Saturday, July 7, 2018

Ini Dia Buku Narasi Ladang Sawit: Antologi Kisah Guru Tahap 8 Distrik Sandakan, Sabah-Malaysia

Buku Narasi Ladang Sawit
arifsae.comMenjadi seorang guru memang punya beban berat. Dalam mengajar, kita tidak bisa memilih seperti apa anak yang akan menjadi murid kita. Menjadi seorang guru, kadang juga tidak bisa menentukan dimana tempat kita mengajar. Tapi apapun kondisinya, penulis percaya, bahwa seorang guru akan mulia kalau dia berkarya. Kepercayaan itulah yang akhirnya menghasilkan sebuah kumpulan cerpen sederhana dari seluruh Guru Tahap 8 Distrik Sandakan.

Kesamaan dan kedekatan dari pribadi guru-guru inilah yang akhirnya melahirkan buku ini. Buku “Narasi Ladang Sawit” ini merupakan kumpulan cerita nyata dari masing-masing guru ditempat tugasnya. Keunikan tempat mengajar menjadi kepingan-kepingan kisah menarik yang disatukan.

Rasa syukur selalu penulis curahkan kepada kehadirat Allah SWT atas terbitnya buku ini. Berbagai rintangan dan kesibukan masing-masih guru tak menghalangi semangat untuk menghimpun berbagai kisah ini. Kisah pertama ditulis oleh Arif Saefudin, dengan judul “Hujan Terusan”. Dalam kisahnya, sang penulis menghadapi sebuah problem dengan masalah pembubaran sekolah dan kepindahan salah satu muridnya. Kisah ini mengajak kita untuk merenungi semua makna, termasuk ketika hujan yang sering sekali turun di distrik Sandakan ini.

Cerpen kedua ditulis oleh Akmal Husada, yang berjudul “Baju Lusuh dan Batu Jalan.” Dalam judulnya, penulis menggambarkan terjalnya kehidupan ditengah Ladang. Keprihatinan pendidikan dan kerasnya realita mengajar di Sandakan menjadi moment konfilk dalam cerita ini. Kita akan melihat realita kehidupan dari guru yang baru datang sehingga kaget dengan pola hidup yang tak biasa ditempat tugasnya.

Mendedah pada cerita yang berjudul, “Lautan Rasa.” karya dari Evo Mardila. Perasaan campur aduk ketika seorang murid nakal, atau ketika ditinggal seorang murid untuk pindah sekolah, yang justru kepindahaanya tak memberikan kejelasan masa depan pendidikannya. Itulah lautan rasa yang bergejolak dalam diri penulis cerpen ini. Rasa yang tak biasa dirasakan dengan berbagai situasi dan kondisi dalam kelas. Sang penulis memainkan konflik batin yang menguras air mata.

Karya kisah-kisah diladang sawit ini jelas terlihat dari tulisan Febriana DML yang berjudul, “Serpih Kisah di Sabah”. Penulis mengajak untuk melihat kejutan-kejutan yang terjadi disekitar ketika dia pertama kali datang. Lucunya mengajar dan tingkah polah anak-anak ketika melihat dunia luar menjadi nilai khas dalam kisah ini. Sisi lain pun ditampilkan, banyak kisah miris yang menggambarkan kerasnya hidup di tengah-tengah kehidupan ladang Sawit.

Nur Kholis Majid, memberikan warna tersendiri dalam kisah ini. Dia memberikan judulnya, “Anak Sapi.”  Kisah ini juga menuangkan berbagai problematika pendidikan dalam ladang, anak-anak yang selalu membuat terkaget-kaget hingga kisah kesehariannya. Sang penulis mencoba mengajak kita untuk selain serius juga harus santai. Maka dari itu, kisah ini menyelipkan beberapa humor yang tak dimiliki oleh kisah-kisah lainnya.

Kemudian menyimak tulisan “Seikat Senyum Mereka” karya Panca Buana Putera. Kisah ini mengangkat keheranan penulis kepada anak-anak yang sama sekali tak mengenal bangsanya. Mereka sudah terlanjut lahir dan tumbuh besar di Sabah. Cita-cita mereka tak terlalu tinggi, karena kehidupan mereka yang membatasi cita-cita ketika besar nanti. Namun, sang penulis mengajak para anak-anak didiknya untuk selalu optimis dan menenamkan semangat untuk mengenal bangsa dan negara aslinya, Indonesia.

Horor mungkin merupakan kesan pertama ketika membaca tulisan dari Radin dengan judul, “Duka Pendatang Haram”. Penulis terpaksa mengalami hal yang horor disaat baru datang ditempat kerja barunya. Sang penulis menuturkan tentang kematian seorang pendatang “haram” yang tak mempunyai dokumen apapun, sehingga company tak mau ambil pusing dengan kematian itu. Dalam kisahnya, penulis mencari solusi dalam permasalah yang dihadapi oleh keluarga yang ditinggalkan karena kematian pendatang haram itu.

Sebagian kisah dalam antologi ini pintar memainkan rasa, mengajak kita untuk larut dalam kisah nyata, seperti kisah yang ditulis oleh Siti Aji Pangesti, yang membuat tulisan berjudul, “Hadiah Spesial”. Hadiah spesial yang diberikan setiap paginya, ketika melihat senyuman dan perjuangan. Hingga hadiah spesial itupun hilang ditelan oleh kebijakan pejabat ladang. Sang penulis mengajak kita merenungi rasa syukur ketika mendapatkan sesuatu, sekecil apapun dan dalam kondisi apapun.

Kisah terakhir ditulis oleh Yaniri Roh Mulyadi dengan judul “Prahara Zoster”. Berbeda dengan kawan-kawan yang lain, sang penulis menghadapi penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Konflik dengan pengurus ladang juga terjadi disini, na’asnya, penulis mengalami konflik dengan ladang ketika penyakit itu datang. Kisah ini juga menggambarkan kesehatan itu penting, dan harus dihargai.

Antologi karya guru-guru tahap 8 distrik Sandakan ini akan memberikan pengalaman baru bagi para pembaca. Karena dalam buku ini terkumpul beragam emosi, situasi dan kondisi yang menggambarkan kerasnya kehidupan di ladang. Melacak jejak serpih kisah yang ditinggalkan dengan rasa sedih, senang bahkan parno tertuang dalam setiap lembar-lembarannya.

Akhirnya, penulis menyadari tulisan ini mempunyai banyak kekurangan, kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kepada Allah SWT lah selalu penulis berserah diri dan memohon kelancaran dalam mengamalkan ilmu ditengah ladang Sawit Sandakan, Sabah-Malaysia.

Kata Sambutan oleh Prof. Dr. Ir. H. Ari Purbayanto, M.Sc.

Judul Buku : Narasi Ladang Sawit || Penulis : Arif Saefudin, dkk || Penerbit : Leutikaprio || Terbit : Cet 1 Juni 2018 || Tebal Halaman : xiv + 158 hlm

Sabah, Malaysia,  9 Mei 2018
Penulis,