINI. Tulisan ini adalah lanjutan bab berikutnya. Semoga bermanfaat...

***

Setelah membentuk Team Tadarus AMM, KH As’ad  Humam kemudian memunculkan sebuah gagasan pembaruan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada. Hal pertama yang dirasakan oleh KH As’ad Humam dan Team Tadarus AMM dengan permasalahan-permasalahan yang ada, yaitu perlu segera membangun suatu sistem lembaga pendidikan Al Quran yang unggul.


Sebab apabila kondisi itu dibirkan, maka generasi muda Islam yang buta Al Quran akan semakin banyak, sedangkan lembaga-lembaga  yang  ada  selama  ini dirasakan kurang handal. Pada akhirnya muncullah gagasan untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak Al Quran (TK Al Quran), yaitu sebuah lembaga pengajaran Al Quran bagi anak-anak usia TK (pra sekolah dengan umur 4 sampai 6 tahun).


Ide ini  muncul  setelah Team  Tadarus AMM  mengadakan studi banding ke berbagai lembaga pendidikan yang ada, seperti Pondok Pesantren Mamba’uil Hisan di Sedayu Gresik, Pondok Pesantren Hidayatulloh di Surabaya, dan juga TK Al Quran Roudlotul Mujawwidin asuhan KH Dahlan Salim Zarkasyi di Semarang yang sebelumnya terlebih dahulu  memeperkenalkan  metode  Qiroati.


Dari hasil studi banding serta ditopang oleh pengalaman Team Tadarus AMM dan KH As’ad Humam selama bertahun-tahun, akhirnya ide mendirikan TK  Al  Quran  terealisir  pada  tanggal  16  Maret  1988, yaitu dengan diresmikannya TK Al Quran Yogyakarta oleh Drs. H. Junaidi, Kepala Bidang Penerangan Agama Islam Kanwil Departemen Agama Provinsi DIY.


Dalam perjalanannya, TK Al Quran Yogyakarta ini lebih dikenal sebagai TK Al Quran AMM Yogyakarta hingga sekarang. Konsep nama TK Al Quran ini memang diambil dari TK Al Quran Roudlotul Mujawwidin Semarang, namun dari pengelolaan dan berbagai hal yang menyangkut manajemen serta administrasinya Team Tadarus AMM meramunya sendiri.


Ramuan hasil sendiri inilah yang kemudian terbukti keberhasilannya. Sehingga kemudian banyak daerah-daerah di seluruh Indonesia yang meniru konsep TK Al Quran AMM Yogyakarta ini. Bisa dibilang oleh banyak pihak bahwa berdirinya TK Al Quran menjadi tonggak sejarah bagi pembaharuan sistem pengajaran membaca Al Quran. Dari data Balai Litbang LPTQ Nasional di Yogyakarta, tercatat pada tahun 1995 diseluruh Indonesia kurang lebih telah tumbuh unit-unit TKA-TPA sebanyak 30.000 unit dengan santri mencapai 6 juta anak.


Eksperimen terhadap anak usia TK tersebut memunculkan gagasan untuk diterapkan pula terhadap anak yang sudah terlanjur  usia SD (umur 7,0 hingga 12 tahun). Dari diskusi rutin setiap Kamis malam, akhirnya merumuskan ide dan konsep Taman Pendidikan Al Quran (TPA) yang diperuntukkan bagi anak usia SD. TPA tersebut akhirnya dikenal dengan TPA AMM.


TPA AMM ini direalisasikan aktivitasnya pada bulan Mei 1989 bertepatan dengan 16 Ramadhan 1409 H, dengan HM Budiyanto sebagai Konseptornya, dan Rohadi sebagai Direktur Pelaksananya. Antara TKA dan TPA memiliki banyak persamaan baik dalam sistem pengajaran metrode, kurikulum, dan lain-lain. Perbedaan pokok hanya terdapat pada usia.


Program lanjutan bagi anak-anak yang telah menyelesaikan TKA dan TPA kemudian dibuatkan program Ta’limul Quran lil Aulad (TQA). Namun program tersebut dinilai tidak cocok, sehingga dirubah menjadi Taman Kanak-kanak Al Quran Lanjutan (TKAL) dan Taman Pendidikan Al Quran Lanjutan (TPAL).


Sedangkan TQA diperuntukkan bagi program pasca TKAL dan TPAL. Keduanya menjadikan khatam  membaca  Al Quran (minimal 15 juz) sebagai target pokoknya dimana santri mampu membaca Al-Qur’an sesuai kaidah ilmu tajwid dengan baik dan benar, melakukan praktek wudlu dan sholat, dan hafal bacaan sholat.


Selain itu ada pula target-target penunjang lainnya seperti santri mampu hafal 15 do’a sehari-hari dan mengerti etikanya, hafal 13 surat pendek dalam Juz ’Amma, hafal 2 kelompok ayat pilihan, menulis (menyalin) ayat Al- Quran, memiliki dasar-dasar akidah yang benar dan akhlak mulia, serta membiasakan berinfaq.


Hal  ini  sesuai dengan tujuan pendidikan yang bukan hanya untuk memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu, akan tetapi terutama untuk mendidik budi pekerti, mengisi jiwanya dengan akhlak yang mulia secara dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.


TQA akhirnya dijadikan sebagai jenjang paling akhir dari pembelajaran mengenai sistem ini, yaitu menghantarkan santri untuk memiliki kemampuan memahami isi kandungan Al Quran.


Bersambung...Part 5 DISINI.